Ilmu Optik Dalam Peradaban Islam
Jika para ilmuwan Arab mendapat kehormatan dengan pendapat- pendapat dan teori-teori ilmiah mereka, maka Al-Hasan bin Al-Haitsam mendapat kehormatan dengan dinisbatkannya ilmu-ilmu optik kepadanya secara keseluruhan.
Ilmu-ilmu optik merupakan salah satu cabang ilmu fisika, yang berarti mempelajari teori cahaya dan karakteristiknya, fenomena-fenomenanya dan penerapan praktisnya, termasuk di dalamya penggunaan berbagai piranti optik yang beragam bentuk dan jenisnya. Arti penting ilmu-ilmu optik ini terletak pada kenyataan bahwa kemajuan apa pun yang dicapai para spesialis dalam bidang ini berimplikasi langsung terhadap cabang- cabang ilmu lainnya, dan apakah ilmu-ilmu astronomi, ruang angkasa, kimia, kedokteran, apotek, geologi, taksonomi, biologi, dan lainnya tidak mengalami kemajuan kecuali disertai dengan kemajuan berbagai piranti optik dan berbagai riset serta studi tentang cahaya dan optik?
Al-Hasan bin Al-Haitsam telah mampu menyelami dan menyulam semua studi dan riset yang terpisah-pisah yang dilakukan para pendahulunya untuk dirumuskannya setelah mengoreksi, merenovasi, dan menambahkan berbagai inovasi, serta menjadikannya ilmu yang berdiri sendiri secara penuh, hingga berbagai istilah dan penamaannya banyak disebutkan di seluruh bahasa di dunia.
Al-Hasan bin Al-Haitsam mengumpulkan sebagian besar studi dan penelitiannya serta menyatukannya dalam sebuah karya monumentalnya Al-Manazhir yang menjadi rujukan sebagian besar ilmuwan Barat. Bahkan mereka masih obyektif dengan memperlihatkan kontribusi dan persembahan ilmuwan kenamaan bangsa Arab dan Islam ini dan menyebutnya sebagai Al-Bannan (Sang Kontraktor), setiap kali membahas tentang ilmu-ilmu optik atau menulis buku-buku dan referensi. Dan bahkan mereka menyerukan kepada dunia untuk memperhatikan buku monumental ini dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin secara total pada tahun 1572 M.
Buku Al-Manazhir ini terdiri dari tujuh artikel, yang oleh Al-Hasan bin Al-Haitsam dibagi dalam beberapa pasal dengan formasi sebagai berikut: Artikel Pertama: Mengenai proses penglihatan secara umum. Artikel ini terdiri dari delapan pasal:
Pasal Pertama Pembukaan.
Pasal Kedua: Meneliti tentang karakteristik mata.
Pasal Ketiga: Meneliti tentang karakteristik cahaya dan bagaimana cahaya tersebut memancarkan sinarnya
Pasal Keempat: Menjelaskan tentang mata dan cahaya.
Pasal Kelima: Bentuk mata.
Pasal Keenam: Proses pandangan.
Pasal Ketujuh: Fungsi-fungsi piranti mata.
Pasal Kedelapan: Menjelaskan pengertian-pengertian dimana pandangan itu tidak terjadi kecuali dengannya dan penyatuannya.
Artikel Kedua: Menjelaskan tentang pengertian-pengertian secara mendetail yang diketahui mata, sebab-sebabnya, dan bagaimana mengetahuinya. Artikel kedua ini terdiri dari empat pasal:
Pasal Pertama: Pengantar artikel.
Pasal Kedua: Perbedaan garis-garis radiasi.
Pasal Ketiga: Sistem masing-masing dari keduanya dalam mengetahui pengertian-pengertian parsial yang diketahui melalui indera penglihatan. Pasal Keempat: Pembedaan pengetahuan pandangan mata terhadap obyek-obyeknya.
Artikel Ketiga: Kesalahan-kesalahan mata terhadap obyek yang dilihatnya dengan benar dan sebab-sebabnya. Artikel ini terdiri dari tujuh pasal:
Pasal Pertama: Pengantar artikel.
Pasal Kedua: Mendahulukan perkara yang harus didahulukan untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan mata.
Pasal Ketiga: Faktor-faktor yang menyebabkan pandangan mata menjadi keliru Pasal Keempat: Membedakan kesalahan-kesalahan pandangan mata.
Pasal Kelima: Proses terjadinya kesalahan-kesalahan pandangan mata karena panca indera.
Pasal Keenam: Proses terjadinya kesalahan-kesalahan pandangan mata berkaitan dengan pengetahuan.
Pasal Keempat: thu Fisika
Pasal Ketujuh Proses terjadinya kesalahan-kesalahan pandangan mata yang berkaitan dengan analogi.
Pasal Pertama Pengantar artikel.
Pasal Kedua Persepsi persepsi obyek yang dipandang memantul dari benda benda yang mengkilat
Pasal Keempat: Pengetahuan yang diperoleh pandangan mata terhadap benda-benda yang mengkilat merupakan pengetahuan melalui pantulan Pasal Kelima: Proses pengetahuan pandangan mata terhadap obyeknya melalui refleksi.
Artikel Kelima: Mengenai posisi-posisi imajinasi, yaitu persepsi- persepsi yang terlihat pada benda-benda yang mengkilat. Artikel kelima ini terbagi dalam dua pasal:
Pasal Pertama: Pengantar artikel.
Pasal Kedua: Penjelasan mengenai imajinasi.
Pasal Pertama: Pengantar artikel.
Pasal Kedua: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang yang terjadi pada refleksi.
Pasal ketiga: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi pada cermin datar. Pasal keempat: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi pada cermin cembung.
Pasal kelima: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi pada cermin silinder cembung.
Pasal keenam: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi pada cermin kerucut cembung. Pasal ketujuh Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang tejadi pada cermin bulat cekung.
Pasal kedelapan: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi pada cermin silinder cekung.
Pasal kesembilan: Kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi pada cermin kerucut cekung.
Pasal pertama: Pengantar artikel.
Pasal kedua: Cahaya menembus benda-benda tranparan dalam bentuk garis-garis lurus dan akan berbelok jika berbenturan dengan benda yang transparannya sedikit berbeda dengan transparansi benda-benda tersebut.
Pasal ketiga: Proses pembelokan cahaya pada benda-benda transparan
Pasal keempat: Pandangan mata terhadap obyek-obyek dibalik benda- benda transparan yang transparansinya berbeda dengan benda dimana cahaya itu menembusnya jika membelok dari tiang-tiang yang berdiri tegak di atas permukaannya merupakan pandangan atau pengetahuan melalui pembelokan cahaya.
Pasal kelima: Mengenai imajinasi.
Pasal keenam: Proses pandangan terhadap obyeknya melalui pembelokan.
Pasal ketujuh: Mengenai kesalahan-kesalahan pandangan mata yang terjadi karena pembelokan.
Sebagaimana yang kita perhatikan dengan jelas pemaparan isi buku Al-Manazhir, karya Al-Hasan bin Al-Haitsam, maka masing-masing tema dari buku tersebut dijelaskan lebih rinci dan menjadi materi pelajaran utama opok ehk dan mustahil bagi kita menganalisa dan mengkritiknya.
Sebab para ilmuwan dan guru-guru kita telah menganalisa dan melaskannya, mulai dari Kamaluddin Al-Farisi pada akhir abad ketiga belas Masehi. Dalam hal ini, Kamaluddin Al-Farisi menulis sebuah buku berjudul Tamph Al-Manazhir," dan diakhir Prof. DR. Mushtahafa Nazhif pada pertengahan abad ini, dimana ia menulis buku berjudul Al-Hasan bin Al-Haitsam dalam dua bagian. Kami akan mengemukakan sejumlah pendapat dan teori yang dinisbatkan kepada Al-Hazin-sebagaimana yang dikenal di kalangan ilmuwan Barat- sebagai berikut:
1. Al-Hasan bin Al-Haitsam merumuskan sebuah batasan atau dinding pemisah bagi beberapa perbedaan pendapat klasik dalam menjelaskan proses penglihatan yang belum mencapai kata sepakat, dan berangkat dari prinsip umum, yaitu pendapat yang menyatakan adanya dunia luar yang eksistensinya keluar dari pemikiran dan jiwa manusia. Dan bahwasanya panca indera merupakan piranti-piranti untuk mengetahuinya. Karena itu, ia menisbatkan kesadaran pandangan mata pada faktor atau pengaruh luar yang pada dasarnya memiliki bentuk nyata yang dinamakannya cahaya. Berangkat dari prinsip ini, maka secara natural akan menjauhkan ide tentang keluarnya sesuatu dari mata yang memancar ke arah obyeknya sehingga terlihat.Al-Hasan bin Al-Haitsam memperkenalkan dua definisi yang berbeda terhadap cahaya, dimana salah satunya menyatakan bahwa cahaya merupakan panas api, yang muncul dari benda-benda yang bercahaya karena eksistensinya seperti matahari, api dan benda-benda yang berpijar. Apabila cahaya tersebut menimpa benda yang tidak transparan, maka akan menyebabkannya menjadi panas. Apabila cahaya tersebut memantul dari sebuah cermin cekung dan fokus pada satu titik sedangkan titik temu cahaya tersebut berupa benda yang berpotensi untuk terbakar, maka akan membakarnya.
Definisi ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan dalam ilmu cahaya modern seperti sekarang ini. Adapun definisi kedua dari cahaya menurut Al-Hasan bin Al-Haitsam, maka sesuai dengan pendapat para filosof naturalis. Pendapat tersebut menyatakan bahwa cahaya merupakan ilustrasi esensial dalam benda yang bercahaya karena eksistensinya. Sedangkan ilustrasi yang bukan inti akan hilang bersamaan dengan hilangnya perkara yang mempengaruhinya.Al-Hasan bin Al-Haitsam tidak menunjukkan manakah di antara dua definisi ini yang lebih bisa diterima. Akan tetapi pendapat-pendapatnya yang menjadi titik tolak studi dan penelitian-penelitan yang dilakukannya tentang cahaya, maka jelaslah bahwa cahaya akan menembus sebagian benda dan tidak tembus pada sebagian yang lain. Benda-benda yang dapat ditembus oleh cahaya dinamakan dengan Al-Ajsam Asy-Syafafiyyah (Benda-benda yang Transparan). Adapun benda-benda yang tidak tembus cahaya, maka ia menamakannya Al-Ajsam Al-Katsifah (Benda-benda yang Tebal).
Al-Hasan bin Al-Haitsam mencontohkan karakter penyebaran cahaya ini dalam garis-garis lurus dengan sebuah eksperimen terhadap kamar yang gelap ataupun lemari yang memiliki lobang, yang biasa dipelajari para siswa pada masa sekarang. Dalam point pertama dari Al-Manazhir- nya, Al-Hasan bin Al-Haitsam berkata, "Apabila dalam sebuah tempat terdapat banyak lampu dalam beberapa tempat yang terpisah-pisah dimana semuanya menghadap pada sebuah lobang, sedangkan lobang tersebut menembus sebuah tempat yang gelap dan di hadapan lobang di tempat yang gelap tersebut terdapat sebuah dinding, maka cahaya lampu-lampu tersebut akan nampak pada dinding tersebut menyebar sebanyak jumlah lampu yang ada. Masing-masing cahaya yang tersebar berhadapan dengan satu lampu dalam bentuk garis lurus yang melalui lobang. Apabila salah satu dari lampu-lampu tersebut ditutup dengan sebuah kain, maka akan menghapuskan cahaya yang masuk pada tempat yang gelap itu, yang berhadapan dengan lampu itu saja. Apabila kain tersebut diangkat dari lampu, maka cahaya tersebut akan kembali ketempatnya semula.