Hadits Larangan Bermuka Dua
Allah SWT. Berfirman,
وَ تَعَاوَنوُاْ عَلىَ الْبِرِّ وَ الَّتقْوَي وَلاَ تَعاََوَنُوْا عَلىَ اِْلإثْمِ وَ الْعُدْوَانِ
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangalah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Qs. Al Maaidah(05) : 02)LARANGAN BERMUKA DUA
يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ مَا لاَ يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللهِ وَ هُوَ مَعَهُمْ
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridahi Allah. Dan Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. (Qs. An Nisaa(04) : 108)1548- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : ((تَجِدُوْنَ النَّاسَ مَعَادِنَ, خِيَارُهُمْ فيِ اْلجَاهِلِيِّةِ فِي اْلإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوْا, وَ تَجِدُوْنَ خِيَارَ النَّاسِ فِي هَذَا الشَّأْنِ أَشَدَّهُمْ كَرَاهِيَّةً لَهُ, وَ تَجِدُوْنَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ, الَّتِي يَأْتيِ هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ , وَ هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ)), مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
1548. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda, “Kalian akan temukan manusia yang punya garis keturunan yang baik, pilihan di zaman jahiliyyah dan juga pilihan di masa Islam. Apabila mereka mengetahui hukum-hukum syara’. Kalian akan menjumpai orang pilihan dalam masalah ini (pemerintahan), paling keras ketidaksukaannya kepada masalah tersebut. Dan kalian akan menjumpai sejahat-jahat manusia yang bermuka dua, ia datang kesana dengan satu muka dan datang kemari dengan satu muka yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)1549- وَعَنْ مُحَمًّدِ بْنِ زَيْدِ, أَنَّ نَاسًا قَالُوْا لَجَدِّهِ عَبدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا: إِنَّا نَدْخُلُ عَليَ سَلاَطِيْنِنَا فَنَقُوْلُ لَهُمْ بَخَلاَفِ مَا نَتَكَلَّمُ إِذاَ خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِهِمْ. قَالَ كُنَّا نَعُدُّ هَذَا نِفَاقُا فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ , رَوَاهُ الْبُخَارِي.
1549. Dari Muhammad bin Zaid, “Orang-orang berkata kepada kakeknya, Abdullah bin Umar RA., “Kami menghadap kepada para penguasa kami, lalu kami mengatakan kepada mereka perkataan yang berbeda dengan apa yang kami perbincangkan pada waktu kami berada di luar.” Abdulllah bin Umar berkata, “Kami dulu menganggap yang demikian itu sebagai sikaf kemunafikan, yakni pada zaman Rasulullah SAW. (HR. Bukhari)