Syarah Hadits Fitrah Manusia Dalam Islam
162) Abu Hurairah ra, berkata:
قَالَ رَسُولُ الله خمس من الفطرة : الإستعداد والْختانُ وَقَص الشارب ونتف الإبط وتقليم الأظفَارِ
Rasulullah saw. bersabda: "Lima perkara dari fitrah (dari watak asli kejadian manusia): mencukur bulu kemaluan, berkhitan (bersunat), menggunting misai (kumis), mencabuti bulu ketiak dan memotong kuku." (HR. Al-Jama'ah; Al- Muntaga 1: 67)163) Anas ibn Malik ra, berkata:
وَقَّتَ لَنَا النَّبِيُّ ﷺ فِي قَصِّ الشَّارِبِ وتقليم الأظْفَارِ وَنَتْفِ الْابْطِ وَحلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
164) 'Aisyah ra berkata:
SYARAH HADITS
Hadits (163) At-Turmudzy meriwayatkan hadits ini dengan perkataan, "Rasul telah menjangkakan waktu bukan memanjangkan waktunya, sebagaimana yang tersebut dalam lafazh riwayat ini."
Hadits (164) menyatakan bahwa membersihkan diri dari segala yang telah diterangkan oleh hadits ini, minimal 40 hari sekali, adalah fitrah manusia.
Al-Khaththaby mengatakan: "Dimaksud dengan perkataan, lima perkara dari fitrah ialah lima perkara yang telah menjadi sunnah Nabi dan diakui kebaikannya oleh segala syariat bahkan dibenarkan oleh tabiat yang sejahtera (sehat dan normal-Ed.), kita para umat dianjurkan mencontoh sunnah ini."
Ulama mengatakan: "Membuang bulu kemaluan, bisa dengan mencukurnya, mengguntingnya, mencabutnya, dan membubuhi obat supaya rontok." An-Nawawy mengatakan: "Yang lebih utama kita cukur."
Yang dikehendaki dengan bulu kemaluan ialah bulu-bulu yang tumbuh di sekeliling zakar orang laki-laki dan bulu yang tunbuh di atas faraj orang perempuan dan sekitarnya. Ulama mengatakan: "Khitan laki-laki, ialah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan (kulup) supaya kelihatan semuanya. Khitan perempuan ialah, memotong sedikit kulit yang terletak di pucuk kemaluan (clitoris)."
Ulama mengatakan: "Menggunting misai (kumis) hukumnya sunnat, baik dikerjakan sendiri atau dikerjakan oleh orang lain." Ulama mengatakan: "Mencabuti bulu ketiak, suatu sunnat yang disepakati. Akan tetapi jika kita takut sakit dengan mencabutinya, diperbolehkan kita memperguna- kan pisau untuk mencukurnya. Disukai kita mendahulukan ketiak kanan ke- mudian ketiak kiri. Demikian pula di ketika kita menggunting misai (kumis)."
Ulama mengatakan: "Memotong kuku, suatu sunnat yang disepakati pula. Disukai kita memotong kuku sebelah kanan kemudian sebelah kiri."
An-Nawawy mengatakan: "Kita disukai memulai dengan memotong kuku tangan kanan sebelum kuku kiri, yaitu mulai dengan telunjuk tangan kanan, sesudah itu jari tengah, sesudah itu jari manis, sesudah itu kelingking, sesudah itu ibu jari. Kemudian kita potong kuku tangan sebelah kiri dengan kita mulai dari kelingking ke jari manis, dan terus berturut-turut hingga ibu jari. Sesudah selesai memotong kuku jari-jari tangan, kita memotong kuku jari-jari kaki, dengan kita mulai dari kelingking jari kaki kanan dan terus berurutan hingga akhirnya kelingking jari kaki kiri."
Ibnu Qudamah mengatakan: "Sangat baik kita membasuh kuku sesudah kita memotongnya, karena jika kita menggaruk sesuatu dengan kuku yang baru dipotong sebelum dibersihkan ujungnya dengan air, mungkin mendatangkan bahaya bagi kulit."
Ulama mengatakan: "Memendekkan janggut, ialah memeliharanya dengan baik dan menurunkannya sedikit dengan membuang sebelah kanan-kirinya, yakni jangan terlalu dibesarkan dan dipanjangkan hingga ke dada." Di antara ulama ada yang berpendapat, ditinggalkan janggut sekedar segenggam saja, paling banyak. Ulama mengatakan: "Membasuh lipatan-lipatan jari dan lipatan telinga, disukai tidak ada perselisihan padanya." Al-Qadhi Iyadh: "Dimaksud dengan mengurangkan air (intiqa- shul ma') ialah menuangkannya untuk ber-istinja' (membasuh zakar dan dubur)."
Tegasnya, segala yang tersebut ini jelas sunnah, kita dituntut meneladani sunnah itu. Namun demikian menentukan jari-jari manakah yang lebih dahulu kita potong kukunya tidak ada keterangan dari syara'. Karena itu, penetapan Al- Ghazaly dan An-Nawawy dalam masalah ini, ditolak. Hadits yang disebutkan Al- Ghazaly dalam Ihya' mengenai hal ini, munkar, telah diingkari keras oleh Al- Mazari, seorang ahli hadits terkenal.
Juga tidak ada nash yang terang yang menyuruh kita mencabut bulu dubur. Dalam pada itu tabiat fitrah tentulah menghendaki kita membuang saja. Menetap kan kesunnatannya, suatu hukum perlu berdasarkan dalil.
Dalil yang menetapkan kesunnatannya tidak ada. Tentang jangka waktu kita mencukur atau memotong, maka hal ini, pada hakikatnya terserah kepada keadaan. Apabila kita rasa sudah panjang, hendaklah kita potong, atau kita kerat, walaupun belum sampai sebulan atau 40 hari. Hadits di atas ini hanya menjangka batas maksimalnya.
Referensi dari Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Menggosok Gigi dan Membersihkan Badan Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1