Hal-hal yang membatalkan i'tikaf
Hal-hal yang membatalkan i'tikaf
I'tikaf itu batal dengan sebab-sebab yang tersebut di bawah ini:
Dalam pada itu dibolehkan keluar dari mesjid sebagai yang sudah diterangkan untuk mengerjakan sesuatu keperluan atau pekerjaan yang penting dan fardlu atasnya. Juga dibolehkan si mu'takif keluar dari tempat i'tikaf (mesjid) untuk buang air, mandi, membeli keperluannya, atau keperluan rumah tangga dan keluarganya, mengantarkan isterinya ke rumah, mengejar pencuri dan lain-lain.
Si mu'takif boleh membaca Azan di menara mesjid, jika pintu menara itu dalam mesjid atau dalam ruangan mesjid, lalu ia naik kebubungan mesjid; karena yang demikian itu masuk kedalam mesjid. Tetapi jika pintu menara di luar mesjid, batallah I'tikafnya, jika sengaja ia berbuat demikian.
Mengenai beranda mesjid, maka menurut Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah, masuk ke dalam mesjid. Menurut Malik dan satu riwayat dari Ahmad, tidak. Wal hasil, dengan keterangan yang tersebut di atas dan dengan keterangan-keterangan yang lain, dibolehkan bagi si mu'takif keluar dari mesjid untuk mengunjungi orang sakit buat sekedar bertanya hal keadaan sakit dengan tidak singgah duduk di sana dan dibolehkan mengunjungi orang mati buat sekedar menshalatinya, sebagaimana dibolehkan keluar untuk menjadi saksi sesuatu perkara.
2. Bermubasyarah (campur dengan isteri):
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَانتُمْ عَالِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ، وَتِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا .( البقرة ١٨٧ )
"Dan janganlah kamu campuri isteri-isteri, sedangkan kamu lagi ber'itikaf dalam mesjid. Itulah batasan-batasan Allah, jangan kamu mendekatinya" (Ayat 187: S. 2: Al Baqarah).
Dan dibolehkan kita memegang isteri dengan tidak disertai syahwat. Isteri-isteri Nabi pernah menyisiri rambut Nabi sedang Nabi beri'tikaf.
Mencium dan menyentuh dengan syahwat, maka menurut pendapat Abu Hanifah dan Ahmad, tidak merusak i'tikaf, terkecuali inzal, walaupun dipandang telah mengerjakan yang haram. Menurut Malik dapat merusakkan i'tikafnya, karena yang demikian itu dipandang mubasyarah yang diharamkan, sama dengan inzal. Asy Syafi'i mempunyai dua pendapat dalam soal ini.Kata Ibn Rusyd di dalam Bidayatul Mujtahid: "Sebab para Ulama berselisih pendapat, ialah: "apakah lafadh yang mem- punyai hakikat dan arti majaz dipakai untuk kedua-duanya yakni diumumkan, atau tidak. Orang yang berpendapat, bahwa lafadh tersebut diumumkan maka ia menetapkan bahwa mubasyarah dalam firman Allah: "Dan janganlah kamu bermubasyarah dengan para isteri, sedangkan kamu beri'tikaf dalam mesjid." (ayat 187 S 2; Al Baqarah) masuk jima' dan yang di bawahnya.
Orang yang tidak mengumumkan dan itulah pendapat orang banyak, berkata: "Lafadh itu adakala menunjukkan kepada jima', adakala menunjukkan di bawahnya. Kalau kita mengatakan menunjuk kepada jima' dengan ijma' ulama, tentulah dia tidak menunjuk kepada selain dari jima'; karena lafadh itu tidak menunjuk kepada hakikat dan majaz
Ulama yang menempatkan inzal di tempat persetubuhan, adalah karena dipandang inzal searti dengan jima' dan orang yang tidak menempatkan inzal di tempat persetubuhan, adalah karena inzal itu tidak dinamai persetubuhan."
Murtad itu berlawanan dengan ibadah dan berlawanan dengan firman Allah SWT.: "Sungguh jika Engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah, rusak binasalah amalan-amalan engkau." (ayat 65: S 39; Az Zumar)
4. Hilang akal, lantaran gila atau mabuk.
5. Datang haidh atau nifas.
Nadzar i'tikaf sehari, semalam dan sebulan
Apabila seorang bernadzar dengan i'tikaf sehari, atau beberapa hari yang ditentukan, hendaklah ia masuk ke dalam I'tikaf itu sebelum terbit fajar dan keluar dari padanya sesudah terbenam matahari, baik dalam Ramadlan, ataupun bukan.
Apabila seorang bernadzar semalam atau beberapa malam, hendaklah ia masuk ke dalam I'tikafnya itu sebelum terbenam matahari dan ia keluar setelah terbit fajar.
Jika seseorang bernadzar beri'tikaf sebulan. hendaklah ia masuk ke dalam i'tikafnya itu sebelum terbenam matahari di malam pertama dan ia keluar dari padanya sesudah terbenam matahari di akhir hari bulan, baik bulan Ramadlan, ataupun bukan.
Dan sangatlah baiknya apabila seseorang bernadzar i'tikaf sepuluh hari yang akhir dari Ramadlan, masuk ke dalam i'tikaf sebelum terbenam matahari dari hari yang ke sembilan belas, mengingat kemungkinan bulan ini hanya dua puluh sembilan hari.
Kata ibnu Hazm: "Dilakukan yang demikian itu, adalah karena permulaan malam, terbenam matahari dan akhirnya, terbit fajar. Sedang permulaan hari, terbit fajar dan akhirnya terbenam matahari. Dan masing-masing orang itu mengerjakan apa yang telah diniatkan. Jika ia bernadzar i'tikaf sebulan, maka permulaan adalah dari awal malamnya dari bulan itu. Karena itu hendaklah ia masuk sebelum sempurna terbenam seluruh mata- hari pada akhir bulan, baik bulan Ramadlan, ataupun bulan yang lain.
Keutamaan i'tikafTelah terang bahwa i'tikaf, adalah suatu ibadat yang disunat muakkadah.
Dalam pada itu kita tidak menentukan Hadits yang shahih yang menerangkan keutamaannya. Abu Daud pernah menanyakan kepada Ahmad, apakah Ahmad pernah mendengar sesuatu Hadits yang menerangkan keutamaan i'tikaf, Ahmad menjawab: "Tidak, hanya yang ada hadits-hadits yang dha'if." Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari Ibn Abbas, bahwa Nabi bersabda :
مَنْ مَشَى فَى حَاجَةِ أَخِيهِ وَبَلَغَ فِيهَا كَانَ خَيْرََا لَّهُ مِنْ اعْتِكَافِ عَشْرِ سِنَيْنَ وَمَنِ اعْتَكَفَ يَوْمََا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ ثَلَاثَ خَنَادِقَ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْخَافِقَيْنِ
"Barangsiapa berusaha membantu saudaranya dan dia berupaya memperolehnya, niscaya yang demikian itu lebih baik baginya dari i'tikaf 10 tahun. Dan barangsiapa beri'tikaf sesuatu hari untuk mencari keridlaan Allah, niscaya Allah meletakkan di antaranya tiga buah parit yang jaraknya lebih jauh dari antara batas timur dan barat."Referensi: Buku Pedoman Puasa