Bilangan Raka'at Shalat Tarawih
Pendapat ulama tentang jumlah rakaat shalat tarawih
Untuk jelasnya bilangan raka'at qiyam Ramadlan, marilah kita perhatikan penjelasan-penjelasan di bawah ini:
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari 'Aisyah RA., ujarnya:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي الَّليْلِ ثُمَّ يَتَرَوَّحُ فَأَطَالَ حَتَّى رَحِمْتُهُ
Inilah dasar para imam mengerjakan shalat tarawih di malam-malam Ramadlan.
Jumlah rakaat shalat tarawih sesuai sunnah
Rasulullah SAW. mengerjakan shalat tarawih sebanyak delapan raka'at, adakala sepuluh raka'at. Sesudah Rasulullah mengerjakan tarawih, beliau mencukupkannya sebelas raka'at dengan dengan witir.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim bahwa 'Aisyah RA. berkata:
ًإِنَّهُ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
"Bahwasanya Rasulullah SAW. tidak pernah melebihi di bulan Rama- dlan dan tiada selainnya (di bulan Ramadlan) atas sebelas raka'at."Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibn Khuzaimah dari Jabir RA. ujarnya:
إِنَّهُ صَلَّى بِهِمْ ثَمَانِي رَكَعَاتِِ وَالْوِتْرَ ثُمَّ انْتَظَرُوهُ فِي الْقَابِلَةِ فَلَمْ يَخْرُج إِلَيْهِمْ
"Bahwasanya Rasulullah SAW. bershalat dengan para shahabat delapan raka'at shalat malam, dan shalat witir. Kemudian mereka menanti di malam berikut, maka Rasulullah tidak keluar ke mesjid."Hadits yang diriwayatkan oleh 'Abed ibn Humaid dan Ath Thabarani dari Ibnu Abbas RA. yang berbunyi sebagai berikut:
"Bahwasanya Rasulullah SAW. bershalat di bulan Ramadlan dua puluh raka'at dan witir."
Adalah dla'if, diterima dari Abi Syaibah Ibrahim Ibn Usman. Abi Syaibah itu dilemahkan oleh Ahmad, Ibnu Mu'in, Al Bukhari, Muslim, Abu Daud, At Turmudzi, An Nasa-i dan lain-lain, dan telah didustakan oleh Syu'bah, bahkan Hadits ini dihukumkan Hadits munkar.Menurut Al Adzra'i dalam kitabnya Al Mutawashith, bahwa riwayat yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. ada melakukan shalat di dua malam itu dua puluh raka'at, adalah Hadits munkar."
Berkata Az Zarkasyi dalam Al Khadim:
دَعْوَى إِنَّهُ صلعم صَلَّى بِهِمْ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ عِشْرِينَ رَكْعَةً لَمْ تَصِحَّ بَلِ الثَّابِتِ فِي الصَّحِيْحِ الصَّلَاةُ من غَيْرِ ذِكْرٍ بالْعَدَدِ
Ringkasnya, tidak ada suatu Hadits yang marfu, yang menyatakan bahwa shalat tarawikh itu dua puluh raka'at.
Demikian pula Hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW. bershalat malam di mesjid delapan raka'at, kemudian beliau mengerjakan lagi duabelas raka'at di rumahnya, adalah Hadits. dlaif dan lemah.
Adapun tentang kadar raka'at yang diperintahkan Umar, ahli-ahli riwayat berlain-lainan riwayatnya. Karenanya, tidak dapat dijadikan hujjah.
- Diberitakan oleh malik dari As Saib ibn Yazid, bahwasanya Umar menyuruh Ubai ibn Ka'ab dan Tamim Ad Daari me- ngerjakan sebelas raka'at.
- Pada suatu riwayat, kata As Saib: "Adalah kami bershalat bersama Umar, tigabelas raka'at banyaknya.
- Ada diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari Yazid ibn Ruman, bahwa di zaman Umar itu para shahabat mengerjakan dua puluh raka'at. Akan tetapi riwayat Yazid ibn Ruman ini riwayat yang mursal. Karena Yazid ini tidak pernah ber- jumpa dengan Umar: karena dia tidak hidup di masa Umar.
- Sebagai kata pentahqiq perhatikanlah perkataan Ibn Ishak: "Tiada aku dengar barang satu haditspun dalam soal ini yang lebih shahih pada sisiku, yang lebih terpandang dan lebih berpadanan, dari Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari As Sa-ib ibn Yazid, yakni shalat tigabelas raka'at; karena Rasulullah SAW. hanya shalat (tarawikh) tigabelas raka'at sahaja."
Dua raka'at shalat iftitah, delapan raka'at shalat tahajjud (tarawikh) dan tiga raka'at shalat witir. Jika kita tetapkan bilangan raka'at tarawih duapuluh dengan riwayat Al Baihaqi dari As Sa-ib, maka dengan apakah kiranya kita tetapkan witir dalam bulan ramadlan dengan tiga raka'at, tidak lebih dan tidak kurang? Kalau ditetapkan dengan Hadits Yazid ibn Ruman, kita telah mengetahui derajat Hadits itu. Lantaran demikian, nyatalah, bahwa penetapan bilangan raka'at tarawih duapuluh raka'at itu, adalah suatu bid'ah yang nyata.
Kemudian jika kita katakan: "Hendaklah riwayat yang berlain-lainan itu yang menerangkan perbuatan Shahabat di masa Umar kita kumpulkan, maka natijahnya, ialah: "Di mana Umar itu ada yang mengerjakan duapuluh raka'at, ada yang mengerjakan tigabelas raka'at."
Walhasil, semata-mata mengerjakan duapuluh raka'at, tidak dicegah; sebagaimana tidak dicegahnya mengerjakan lebih, atau kurang dari itu.
Penduduk Madinah mengerjakan shalat tarawih dengan witir tiga puluh enam raka'at. Mereka melebihkan itu, adalah karena penduduk Kota Mekkah yang shalat duapuluh raka'at, mengerjakan thawaf di tiap-tiap dua tarawih dan mereka tidak berthawaf lagi sesudah tarawih yang kelima, yakni mereka berthawaf sesudah empat raka'at, sesudah delapan raka'at, sesudah duabelas raka'at, sesudah enambelas raka'at. Maka oleh karena itu, penduduk Madinah menggantikan thawaf itu dengan enambelas raka'at. Pada tiap-tiap sekali thawaf, diganti dengan empat raka'at.
Dalam soal menetapkan bilangan raka'at shalat tarawih, tidak ada nash qauli, hanyalah yang ada nash fi'li saja, yaitu sebelas raka'at beserta witir.
Boleh dikerjakan seberapa yang disanggupi. Tentang kebolehan mengerjakan shalat malam (tarawih) seberapa sanggup, dapat dipahamkan dari Hadits yang diriwa yatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dari Rasulullah SAW. sabdanya:
Hadits ini membolehkan shalat malam dilakukan dua-dua raka'at, bukan memestikan dua-dua raka'at dengan satu salam, karena telah sahih bahwa Rasulullah SAW. ada mengerjakan witir lima raka'at dengan sekali salam.
Berkata Asy Syafi'iy: "Membanyakkan raka'at atau menyedikitkannya sama saja, hanya hendaklah di kala disedikitkan rakaat, dipanjangkan bacaan dan dipanjangkan ruku'nya."
Perlu ditegaskan, bahwa kalau kita shalat dua puluh raka'at, maka janganlah kita kerjakan empat-empat raka'at dengan satu salam, karena yang demikian tidak pernah dikerjakan para Salaf atau berlawanan dengan yang disyari'atkan.
Inilah yang dimaksud oleh Al Qadli Husain dalam perkataannya: "Sekiranya ia bershalat empat-empat raka'at dengan satu salam, tidaklah sah shalatnya itu.".
Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dari At Thabarani dengan sanad yang hasan dari Jabir, ujarnya:
جَاءَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلعم فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ كَانَ مِنِّى فِي رَمَضَانَ قَالَ، مَاذَا أَبِي ؟ قَالَ نِسْوَةٌ فِي دَارِي قُلْنَ, إِنَّا لاَ نَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَتُصَلِّي بِصَلَاتِكَ فَصَلَّيْتُ بِهِنَّ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرْتُ فكَانَتْ سُنَّةَ الرِّضَا وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا
"Ubai Ibn Ka'ab datang kepada Rasulullah SAW. dan berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya telah terjadi sesuatu pada diriku semalam, yaitu di bulan Ramadhan. Nabi berkata: "Apakah itu, wahai Ubai? Ubai menjawab: "Ada beberapa wanita di rumahku. Mereka berkata kepadaku: "Kami tidak dapat membaca Al Qur-an, lalu kami bershalat dengan shalatmu. Karena itu aku bershalat bersama mereka delapan raka'at dan aku berwitir. Maka yang demikian itu menjadilah sunnah yang diridhai, Nabi tidak mengatakan apa-apa."Inilah sunnah yang diterima Rasulullah SAW. Tidak ada. keterangan yang lebih shahih selain dari hadits ini yang menyangkut masalah tarawih ini.
Jumhur Fuqaha dari golongan Hanafiyah dan Daud mene- tapkan duapuluh raka'at dengan berpegang kepada suatu riwayat dari penetapan Umar. Pendapat ini juga diikuti oleh Syafi'iyah dan Hambaliyah.
Berkata At Turmudzi: "Kebanyakan ahli ilmu memegangi pendapat yang diterima dari Umar, Ali dan shahabat-shahabat yang lain sebanyak duapuluh raka'at.
Berkata Asy Syafi'iy: aku melihat penduduk Mekkah menger- jakan duapuluh raka'at. Malik menetapkan tigapuluh enam raka'at, selain witir.
Az Zarqani berkata: "Disebutkan oleh ibn Hibban, bahwa shalat tarawih pada mulanya sebelas raka'at, mereka memanjangkan raka'atnya."Sesudah merasa berat memanjangkan qira-at, mereka menambah raka'at menjadi 20 raka'at dengan qira-at yang sederhana. Kemudian mereka meringankan lagi qira-at yan menambah raka'atnya menjadi 36 raka'at, selain witir. Dan hal ini terus menerus dikerjakan sampai sekarang.
Al Kamal ibn Human berkata: "Menurut dalil, yang sunnah dari duapuluh raka'at itu, hanyalah sebanyak yang Nabi kerjakan. Kemudian Nabi tinggalkan, karena kawatir jadi fardlu. Dan sudah sah riwayat seperti yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwasanya Nabi mengerjakan bersama Shahabat itu hanya sebelas raka'at bersama witir.
Berdasarkan Hadits ini maka yang disunnahkan hanyalah delapan raka'at, sedang yang dua belas raka'at lagi adalah mustahab." Dan hendaklah dibuka qiyam Ramadlan itu dengan shalat iftitah seperti membuka shalat yang lain juga.
Berdasarkan buku Pedoman Puasa Yang ditulis Oleh Teungku Muhammad hasbi Ash-Shiddieqy