DERAJAT ORANG YANG BERPUASA
THABAQAT ORANG-ORANG YANG BERPUASA
Orang yang berpuasa ada tiga thabaqat (tingkat):
- Meninggalkan makan minum dan persetubuhan.
- Meninggalkan makan, dan syahawat karena Allah dengan mengharapkan ampunan dan sorga, atau terhindar dari neraka. Orang ini berniaga dengan Allah, berusaha memperoleh keuntungan.
- Meninggalkan makan dan minum serta syahawat, bahkan menahan hati dari segala yang lain dari Allah; karena semata-mata mengharapkan keridlaan-Nya saja.
Ahlul khusus memelihara lidah dari berdusta dan berbohong, sesudah menahan diri dari makan, minum dan jima'. Ahlul Ma'rifah memelihara hati dari segala rupa yang selain dari Allah.
Mereka memandang bahwa puasa itu telah dipandang terbuka dengan memikiri yang selain Allah dan hari akhir dan dengan memikiri dunia yang tidak ada hubungannya dengan akhirat. Berkata ahli Tashauf:
مَنْ تَحَرَّكَتْ هِمَّتُهُ بِالتَّصَرُّفِ فِي نَهَارِهِ لِتَدْبِيرِ مَا يُفْطِرُ عَلَيْهِ كُتِبَ عَلَيْهِ خَطِيئَةً فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ قِلَّةِ الْوُثُوْقِ بِفَضْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقِلَّةِ الْيَقِينِ بِرِزْقِهِ الْمَوْعُوْدِ
"Barangsiapa tergerak hatinya di siang hari untuk mengurusi dan mengatur makanan berbuka, ditulislah satu kesalahan baginya, karena yang demikian itu tanda kurang kepercayaannya kepada Allah dan kurang keyakinan kepada rezki yang telah dijanjikan-Nya."Inilah martabat Nabi, para Shiddiqin.
Apabila puasa ahlul Ma'rifah, ini hanya dikerjakan para Shiddiqin dan para Muqarrabin, maka puasa khusus itulah yang ditujui Islam dan yang dikehendaki dalam puasa ini. Sabda Nabi SAW.:
Dimaksudkan dengan perisai, ialah: pemelihara diri dari segala kelezatan yang memenuhi syahawatnya.
Dimaksudkan dengan "rafas", ialah mengekang segala keinginan yang keji, seperti persetubuhan dan lainnya yang membawa kepada rangsangan sex. Dimaksudkan dengan "jahil," ialah: buruk pekerti yang nampak pada sebahagian perbuatan, seperti berteriak, mengeluarkan kata-kata yang tidak disukai orang.
Dimaksudkan dengan "pembunuhan", ialah: kutuk mengutuk. Bila seseorang dikutuk atau dimaki, maka janganlah dibalasnya; hendaklah ia ingat bahwa ia sedang berpuasa. Puasa inilah yang difardlukan atas setiap mukmin yang menjadikan tangga taqwa. Puasa yang seperti ini, menghasilkan dua natijah:
- Meninggikan iradat pada diri si muslim.Dia menahan diri dari memadatkan perutnya di siang hari sejak dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
- Mendidik dlamir, (perasaan kasih sayang pada diri si muslim).
Dlamir yang sadar inilah yang sangat diperlukan masyarakat. Mengingat hal ini, maka di antara kewajiban pemerintah Islam, ialah menangkap orang-orang Islam yang merusakkan kehormatan orang berpuasa, minum terang-terangan di warung-warung dan sebagainya.
Ringkasnya, puasa yang diwajibkan kita mengerjakannya oleh Al Qur-an, tidaklah puasa lahiri dan bersifat kebendaan yang merupakan usaha menjauhi segala yang membukakan puasa, tetapi puasa yang dikehendaki ayat, ialah puasa yang bersifat kejiwaan dan positif yang dengan puasa itu diusahakan men- capai tujuan Syari'ah, yaitu membentuk perangai taqwa pada diri si muslim. Allah tidak memerlukan penderitaan-penderitaan yang kita derita dari puasa. Allah bermaksud supaya puasa kita itu menjadi madrasah (lembaga).
Di situ kita pelajari maknanya sabar, maknanya muqawamah (menentang hawa nafsu), makna iradat dan makna akhlaq, yang kesemuanya itu dicakup oleh makna taqwa. Taqwa merupakan lautan yang besar, kedalamnyalah dituangkan segala perangai ulama. Ayat mengikat puasa dengan taqwa dan menjadikan taqwa hasil yang tabi'i bagi puasa. Lantaran itu ayat mengharuskan kita mengerjakan puasa yang bersifat negatif dan positif, puasa perut dan anggauta serta hati. Serendah-rendah martabat puasa, ialah menahan diri dari makan, minum dan syahawat. Banyak orang yang menyangka, bahwa bila mereka telah meninggalkan makan dan minum dan syahwat, telah terlepas dari kewajiban. Ini adalah puasa yang bersifat negatif, sedangkan yang dimaksud dengan puasa, yang bersifat negatif dan positif.
Referensi berdasarkan Buku Pedoman Puasa Karangan Hasbi Ash-Shiddieqy