Syarah Hadits Orang Junub Berjalan Di Masjid
ORANG YANG SEDANG BERJUNUB ATAU HAID BERJALAN DI MASJID DAN BERHENTI DI DALAMNYA
103) 'Aisyah ra. berkata:
قال لى رسول الله : ناوليني الخمرة من المسجد، فَقُلْتُ: إِنى حَائِضِ فَقَالَ: إِن حَيضَتكِ ليست في يدك
"Pada suatu hari Rasul mengatakan kepadaku: "Berilah kepadaku tikar shalat dari masjid." Ketika itu saya berkata: "Saya sedang haid." Nabi saw. menjawab: "Haidmu tidak di tanganmu." (HR. Al-Jama'ah, selain Al-Bukhary; Al-Muntaqa 1: 140)104) Ummu Salamah ra, berkata:
دَخَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ صَرْحَةَ هَذَا المَسْجِدِ قَنادَى بِأعْلَى صَوْتِهِ: إِنَّ الْمَسْجِدَ لَايَحِلُّ لِحَائِضِ ولا جنب
"Pada suatu hari Rasulullah masuk ke dalam ruangan muka masjid ini, lalu berserulah beliau dengan suara yang keras, bahwasanya masjid tidak dihalalkan untuk orang yang sedang haid dan yang sedang junub." (HR. Ibnu Majah; Al- Muntaga 1: 141)105) Jabir ibn Abdullah ra berkata:
كانَ أَحَدُنَا يَمُرُّ في المسجد حنبًا مُجتارًا
"Seseorang di antara kami para sahabat yang sedang berjunub berlalu dalam masjid dengan tidak berhenti di dalamnya." (HR. Said ibn Manshur; Al-Muntaqa 1: 141)106) Atha' ibn Yasar ra, berkata:
رايت رجالاً من أَصْحَابِ رَسُول الله ﷺ يَجلِسُونَ في المسجد وَهُمْ مُجنبُونَ إِذَا تَوَضوا وضوء الصلاة
SYARAH HADITS
Hadits (103) menyatakan bahwa orang yang sedang haid, boleh masuk ke dalam masjid, jika ada keperluan.Hadits (104) menurut pentahqiqan pengarang Tahzibus Sunan, bahwa me- nurut pendapat Ibnu Hazm hadits ini tidak dapat dijadikan dalil karena ada perawinya yang majhul (tidak dikenal), dan ada yang tidak dapat dipakai. Hadits ini diperselisihkan oleh ulama hadits. Disebut dalam Az-Zawa'id, bahwa sanad hadits ini dicela oleh para ahli hadits. Tegasnya tidak dapat dijadikan hujjah. Khususnya dalam forum diskusi. Hadits ini menyatakan, bahwa orang yang sedang haid dan sedang junub tidak boleh berdiam di dalam masjid.
Hadits (105) juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, menyatakan bahwa sahabat-sahabat Nabi yang sedang berjunub, berlalu dalam masjid, dari pintu ke pintu dengan tidak berhenti atau duduk di dalamnya.
Hadits (106) diriwayatkan oleh Hanbal ibn Ishaq, sahabat Imam Ahmad. Dalam sanad-nya ada orang yang dicela, menyatakan, bahwa sahabat-sahabat Nabi duduk dalam masjid dalam keadaan berjunub, jika mereka telah mengambil air wudhu. Kebanyakan ulama, tidak membolehkan orang yang junub dan haid duduk di dalam masjid.
Sufyan dan Abu Hanifah mengatakan: "Tidak boleh orang yang sedang haid masuk ke dalam masjid." Paham ini disetujui Malik, menurut riwayatnya yang termasyhur.
Diriwayatkan oleh Al-Khaththaby dari Malik, Asy-Syafi'y, Ahmad dan Ahluzh Zhahir, bahwa orang yang sedang haid dibolehkan masuk ke dalam masjid, jika tidak takut darahnya tercecer yang menyebabkan masjid menjadi kotor. Demikian juga dibolehkan masuk ke dalam masjid untuk sesuatu keperluan dengan tidak berhenti lama-lama di dalamnya. Adapun tentang berhenti lama di dalam masjid, maka pendapat fuqaha adalah sebagai di bawah ini.
Asy-Syafi'y mengatakan: "Tidak boleh orang yang sedang haid berdiam lama dalam masjid, demikian juga orang yang sedang junub." Malik dan para sahabatnya mengatakan: "Tidak boleh sekali-kali orang yang sedang haid dan junub berlalu di dalam masjid apalagi berdiam atau berhenti lama di dalamnya.
Ahmad ibn Hanbal mengatakan: "Boleh orang yang sedang junub berdiam dalam masjid, jika ia mengambil air wudhu sebelum masuk." Dawud dan Al-Muzani dari sahabat Asy-Syafi'y dan Ibnu Mundzir mengatakan: "Orang yang sedang haid dan sedang junub boleh masuk ke dalam masjid tanpa syarat apa-apa." Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla.
Jika hadits Ummu Salamah dipandang shahih, pendapat Syafi'ylah yang kuat dalam soal ini. Jika tidak dipandang shahih, sebagaimana yang diterangkan Az-Zawa'id, maka pendapat Dawud dan Al-Muzani adalah yang paling kuat. Pendapat Abu Hanifah dan Malik, dalam masalah ini amat lemah, jika didasarkan kepada dalil.
Asy-Syafi'y membolehkan orang yang berjunub berlalu saja dalam masjid, dengan alasan sebagai berikut: "Diceritakan oleh Ibnu Ath-Thabary dalam tasfir- nya, bahwa pintu rumah beberapa orang Anshar menghadap ke masjid. Apabila mereka berjunub, maka tidak ada jalan lain untuk keluar dari rumahnya, terkecuali dengan melalui masjid. Karena itu untuk menerangkan hukum-hukum orang junub berlalu dalam masjid, diturunkan ayat 43 surat An-Nisa' yang artinya: "dan janganlah kamu dekati shalat (janganlah shalat) dalam hal keadaan kamu junub, melainkan bagi orang-orang yang melintas."
Asy-Syafi'y memahami dari perkataan: melainkan orang-orang yang melintas di sini, kebolehan orang-orang junub berjalan di jalan masjid dari pintu ke pintu untuk keluar. Dawud berkata: "Dimaksud dengan melainkan orang-orang yang melintas, di sini ialah orang yang sedang berjunub dibolehkan shalat dalam ke- adaan junub, jika mereka sedang dalamn safar dan tidak mendapat air." Golongan Hanafiyah juga berpendapat begini.
Hadits yang diterima shahih-nya oleh seluruh ulama hadits, tidak diperoleh dalam masalah ini. Menurut pentahqiqan kami, secara dalil, pendapat Dawud dan Al-Muzani yang kuat atau terkuat. Paham Ahmad, baik dipakai untuk ihtiyath (berhati-hati). Kami mengambil paham Dawud.
Ibnu Mundzir menerangkan dalam kitab Al-Isyraf, bahwa kebolehan orang junub berdiam di dalam masjid, adalah berdasarkan kepada hadits yang me- nerangkan bahwa orang muslim, tidak najis, yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Dan berdasarkan penerangan Al-Muzani yang dipaparkan dalam Al- Mukhtashar, yaitu: orang-orang musyrik pernah dibiarkan berada di dalam masjid. Kalau orang musyrik boleh berdiam di dalam masjid, tentulah orang-orang junub yang muslim lebih-lebih lagi. Pokok hukum sesuatu, ialah: tidak haram, hingga ada dalil yang mengharamkannya. Di sini, tidak ada dalil shahih yang mengharamkan."
Referensi berdasarkan buku Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Tentang Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Tentang Orang Yang Sedang Berjunub Atau Haid Berjalan Di Masjid Dan Berhenti Di Dalamnya