Indikator karakteristik kompetensi profesional Guru
Fokus perhatian kepada anak dan bukan sebaliknya anak dijadikan obyek untuk mencapai tujuan pembelajaran, bahkan mengejar prestasi guru. Memang benar ada target-target kurikulum, tetapi hal ini itu harus dipahami untuk peserta didik dengan kemampuan tingkat menengah atau bahkan di atas normal. Jika peserta didik ternyata tidak match dengan target itu yang harus diatur adalah targetnya dan bukan anaknya yang dipaksakan.
Untuk mendorong peserta didik berpikir, menggali informasi, menganalisis dan seterusnya, maka dalam kegiatan pembelajaran seyogyanya guru tidak menyediakan suatu pengetahuan secara utuh, tetapi memberikan pancingan atau pertanyaan agar peserta didik mencari dan menyimpulkan sendiri tentang hal itu, sesuai dengan teori belajar konstruktivis (Wina Sanjaya, 2007 : 255).
Agar pola belajar semacam itu dapat berjalan, maka guru seharusnya menggunakan kegiatan pembelajaran kontekstual. Kegiatan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan konteks di mana peserta didik itu berada dan pengalaman apa yang telah dimiliki oleh peserta didik. Sulit dibayangkan bagaimana peserta didik SD di desa terpencil harus memahami internet dan alat teknologi canggih lainnya.
Sebaliknya, peserta didik SD di kota besar akan sulit untuk memahami masalah persawahan yang mungkin belum pernah dilihat. Oleh karena itu, setiap guru harus menyesuaikan materi ajar dengan konteks di mana peserta didik berada dan kemampuan dasar mereka. Pola ini menuntut guru tidak hanya memahami materi ajar secara teoritik, tetapi juga harus mampu mengaitkan dengan fenomena kehidupan. Guru tidak hanya membaca bidang ilmunya saja, tetapi juga harus membaca bidang-bidang lain yang terkait. Jika perlu dalam kegiatan pembelajaran beberapa guru masuk kelas secara bersama untuk membahas kompetensi dasar tertentu. Misalnya, guru ekonomi, geografi, sosiologi, dan yang lain masuk ruang kelas secara bersama untuk membahas problem ekonomi suatu daerah.
Dalam era “KTSP” ini diharapkan guru mampu secara “mandiri” menyusun dan mengelola kegiatan pembelajaran melalui kegiatan menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kemandirian seperti itu dalam jangka panjang diharapkan akan membanru penumbuhan kemandirian kepada peserta didik. Pemberian ruang gerak bagi guru harus diimbangi kepercayaan diri dari guru sendiri (E. Mulyasa, 2007 : 39).
Ketika KTSP diberlakukan dan guru memperoleh ruang gerak relatif lebih luas dalam menerjemahkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, guru justru bingung dan minta petunjuk pelaksanaan. Akhirnya muncul rekayasa kurikulum dan sebagainya yang sebenarnya tidak dikehendaki dalam merancang kurikulum. Agar guru dapat melaksanakan tugas tersebut, maka pola manajemen yang selama ini berlangsung di sekolah perlu diubah. Selama ini yang terjadi peserta didik mengikuti perintah guru dan guru mengikuti perintah kepala sekolah. Pola itu harus diubah, guru melayani peserta didik dan kepala sekolah melayani guru.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dibutuhkan adanya perencanaan secara baik. Guru menjadi ujung tombak kegiatan belajar mengajar (KBM). Guru sebagai profesi, membutuhkan kemampuan- kemampuan yang dapat menunjang tugasnya sebagai pendidik di.sekolah. Kemampuan guru dalam mendidik, mengajar dan melatih harus terus diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya (Syaiful Sagala, 2007 : 136).
Seorang guru tidak hanya merasa puas dengan bekal ilmu yang dimilikinya, namun harus terus mengembangkan wawasan serta khasanah pengetahuannya agar selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semestinya diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari di kelas.
Guru perlu memahami karakteristik anak yang berbeda sehingga dalam pengelolaan pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan mental serta karakteristik siswa, terutama pada jenjang pendidikan di Sekolah Dasar (SD), perlu memahami lebih jauh teknik-teknik pembelajaran yang dapat dipahami baik untuk anak didik yang mempunyai kecerdasan tinggi maupun anak didik yang mempunyai kecerdasan rendah.
Dalam pengembangan pembelajaran, guru memegang peran utama yang dapat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Oleh karena itu guru sudah selayaknya mempunyai kompetensi profesional keguruan. Ada 10 indikator yang merupakan karakteristik kompetensi profesional yang harus dimiliki seorang guru (Wina Sanjaya, 2007 : 19) yaitu:
- Menguasai bahan pembelajaran
- Mengelola program belajar mengajar
- Mengelola kelas
- Menggunakan media/sumber belajar
- Menguasai landasan-landasan pendidikan
- Mengelola interaksi belajar mengajar
- Menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pembelajaran
- Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
- Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
- Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pembelajaran.
- (1) Guru biasa : “Mengatakan,” (2) Guru yang baik : “Menerangkan,”
- (3) Guru yang superior : “Mendemonstrasikan,” dan (4) Guru yang hebat : “Memberi Inspirasi.” Seorang guru harus mampu memberikan inspirasi bagi siswanya sehingga belajar menjadi berarti (meaningful learning).
Kualitas pembelajaran akan tampak dari bagaimana seorang guru memiliki kreativitas yang tingi untuk mendesain pembelajaran sesuai dengan pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Dengan merancang pembelajaran sesuai PAKEM maka diharapkan kompetensi yang dimiliki siswa akan merupakan perwujudan dari keinginan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih menarik, perlu perhatian dan keterlibatan siswa, sehingga suasana kelas menjadi nampak hidup dan bergairah untuk hal tersebut guru perlu memiliki strategi kognitif, mampu berinteraksi sosial dan mampu memanfaatkan sumber belajar dengan optimal.
Kemampuan strategi kognitif guru harus nampak dalam proses pembelajaran. Hal ini akan nampak apabila guru harus mampu dalam menstranfer pengetahuan yang dikuasainya kepada siswa. Strategi kognitif atau proses kognitif internal yang terorganisasi diperlukan untuk mengatur diri, baik untuk guru sendiri maupun bagi siswa.
Bagi seorang guru strategi kognitif diperlukan untuk mengatur diri atau mengelola diri dengan menemukan siasat dan teknik-teknik tertentu dalam proses pembelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam belajar. Dengan proses strategi kognitif yang dimiliki guru, akan terwujud dalam mengatur diri, mengelola diri, menggerakkan dirinya ke arah kemandirian.
Kemampuan strategi kognitif terdiri atas rehearsal (latihan / ulang), strategi elaborasi dan strategi megakognitif dan strategi afektif (Mulyadi, 2005 : 95).
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorang, antara kelompok- kelompok maupun antara perorangan dengan kelompok. Demikian halnya dalam pembelajaran akan terjadi interaksi sosial antara guru dengan siswa dengan interaksi sosial akan terjadi saling mempengaruhi dan saling memotivasi (Boeree, 2006:22).
Interaksi sosial yang dilakukan oleh guru akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran karena pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan siswa, tanpa adanya interaksi tidak mungkin akan terjadi pembelajaran. Dengan interaksi guru dan siswa akan dapat memudahkan dalam mendidik, melatih dan membimbing sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Selain itu interaksi sosial akan terjadi dengan guru yang lain, dengan kepala sekolah dan dengan tenaga kependidikan. Interaksi sosial semacam ini akan mempengaruhi terhadap kualitas pembelajaran.
Sumber belajar merupakan bahan atau keadaan yang dapat digunakan untuk belajar. Sumber belajar merupakan sarana dan prasarana penunjang yang besar fungsinya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pembelajaran tidak akan berkualitas apabila tidak didukung oleh sumber belajar yang memadai. Sumber belajar secara umum meliputi pesan, orang, bahan, peralatan dan lingkungan.
Kesadaran dan motivasi guru tentang perlunya pemanfaatan sumber belajar perlu ditingkatkan karena masih banyak guru Sekolah Dasar yang belum memanfaatkan sumber belajar dengan optimal. Sumber belajar akan bermakna bagi siswa maupun guru apabila di organisir melalui suatu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar. Dengan penggunaan sumber belajar diharapkan kualitas pembelajaran akan semakin meningkat (Wina Sanjaya, 2006 : 61).