Strategi Kognitif dalam Pembelajaran
Strategi kognitif menurut Gagne (dalam Martinis Yamin, 2006:5) adalah kemampuan internal seseorang untuk berfikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berfikir unik di dalam menganalisa, memecahkan masalah dan di dalam mengambil keputusan.
Strategi kognitif yang dimaksud yaitu kemampuan kognitif yang dimiliki guru dalam kaitannya dengan pembelajaran. Kemampuan dan keunikan berfikir tersebut sebagai executive control, atau disebut dengan kontrol tingkat tinggi, yaitu analisa yang tajam, tepat dan akurat. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan dunia politik Indonesia kini, bagi yang memiliki kemampuan kognisi yang tinggi sebegitu mudah memecahkan masalah akan tetapi begitu mudah pula membalik fakta, konsep, dan prinsip atas kepentingan politik yang didukung, demikian sebaliknya kemampuan kognisi yang rendah mereka tiada pernah mengambil terobosan hanya sebagai penurut saja.
Demikian pula dengan Bell-Gredler (dalam Martinis Yamin, 2006:5), menyebutkan strategi kognisi sebagai suatu proses berfikir induktif, yaitu membuat generalisasi dari fakta, konsep, dan prinsip dari apa yang diketahui seseorang. Strategi kognitif tidak berkaitan dengan ilmu yang dimiliki seseorang, melainkan suatu kemampuan berfikir internal yang dimiliki seseorang dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu yang dimilikinya.
Latar belakang pendidikan formal sangat mempengaruhi dalam ketrampilan berfikir seseorang, karena dalam pendidikan telah dibekali dengan analisis, sintesis, dan evaluasi. Dengan kemampuan berfikir ini guru-guru dapat hidup mandiri, mampu menganalisa, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dari fenomena-fenomena di sekitarnya.
Strategi kognitif merupakan kapabilitas yang mengatur cara bagaimana guru mengelola pembelajaran, ketika mengingat-ingat, dan berfikir, juga merupakan proses pengendali atau pengatur pelaksana tindakan. Strategi kognitif mempengaruhi perhatian guru terhadap stimulus-stimulus, skema penyusunan sandi yang dilakukan guru, dan “tumpukan” informasi yang disimpan dalam ingatan. Kapasitas itu juga mempengaruhi strategi guru dalam mencari dan menemukan kembali hal-hal yang disimpan dan dalam mengorganisasi respons-respons. Gagne (dalam Martinis Yamin, 2006:6) menyatakan bahwa strategi kognisi itu serupa dengan perilaku pengelolaan diri.
Berbeda dengan informasi verbal dan ketrampilan intelek, yang ada kaitannya langsung dengan isi. Objek strategi kognitif ialah proses berfikir guru sendiri. Ciri penting yang lain strategi kognitif tidak seperti ketrampilan intelek, strategi itu tidak terpengaruh secara kritis oleh pelaksanaan pembelajaran, menit demi menit. Kebalikannya strategi kognisi itu terbentuk dalam jangka waktu secara nisbi lama (Gagne dan Briggs dalam Martinis Yamin, 2006:6).
Kecerdasan juga membentuk struktur kognitif yang diperlukan bagi pengadaan penyesuaian dengan lingkungan. Munzert AW (dalam Saiful Sagala, 2007:82) mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban penyelesaian dan kemampuan memecahkan masalah. David Wescher (dalam Saiful Sagala, 2007:82) memberikan pengertian tentang kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak berfikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.
Paradigma konstruktivisme oleh Jean Piaget melandasi timbulnya strategi kognitif, disebut teori meta cognition. Meta cognition merupakan ketrampilan yang dimiliki oleh guru-guru dalam mengatur dan mengontrol proses berfikirnya (dalam Martinis Yamin, 2006:9). Meta cognition meliputi empat jenis ketrampilan, yaitu :
- Ketrampilan pemecahan masalah (problem solving), yaitu : Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif.
- Ketrampilan pengambilan keputusan (decision making), yaitu : Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan kebaikan dan kekurangan dari setiap alternatif, analisis informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.
- Ketrampilan berfikir kritis (critical thinking), yaitu : Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya untuk menganalisa argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi logis.
- Ketrampilan berfikir kreatif (creative thinking), yaitu: Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya untuk menghasilkan gagasan yang baru, konstruktif berdasarkan konsep- konsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi dan asumsi individu.
Paradigma konstruktivisme dan teori meta cognition melahirkan prinsip Reflection in Action. Schon (dalam Martinis Yaniin, 2006:10), yaitu prinsip refleksi dan pengalaman praktisi profesional dalam pemecahan masalah yang pernah dihadapi untuk memecahkan masalah baru, praktisi-praktisi ini dikenal dengan nama lain Replective Practitioners.
Proses reflection in action merupakan gambaran tentang proses belajar. Bragar dan Johnson (dalam Martinis Yamin, 2006:10) menyebutkan bahwa seseorang belajar melalui aktifitas atau pekerjaan sendiri dan kemudian mengkaji ulang dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Perilaku yang direfleksikan artinya akan menjadi suatu petunjuk bagi terjadi suatu perilaku-perilaku berikutnya. Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action.
Berdasarkan teori ini menunjukkan bahwa proses belajar diawali dengan pengalaman nyata yang dialami oleh seseorang, pengalaman tersebut direfleksi secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi serta apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi di dalam memahami dan mengaplikasi pengalaman yang didapat pada situasi dan kontek yang lain. Proses implementasi merupakan situasi dan kontek yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang. Proses pengalaman dan refleksi dikelompokkan sebagai proses penemuan, sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dapat dikelompokkan dalam proses penerapan (taking action. Proses ini terjadi berulang-ulang sehingga setiap tindakan yang dilakukan seseorang merupakan hasil refleksi dari pengalaman atau kejadian dari masa lalu yang telah dialami.