MENAMAKAN SHALAT ISYA' DENGAN ATAMAH
MENAMAKAN SHALAT ISYA' DENGAN ISYA' DAN ATAMAH
349) Abu Hurairah ra. menerangkan:اِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا في النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُّوْا عَلَيْهِ لاَ سْتَهَمُوْا عَلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْهَجِيْرِ لَا سَتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا في العَتْمَةِ وَالصُّبحِ لَأَتَوْهَا وَلَوْ حَبْوًا
"Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Sekiranya manusia mengetahui betapa utama dan banyaknya pahala adzan dan shaf pertama, maka mereka mau berlomba-lomba untuk memperolehnya, andaikan tidak dapat memperoleh selain dengan jalan tersebut. Sekiranya mereka mengetahui betapa besar pahala bersegera dalam mengerjakan shalat Zhuhur (hajir), tentulah mereka dahulu mendahului datang kepadanya (menghadiri jamaahnya). Sekiranya mereka me- ngetahui betapa besarnya pahala yang mereka peroleh dari menghadiri shalat atamah dan Shubuh, tentulah mereka mendatanginya walaupun dengan jalan merangkak." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 226)350) Ibnu Umar ra. berkata:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله ﷺ يَقُولُ: لَا يَغْلَبَنَّكُمُ الْأَعْرَابُ عَلَى اسْمِ صَلَاتِكُمْ إِلَّا أَنَّهَا الْعِشَاءُ وَهُمْ يَعْتِمُوْنَ بِالْإبِلِ
"Aku dengar Rasulullah bersabda: Janganlah kamu di kalahkan oleh orang-orang Arab Baduwi dalam menamakan shalatmu Isya'. Orang-orang Baduwi melambatkan pekerjaan memeras susu hingga agak jauh malam (mereka memeras susu di waktu atamah)." (HR. Ahmad, An-Nasa'y dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 227)351) Abu Salamah ibn 'Abdurrahman berkata:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ اذَا سَمِعَهُمْ يَقُولُونَ الْعَتَمَةَ صَاحَ وَغَضِبَ
SYARAH HADITS
Hadits (349), menyatakan keutamaan adzan dan berdiri di shaf pertama. Juga menyatakan keutamaan untuk segera menghadiri jamaah Zhuhur, jamaah atamah (Isya') dan Shubuh.
Hadits (350), lafazh ini menurut riwayat Muslim. Hadits ini menyatakan, bahwa kita tidak diperbolehkan menamakan Isya', dengan atamah.
Hadits (351), menurut riwayat Asy-Syafi'y, dari Ibnu Umar, bahwa Ibnu 'Umar apabila mendengar mereka menyebut atamah, berteriak dan marah. Abu Ya'la dan Al-Baihaqi meriwayatkan juga hadits ini dari Abdurrahman ibn Auf dan Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Hurairah. Sanad riwayat Ibnu Majah ini hasan. Hadits ini menyatakan, bahwa menamakan shalat Isya' dengan shalat atamah tidak diperbolehkan.
Ulama salaf berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang tidak suka menamakan Isya' dengan atamah, seperti Ibnu 'Umar. Ada yang memperbolehkan, seperti Abu Bakar ibn Abi Syaibah. Ada yang memandangnya kurang baik saja.
Ibnu Mundzir mengatakan, "Memandangnya kurang baik, dinukilkan dari Malik dan Asy-Syafi'y Inilah pendapat yang terpilih (bernilai)."
Al-Qurthuby mengatakan, "Kita dilarang menamakan Isya' dengan atanah, karena untuk melepaskan ibadah yang ditetapkan syara' dari menamakan dengan nama yang biasa dipakai untuk pekerjaan dunia, yaitu memeras susu. Para pemeras susu melambatkan pekerjaannya ke waktu yang agak jauh dari permulaan malam. Mereka memeras susu pada waktu atamah, supaya terlepas dari pandangan kaum miskin melarat."
Ath-Thabari mengatakan, "Kata atamah, pada asalnya, memeras susu ketika telah agak jauh malam. Karena mereka mengerjakan shalat Isya' di waktu itu, mereka menamakan shalat Isya' dengan atamah." Maimun ibn Mahran mengatakan, "Saya bertanya kepada Ibnu Umar tentang orang yang mula-mula menamakan Isya' dengan atamah. Beliau menjawab: Setan."
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, "Isya' pada mula-mulanya dinamakan dengan atamah. Tetapi sesudah kata Isya' hampir hilang diganti oleh kata atamah, baru dikeluarkan larangan menamakan Isya' dengan atamah."
Hadits pertama menyatakan kebolehan kita menamakan Isya' dengan atamah. Hadits tersebut menyebut secara tegas nama atamah di dalamnya. Hadits kedua dan ketiga tidak memperbolehkan. Karena tidak dapat diketahui dengan pasti, apakah larangan ini datangnya setelah diperbolehkan, ataukah bukan, hendaklah kita kumpulkan hadits-hadits ini dengan jalan menetapkan, bahwa menamakan Isya' dengan atamah kurang baik, walaupun boleh, tidak haram. Untuk mengharamkan tidak ada alasan yang kuat."Beradasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah) Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1