Apakah masuk waktu menjadi syarat untuk boleh bertayammum?
272) Amr ibn Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata:
قَالَ رَسُولُ اللهِ : جُعَلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا أَيْنَمَا أَدْرَكَتْنِي الصَّلَاةُ تَمَسَّحْتُ وَصَلَّيْتُ
Rasulullah saw bersabda: "Telah dijadikan bumi untukku tempat bersujud dan alat bersuci. Di mana saja aku bertemu waktu shalat, aku menyapu dengan bumi (bertayammum) dan lalu aku shalat." (HR. Ahmad; Al-Muntaqa 1: 165; Nailul Authar 1: 326-328; Al-Muhalla II: 133; Umdah Al-Ahkam 1: 114; Al-Mughny 1: 239)SYARAH HADITS
Hadits (272), asal (pokok) hadits ini terdapat juga dalam Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Jabir. Hadits ini menyatakan, bahwa bertayammum, boleh dengan sembarang tanah, tidak mesti dengan yang berdebu saja. Dan bertayammum itu dilakukan di waktu setelah masuk waktu shalat.Ibnu Daqiqil Id dalam Syarah Al-Umdah mengatakan: "Barangsiapa menentukan tayammum dengan tanah yang berdebu saja, perlu dalil yang jelas." Pengarang Az-Zad mengatakan: "Nabi saw bertayammum dengan bumi, tempat beliau shalat, baik berdebu ataupun tidak."
Sebagian ahli fiqh berpaham, hadits ini menunjukkan kepada diisyaratkan masuk waktu untuk bertayammum. Demikian pula pendapat Asy-Syafi'y, Malik, Ahmad dan Dawud. Abu Hanifah dan ashhab-nya berpendapat, bahwa bertayammum, boleh sebelum masuk waktu.
Menurut pentahqiqan kami, pendapat Abu Hanifah-lah yang tegas dan itulah yang dipahamkan dari zhahir ayat. Keterangan yang hanya mensahkan tayammum sesudah masuk waktu tidak diperoleh. Tegasnya, bertayammum, sah sesudah masuk waktu dan sah juga sebelum masuk waktu.'
Dalam Buku Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Tentang Koleksi Hadits-hadits Hukum - 1