Ilmu Mekanika Warisan Peradaban Islam
Apabila para ilmuwan Yunani dikatakan berjasa sebagai perumus pertama prinsip-prinsip dasar ilmu Fisika, maka para ilmuwan Arab- muslim pada masa kejayaan peradaban Islam memiliki jasa terbesar dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya dan peradaban Yunani dengan penerjemahan dan mentransformasikannya, lalu menjelaskan, menerangkan, menata ulang, memperkenalkan, melakukan berbagai inovasi dan tambahan-tambahan penting yang orisinil dalam warisan budaya ini. Mereka mencapai semua itu dengan melakukan studi dan penelitian sesuai dengan metode ilmiah yang benar.
Widman mengakui realita sejarah yang sangat jelas ini dengan mengatakan, "Sesungguhnya bangsa Arab mengadopsi beberapa teori yang dikembangkan bangsa Yunani dan mereka memahaminya dengan baik. lalu menerapkannya dalam berbagai situasi dan kondisi yang beragam.
Setelah itu, mereka menciptakan teori-teori baru dan berbagai inovasi yang belum pernah dilakukan para ilmuwan sebelumnya. Dengan demikian, mereka memberikan pengabdian kepada dunia yang tidak kalah dengan kontribusi-kontribusi yang dilakukan Sir Isaac Newton, Michael Faraday, Wilhelm Rontgen, dan para ilmuwan lainnya.
Dalam kesempatan ini penulis menyajikan sebuah studi yang mendalam dan teliti terhadap sejumlah keberhasilan spektakuler yang diraih para ilmuwan Arab-muslim dalam bidang fisika. Kami hanya akan mengemukakan secara singkat mengenai hal-hal terpenting dari pencapaian pencapaian tersebut dalam ilmu-ilmu mekanika optik dan beberapa fenomena yang berkaitan dengan khasiat materi dan fisika benda-benda mati.Pertama: Mekanika
Perhatian para ilmuwan kontemporer terhadap berbagai pencapaian gemilang ilmuwan Arab-muslim dalam bidang mekanika sangat terlambat. Bisa jadi keterlambatan ini disebabkan klasifikasi bangsa Arab klasik terhadap ilmu ini dan mengkorelasikannya dengan pelajaran-pelajaran teoritis mengenai gerak dan diam dalam karya-karya filsafat mereka.Ilmu mekanika sekarang ini didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu fisika, yang berarti mempelajari gerak benda atau perubahan posisi- posisinya. Ilmu mekanika biasanya terbagi dalam beberapa bagian:
- Mekanika Kinematika, yang berarti mempelajari gerak dan sudut pandang geometris.
- Mekanika Dinamika, yang berarti mempelajari faktor-faktor fisik dari gerak
- Mekanika Statik, yang berarti mempelajari kondisi-kondisi dimana gerak itu tidak nampak.
Dalam mekanika klasik atau mekanika Newton, penemuan hukum- bekum gerak yang populer dinisbatkan kepada ilmuwan Inggris bernama Sir Isaac Newton pada abad ketujuh belas Masehi. Hukum-hukum ini banyak dipergunakan untuk menjelaskan gerak benda-benda yang nampak di alam raya, termasuk di dalamnya gerakan bintang-bintang galaksi matahari kita.
Hukum gerak Newton pertama sebagaimana yang kita kenal sekarang menyatakan Setiap benda akan mempertahankan keadaan diam atau bergerak secara beraturan dalam garis lurus selama tidak ada gaya atau kekuatan luar yang mengubahnya. Maksudnya, hukum gerak ini berkaitan secara khusus dengan pertahanan benda terhadap kondisinya, yang biasa dikenal dengan sebutan Al-Qushur Adz-Dzati (kelemahan diri).Hukum gerak Newton kedua menyatakan bahwa: Kekuatan yang mempengaruhi benda yang bergerak selalu berbanding lurus terhadap setiap kelompok benda dan kecepatan geraknya. Sebab kecepatan merupakan rata-rata perubahan kecepatan.
Di sana terdapat redaksi lain dari hukum ini, yaitu: rata-rata perubahan gerak suatu benda berbanding lurus dengan kekuatan yang mempengaruhi- nya. Perubahan ini selalu ke arah yang semakin kuat.
Adapun hukum gerak Newton ketiga, maka menyatakan: Untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besar dan berlawanan arah (gaya dari dua benda pada satu sama lain selalu sama besar dan berlawanan arah).
Hukum pertama dan ketiga dapat dilakukan melalui pengamatan dan eksperimen, Sedangkan hukum kedua harus diselesaikan dengan rumus matematika.
Dengan penelitian dan pengamatan terhadap manuskrip-manuskrip warisan ilmiah peradaban Islam, maka akan mencapai kesimpulan bahwa beberapa filosof Arab dan umat Islam lebih berhak mendapatkan pengakuan atas karya-karya spektakuler mereka dalam berbagai bidang yang diklaim dan dinisbatkan kepada para ilmuwan Eropa pada masa sekarang, menegaskan keteladanan mereka dalam mendeviniskan berbagai pengertian mekanik, dan menjelaskan gerak benda dan jenis- jenisnya. Bahkan menegaskan keteladanan ilmuwan muslim dalam merumuskan prinsip-prinsip ilmiah yang benar terhadap ketiga hukum yang dikemukakan Sir Isaac Newton dan dipopulerkannya dalam karya ilmiahnya berjudul Philoshophiar Naturalis Principia Mathematica
Terungkapnya kontribusi umat Islam dalam bidang mekanika berkat kepedulian dan kerja keras DR. Mushthafa Nazhif dan DR. Jalal Syauqi, yang membuka jalan bagi para spesialis dan mereka yang memiliki perhatian terhadap masalah ini untuk mengungkap berbagai keberhasilan spektakuler dalam bidang ini dalam beberapa ilmu pengetahuan Arab.
Sebelum mengemukakan peran umat Islam dalam menjembatani perumusan hukum-hukum gerak, kami akan membahas tentang pendalaman mereka terhadap istilah-istilah dan pengertian-pengertian mekanik yang beragam sebagaimana yang kita kenal sekarang. Dalam Asy- Syifa, Ibnu Sina mendefinisikan tentang unsur-unsur gerak dalam benda yang bergerak, penggerak posisi benda itu, tempat permulaan gerak, tujuan akhir gerak, dan waktu yang dibutuhkan untuk bergerak.Kita mendapatkan definisi mengenai gerak alami dan gerak yang dipaksakan dalam pendapat Ibnu Sina yang mengatakan, "Semua benda Itu bergerak Gerakannya bisa jadi disebabkan elemen luar yang dinamakan gerak paksaan, dan bisa juga terjadi pada benda itu sendiri. Sebab benda itu tidak bergerak sendiri. Karena itulah, jika benda tersebut diarahkan ke satu arah karena ditundukkan, maka dinamakan alami."
Kita juga mendapatkan pengertian gerak perpindahan dan gerak perputaran dalam Al-Mu'tabar fi Al-Hikmah, karya: Ibnu Milkan Al- Baghdadi, la menamakannya Al-Harakah Al-Makaniyyah (gerak yang berpindah) dan Al-Harakah Al-Wadh'iyyah (gerak di tempat). Dalam hal ini is berkata, "Gerakan mekanik merupakan gerakan yang menyebabkan suatu yang bergerak itu berpindah dari tempat yang satu ke tempat Jannya. Sedangkan Al-Harakah Al-Wadh'iyyah (gerak di tempat) adalah grak yang menyebabkan posisi benda yang bergerak terus berubah, akan tetapi tidak keluar dari tempatnya seperti roda dan putaran.
Tonal Marzaban dalam At-Tahshi berupaya mengkorelasikan antara gerak dan waktu la berkata, "Semua kecepatan membutuhkan waktu.
Al-Hasan bin Al-Haitsam memberikan keteladanan luar biasa dalam mewujudkan penemuannya, yaitu bahwa cahaya memiliki kecepatan. Penemuan ini diungkapkannya dalam bukunya Al-Manazhir (Book of Optics) Dalam buku tersebut, ia berkata, "Jika lobang itu ditutupi lalu penutupnya diangkat, maka kecepatan cahaya mencapai benda yang berhadapan dengannya melalui lubang tersebut tidak lain kecuali membutuhkan waktu, meskipun tidak bisa diketahui panca indera. Gerakan tidak lain kecuali membutuhkan waktu."
Al-Hasan bin Al-Haitsam juga mendefinisikan istilah Kekuatan gerak. Kekuatan gerak sebagaimana yang diungkapkan Mushthafa Nazhif" berkontradiksi dengan pengertian dinamis dalam istilah modern Kammiyah At-Taharruk (Daya Gerak), yang diketahui dari hasil perkalian kecepatan masa.
Hal itu diketahui dalam penjelasan Al-Hasan bin Al-Haitsam terhadap pantulan benda yang berbenturan dengan permukaan bidang. Al-Hasan bin Al-Haitsam menyebutkan bahwa gerakan yang diperoleh tergantung jarak tempuh benda yang jatuh tersebut. Dengan demikian, maka pantulan tersebut tergantung pada kecepatan geraknya. Di samping itu, juga ditentukan kadar berat benda tersebut (maksudnya, gumpalan/masanya).
Kecerdasan Al-Hasan bin Al-Haitsam terletak pada kedekatan pengertian Kammiyah At-Taharruki atau daya gerak dengan Thaqah Al- Harakah atau energi gerak dalam istilah kontemporer. Dalam hal ini, ia menyatakan secara tegas bahwa kekuatan gerak pada benda yang bergerak tergantung pada daya lontarnya.
Hibbatullah bin Milkan Al-Baghdadi juga mengungkapkan pengertian yang sama, akan tetapi dengan menggunakan istilah Mail, yang berarti daya tarik. Dalam hal ini, ia berkata. "Pernyataan tersebut dibuktikan dengan batu yang dilemparkan dari atas tanpa dipengaruhi oleh gerakan paksa atau kecendurangan yang dipaksakan. Anda dapat melihat bahwa prinsip tujuan menyebutkan bahwa semakin jauh suatu benda maka gerakannya semakin cepat dan kekuatannya semakin besar. Dengan jarak tersebut. maka dapat menimbulkan luka dan memar. Hal semacam itu tidak terjadi jika lemparan tersebut dilakukan dari jarak yang lebih pendek. Bahkan ia dapat menjelaskan perbedaan ukuran jarak panjang yang dilaluinya."
DR. Jalal Syauqi mengomentari naskah ini bahwa itu merupakan perumpamaan yang jelas dalam mengilustrasikan kondisi ketika benda- benda itu jatuh bebas di bawah pengaruh gravitasi bumi sebagaimana yang diajarkan kepada para mahasiswa di berbagai perguruan tinggi sekarang. Sebab kecepatan gerak benda tersebut semakin bertambah dan bergerak sejajar dengan jarak tempuhnya dari titik tolaknya. Daya geraknya pun semakin bertambah, sehingga energi yang dihasilkan juga bertambah karenanya. Akibatnya, benda-benda tersebut akan menimbulkan pecahan atau lobang ketika terjadi benturan.Dalam bidang ini pula, para ilmuwan Arab dan muslim menjadi teladan; dimana mereka banyak mengungkapkan teori tentang daya gerak yang bersinergi dengan kecepatan dan berat benda. Sebab acuan hukum Newton Kedua adalah rata-rata perubahan daya gerak.
Al-Hasan bin Al-Haitsam menegaskan kompetensi dan wawasannya yang mendalam tentang ide pembagian gerak menjadi dua bagian yang kompleks. Di samping itu, ia juga menegaskan kompetensinya dalam memanfaatkan contoh-contoh matematika, sebagaimana yang kami kemukakan sebelumnya bahwa contoh-contoh tersebut berguna untuk menyederhanakan fenomena-fenomena fisika melalui penjelasan matematis. Ketika menjelaskan tentang proses refleksi cahaya, maka ia mengambil contoh gerak bola kecil yang halus, baik terbuat dari besi ataupun tembaga dan jatuh di atas bidang datar dan memantul.Hasan bin Al-Haitsam sengaja menjelaskan pantulan cahaya ini dengan menganalisa kecepatan benda yang berbenturan dengan membaginya menjadi dua pembagian yang komplek yang saling mendukung: Salah satunya sejajar dengan permukaan bidang pantul dan yang lain vertikal terhadap permukaan bidang pantul, dimana kecepatan dengan kedua bagiannya ini berbentuk tegak lurus terhadap permukaan pantul.
Al-Hasan bin Al-Haitsam berpendapat demikian, yaitu bahwasanya bagian yang tegak lurus akan tetap seperti semula tanpa mengalami perubahan apa pun akibat benturan. Sedangkan bagian yang jatuh vertikal pada permukaan bidang pantul akan terpengaruh berdasarkan tingkat hambatan permukaannya; Dimana ketika hambatan itu lebih besar, maka perubahan pada bagian vertikal tersebut lebih sedikit sedangkan jarak pantul benda yang berbenturan lebih besar."Mushthafa Nazhif dan Jalal Syauqi berpendapat bahwa berdasarkan penjelasan ini maka Hasan bin Al-Haitsam memiliki kontribusi luar biasa dalam menganalisa kecepatan benda menjadi dua pembagian yang komplek dan saling berkaitan, merumuskan prinsip-prinsip gerak yang saling berbenturan dan pendapat tentang dorongan permukaan bidang pantul yang diam terhadap benda yang bergerak ke arah vertikal permukaan ini dan bahwa dorongan ini tergantung pada sejauhmana hambatan atau penolakan permukaan bidang pantul dari pengaruhnya.
Jika kita kembali pada masalah hambatan gerak, maka kita akan mendapati bahwa ilmuwan muslim mengenal berbagai cara terjadinya hambatan gerak, baik melalui gesekan ataupun karena pengaruh bentuk benda dan ketebalan medium yang menyebabkan terjadinya gerak.
Inilah Nashiruddin Ath-Thusi yang menegaskan dengan transparan bahwa resistensi yang ditimbulkan oleh gesekan berlaku sejajar dengan berat benda. Hal itu dikemukakannya dalam penjelasannya dalam Al-Irsyadat wa At-Tanbihat, karya: Ibnu Sina. Dalam penjelasannya itu, ia berkata, "Tidak diragukan lagi bahwa karakter (berat) benda yang lebih besar jauh lebih kuat dibandingkan berat benda yang lebih kecil. Dengan alasan bahwa beban benda yang lebih berat memuat beban benda yang lebih kecil atau yang lebih besar darinya.
Dengan demikian, perlawanan benda yang lebih berat lebih kuat dibandingkan perlawanan benda yang lebih kecil." Mengenal perlawanan benda yang berukuran sedang dimana benda tersebut bergerak di dalamnya, maka Ibnu Sina berkata dalam bab Thabi'iyyat (Ilmu-ilmu Fisika) dari bukunya Asy-Syifa", "Maka Anda akan mengetahui bahwa perlawanan benda yang ditembuslah yang dapat menghentikan kekuatan benda yang bergerak."
Hibbatullah Al-Baghdadi dalam bukunya Al-Mabahits Asy-Syangiyyah berkata, "Sesungguhnya apabila suatu benda bergerak menempuh suatu jarak, jika benda tersebut memiliki berat lebih ringan maka gerakannya lebih cepat. Sedangkan yang lebih berat, maka gerakannya akan lebih lambat."Mengenai pengaruh bentuk benda yang bergerak dalam melawan gerak, maka Ibnu Milkan berkata, "Kerucut yang bergerak dengan kepalanya yang runcing, maka akan lebih mudah bergerak dibandingkan ketika bergerak dengan pangkalnya (yang lebih besar dibanding ujung atau kepalanya). Dalam hal ini, juga terdapat penjelasan mengenai arti penting bentuk yang sesuai dalam mempermudah gerak.
Mengenai ketiga hukum gerak yang dinisbatkan kepada Sir Isaac Newton, maka kami menegaskan keteladanan umat Islam dalam merumus- kannya dan mengemukakannya dengan pengertian yang sama dengan pengertian-pengertian modern dalam berbagai karya ilmah dan dalam kalimat-kalimat yang jelas.
Misalnya, kami dapat mengemukakan pernyataan Ibnu Sina dalam Al-Isyarat wa At-Tambihat, "Sesungguhnya Anda akan mengetahui bahwa jika resultan gaya setiap benda bernilai nol tanpa ada gaya yang bekerja untuk mengubahnya, maka benda tersebut akan mempertahankan tempat tertentu dan bentuk tertentu. Jadi, resultan gaya benda tersebut merupakan prinsip dasar untuk merespon diam atau geraknya."
Ibnu Sina menjelaskan tentang spesifikasi Al-Qushur Adz-Dzati Unesia) pada benda ini, yang mempertahankan stabilitas geraknya secara teratur (benda yang bergerak tidak akan berubah kecepatannya, kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya). Inilah pengertian kedua dari hukum gerak Newton yang pertama.
Dalam Al-Irsyadat a At- Tanbhat," Ibnu Sina berkata, "Ketika bergerak, benda itu memiliki daya dorong untuk bergerak dan merasakan adanya hambatan atau penolakan. Akan tetapi hambatan tersebut tidak bisa bekerja, kecuali dengan sesuatu yang dapat melemahkan geraknya, Bisa jadi berasal dari karakternya dan bisa juga adanya pengaruh dari luar sehingga membatalkan vitalitasnya hingga hilang dan kembali seperti semula."
Dalam kesempatan lain, dalam bab Ath-Thabi'iyyat, atau Ilmu-ilmu Fisika dalam bukunya Asy-Syifa', pada point keempat, Ibnu Sina berkata, "Gaya yang menghambat gerak benda bukanlah benda atau materi, melainkan dengan pengertian adanya tuntutan untuk tetap berada di tempat atau posisinya." Inilah hukum pertama bagi teori gerak Ibnu Sina.Adapun hukum kedua bagi gerak, maka ia telah merumusknnya dan berhasil dijelaskan sebagian pengertiannya oleh Abu Al-Barakat Hibbatullah bin Milkan dalam Al-Mu'tabar fi Al-Hikmah. Abu Al-Barakat berkata, "Semua gerak pastilah memerlukan waktu. Kekuatan yang lebih besar akan menghasilkan kecepatan yang lebih besar pula dan dalam waktu yang lebih singkat. Setiap kali kekuatan itu bertambah, maka kecepatannya pun semakin bertambah sehingga memperpendek waktu. Jika kekuatan itu tidak terbatas, maka kecepatannya pun tidak terbatas, dengan begitu, maka gerakan yang dihasilkan tidak membutuhkan waktu dan sangat kuat. Sebab menafikan waktu dalam kecepatan merupakan pencapai puncak kekuatan."
Dari naskah ini, kita dapat memperhatikan pengertian At-Tasaru (Akselerasi) dengan ungkapan, "Menafikan waktu dalam kecepatan." Pengertian ini sebanding dengan ungkapan rata-rata perubahan kecepatan dalam istilah kontemporer. Berdasarkan keterangan di atas, maka Abu Al-Barakat Hibbatullah bin Milkan telah memahami kesesuaian kekuatan dengan akcelerasi kecepatan. Akan tetapi tentunya belum mencapai perumusan matematik sebagaimana yang dirumuskan Sir Isaac Newton dalam bentuk seperti ini: Q-KH, dimana Q adalah kekuatan, K adalah berat benda dan Hadalah akcelerasi atau kecepatan.
Mengenai hukum ketika bagi gerak Ibnu Sina, maka Ibnu Milkan menjelaskannya dengan mengatakan, "Sesungguhnya pertandingan gulat antara dua pegulat yang saling menarik, maka masing-masing dari kedua pegulat itu menyalurkan kekuatan tertentu untuk melawan kekuatan lawan. Dan bukan berarti bahwa apabila salah satu dari keduanya memenangkan pertandingan daya tarik dari pihak lawan terhadapnya tidak ada. Melainkan kekuatan itu tetap ada dan dalam keadaan kalah. Jika tidak demikian, maka pihak lain tidak membutuhkan kekuatan untuk menariknya."
Fakhruddin Ar-Razi juga berupaya menjelaskan hukum yang sama, dengan mengatakan, "Sesungguhnya gelanggang gulat dimana dua pegulat saling menarik satu sama lain hingga berhenti di tengah-tengah, maka tidak diragukan lagi bahwa masing-masing dari keduanya melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan pihak lawan. Di samping itu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan masing-masing dari keduanya jika tidak ada perlawanan dari lawannya, maka tentunya pertandingan itu akan dimenangkannya."
Ar-Razi menjelaskan ide keseimbangan di bawah dua kekuatan yang sama besar dan berlawanan arah dengan adanya aksi dan reaksi. Dalam konteks penjelasannya terhadap Al-Irsyadat wa At-Tanbihat, karya: Ibnu Sina, Ar-Razi berkata, "Tali yang ditarik dua orang dengan sama kuat ke arah dua sisi yang saling berlawanan; maka bisa dikatakan bahwa salah satu dari keduanya menariknya. Pernyataan ini tentulah tidak benar. Sebab yang dapat mencegah salah satu dari keduanya untuk menariknya adalah adanya tarikan dari pihak lawan."
Sekarang kita harus mengakhiri pembahasan kita tentang keteladanan umat Islam dalam bidang mekanika sebelum menjelaskan tentang penemuan para ilmuwan muslim yang menunjukkan keteladanan mereka dalam penemuan ide hukum gravitasi umum, sebagaimana yang dipopulerkan atas nama Newton meskipun pada dasarnya ia hanya menyimpulkan berbagai pendapat dan karya-karya ilmiah para ilmuwan muslim yang mendahuluinya pada masa kejayaan peradaban Islam dan juga masa kebangkitan Eropa.
Hukum gravitasi umum yang dirumuskan Sir Isaac Newton sebagai- mana yang kita kenal sekarang, menjelaskan tentang gerakan planet-planet di orbitnya yang mengitari matahari karena adanya asumsi bahwa gravitasi matahari dan planet-planetnya merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya gerakan berputar tersebut. Penerapannya pada semua benda dalam alam raya ini benar. Hukum ini menyatakan bahwa semua benda di alam raya menarik benda lain dengan kekuatan atau daya yang berbanding lurus dengan hasil perkalian massa dua benda dan berbanding terbalik dengan persegi empat jarak antara keduanya. Perbandingan ini dapat diketahui melalui gravitasi umum.
Di antara ilmuwan muslim terkemuka yang memahami pengaruh gravitasi secara ilmiah dan benar, maka dapat kami sebutkan antara lain: Al-Bairuru, Al-Khazin, Al-Hamdani, Imam Ar-Razi, dan lainnya.
Di antara naskah-naskah yang memperbincangkan dan menjelaskan masalah ini adalah pernyataan Al-Bairuni ketika membantah orang-orang yang menolak hukum bahwa bumi itu berputar mengitari dirinya dan meyakini bahwa jika bumi itu berputar, maka segala sesuatu yang ada di permukaannya seperti bebatuan dan pepohonan akan menerbangkannya. Al-Bairuni menegaskan bahwa bumi ini menarik benda-benda di atasnya ke arah porosnya. Dalam Al-Qanun Al-Mas'udi," Al-Bairuni menjelaskan, "Bahwasanya seluruh umat manusia di atas bumi akan tetap berdiri tegak layaknya benda-benda lain di seluruh permukaan bola bumi. Di atasnya benda-benda itu akan tertarik kebawah."
Di samping itu, Al-Khazin juga menjelaskan bahwa benda-benda yang jatuh akan tertarik ke arah poros bumi. Ia juga menjelaskan relatifitas atau prosentase kecepatan yang semakin kuat ketika benda-benda itu jatuh. Dalam Mizan Al-Hikmah," Al-Khazin berkata, "Benda yang berat itulah yang selalu bergerak dengan kekuatan konstan ke poros dunia." Maksudnya, berat benda itulah yang memiliki kekuatan yang menggerakkannya ke titik pusatnya."
Imam Ar-Razi menemukan ide universalitas gravitasi pada semua benda yang terdapat dalam alam raya sehingga terjadi daya tarik benda terhadap benda-benda di sekitarnya yang jauh."
Pada edisi kelima dari majalah Al-Iklil, yang terbit di Yaman," mempresentasikan sebuah penelitian berharga mengenai Makanah Al- Hamdani fi Tarikh Tathawwur Mafhum Al-Insan li Zhahirah Al-Jadzibiyyah (Posisi Al-Hamdani Dalam Sejarah Perkembangan Pemahaman Manusia Terhadap Fenomena Gravitasi) dan menjelaskan pemahaman-pemahaman bangsa Arab terhadap prinsip, kecenderungan dan gravitasi bumi, serta menjelaskan sejauhmana bangsa Arab memahami apa yang mereka kenal dengan sebutan Al-Haqiqah Al-Fiziyaiyah Al-Juz iyyah (hakikat parsial fisika), yang membentuk sebagian dari fenomena gravitasi. Inilah yang kemudian dikenal dengan nama Thaqah Al-Maudhi' atau Thaqah Al-Kumun (Energi Potensial), yang pada dasarnya dihasilkan dari ketinggian."
Dalam hal ini, Al-Hamdani memperlihatkan bukti-bukti dari beberapa naskah, yang di antaranya pernyataan Ibnu Sina dalam Bab: Ath-Thab'iyyat, dari bukunya Asy-Syifa," "Benda yang benar-benar ringan itulah yang dapat bergerak sangat jauh dari pusatnya. Dengan karakternya yang ringan, maka benda tersebut terus berputar dalam geraknya di atas semua benda. Yang saya maksudkan dengan berputar di sini bukan semua posisi di atas benda, melainkan posisi yang memungkinkannya untuk menghentikan gerak.
Sedangkan benda berat yang sangat berkontradiksi dengannya. Gerakannya bisa menjadi lebih cepat karena kecenderungannya menjauh dari ruang lingkupnya melewati semua benda selainnya. Benda tersebut akan berhenti di bawah semua benda."
Di antara studi dan penelitan yang dilakukan para ilmuwan dalam peradaban Islam dan berkaitan dengan fenomena gravitasi adalah penelitian mereka mengenai gerakan benda-benda yang dilemparkan karena gerakannya ke atas berkebalikan dengan gaya gravitasi bumi. Atau kekuatan yang dipaksakan dimana benda itu dilemparkan, akan bekerja berlawanan dengan kekuatan gravitasi bumi.
Hibbatullah Al-Baghdadi telah melakukan sebuah penelitian tentang pelemparan batu ke atas, hingga mencapai sebuah kesimpulan bahwa benda yang dilemparkan tersebut mencapai sebuah ketinggian tertentu tergantung daya lemparnya. Setelah itu, kembali ke permukaan bumi karena adanya daya gravitasi bumi.
Pertanyaan yang terlintas pada diri Al-Baghdadi ketika itu adalah: Apakah batu tersebut berhenti di titik tertingginya itu terlebih dahulu ketika mulai kembali ke permukaan bumi, ataukah tidak?
Dalam Al-Mu'tabar fi Al-Hikmah, Al-Baghdadi berupaya menjawabnya dengan penjelasan yang tansparan, "Bagi yang meyakini bahwa antara gerakan batu ke atas karena kekuatan yang mendorongnya dengan paksa dengan penurunannya mengalami sikap diam, maka merupakan kesalahan.
Akan tetapi kekuatan yang mendorongnya melemah sedangkan kekuatan bebannya semakin menguat, sehingga memperkecil geraknya. Hingga menyebabkan gerakannya habis di ujungnya. Dalam kondisi ini, batu tersebut diasumsikan berhenti."
Al-Baghdadi berupaya melanjutkan penjelasannya tentang pengertian gravitasi, dengan mengatakan, "Begitu juga dengan batu yang dilemparkan memiliki kecenderungan berlawanan dengan kecenderungan pelemparnya. hanya saja dipaksa oleh kekuatan yang melemparkannya. Di samping itu, kekuatan yang memaksa sifatnya horizontal, maka berpotensi semakin melemah untuk melawan kekuatan dan kecondongan natural ini serta perlawanan kekuatan yang ditembusnya. Sehingga kecenderungan atau kecondongan yang memaksa yang pada awalnya sangat kuat terhadap kecondongan natural, maka akan semakin melemah dan melambat gerakannya secara terus menerus hingga benar-benar tidak mampu melawan kecondongan natural. Akibatnya, kecondongan natural akan menang dan bergerak ke arahnya."
Penulis artikel di Al-Iklil, membenarkan terjadinya kesalahan sejarah yang berkaitan dengan penentuan siapa pencetus teori gravitasi. Ia berkata, "Pencetus pertama teori baru ini bukanlah Al-Bairuni." Ungkapan- ungkapan dan pernyataannya tersebut didukung dengan pernyataan ilmuwan Arab lainnya, yang tidak kalah tenarnya dengannya, yaitu Abu Muhammad Hasan Al-Hamdani, yang lahir tahun 893 M. yang dalam Kitab Al-Jauharatain Al-Atigatain min Ash-Shafra wa Al-Baidha, membahas tentang bumi dan segala persoalan yang berkaitan dengannya seperti sendi-sendi, air, dan udara. Dalam konteks pembahasan ini, ia berkata, "Barangsiapa berada di bawahnya -maksudnya, di bawah bumi-, maka posisinya tetap tegak seperti halnya orang yang berada di atasnya. Kelahiran dan pijakan telapak kakinya senantiasa menempel pada permukaannya yang bawah seperti halnya kelahirannya di permukaan atasnya. Begitu juga dengan pijakan telapak kakinya terhadapnya. Bumi ini kedudukannya layaknya besi magnet, yang menarik besi di semua sisi."
Adapun benda yang berada di atasnya, maka kekuatannya dan kekuatan bumi bertemu pada daya tariknya dan putarannya. Sebab bumi ini akan mengalahkannya jika besi itu misalnya, menyentuh bagian- bagian batu sedangkan bumi ini mengalahkannya dengan gravitasinya; Sebab pemaksaan dari bebatuan ini tidak mengangkat yang tinggi dan MAS merendahkan yang rendah."
Penulis artikel ini menegaskan bahwa koreksi informasi ini tidak selayaknya mengabaikan dan kontribusi ilmuwan terkemuka dalam
sejarah-maksudnya, Al-Bairuni- Kami tidak mempunyai maksud dan najuan serendah itu. Bahkan sebaliknya, kami menyatakan bahwa koreksi informasi ini berarti mengingatkan bahwa pengetahuan bangsa Arab terhadap gaya gravitasi sebagai pusat kekuatan yang efektif tidak dinisbat- kan kepada Sir Isaac Newton pada abad kesepuluh Masehi, melainkan pada abad ke sembilan Masehi.
Sekarang yang tersisa adalah usaha kita untuk mengingatkan keteladanan umat Islam dalam mengoreksi pandangan Aristoteles yang menyimpang dari kebenaran mengenai jatuhnya benda berat lebih cepat dibandingkan benda ringan serta menegaskan hakikat ilmiah yang sangat urgen, Hakikat ilmiah yang dimaksud adalah bahwa kecepatan benda yang jatuh secara bebas dipengaruhi oleh gravitasi bumi dan tidak terkait sama sekali dengan beratnya. Hal itu terjadi ketika gerakan jatuh tersebut terbebas dari gangguan-gangguan atau hambatan luar.
Beginilah kita mendapati Ibnu Sina, Hibbatullah Al-Baghdadi, Al- Bairuni, Al-Hamdani, Imam Fakhruddin Ar-Razi, Nashiruddin Ath-Thusi, Al-Hasan bin Al-Haitsam, dan Abdurrahman Al-Khazini, yang telah merumuskan prinsip-prinisp ilmu mekanika klasik sebelum Sir Isaac Newton beberapa abad sebelumnya. Para ilmuwan Arab-muslim tersebut telah membuktikan bahwa merekalah pioner terdepan dalam bidang ini.
Referensi Berdasarkan Buku Sumbangan Keilmuan Islam Pada Dunia Karangan Prof. Dr. Ahmad Fuad Basya