Adzan Pada Setiap Awal Waktu Shalat Di Masjid
ADZAN PADA SETIAP AWAL WAKTU SHALAT DI MASJID/MUSHALLA (ADZAN JAMAAH) DAN KETIKA SHALAT SENDIRI
375) Malik ibn Huwairits menerangkan:
376) Abu Darda' ra. berkata:
377) Utsman ibn Abil Ash berkata:
378) Uqbah ibn Amir ra, berkata:
379) Malik ibn Huwairits ra. berkata:
380) Abu Said Al-Khudri ra berkata:
SYARAH HADITS
Hadits (376), diriwayatkan juga oleh Al-Hakim Al-Hakim mengatakan, "Hadits ini shahih sanadnya." Hadits ini menurut riwayat Abu Daud berbunyi: "Tidak ada suatu desa atau kampung yang didiami oleh tiga orang yang tidak pernah diperdengarkan iqamat di kampung itu, melainkan apabila mereka telah dipengaruhi setan. Ikutlah jamaah (berkumpullah untuk mendirikan shalat), karena serigala itu, hanya menerkam kambing yang terpisah (dari kawannya)."
Hadits ini menyatakan jamaah wajib adzan dan iqamat ketika hendak mendirikan shalat, karena dipahamkan dari sabda Nabi, "Tidak mengumandangkan adzan berarti telah dipengaruhi setan". Juga memberi pengertian bahwa berja- maah menegakkan shalat disyariatkan, apabila telah ada tiga orang dalam suatu tempat. Bahkan menyatakan wajib adzan di setiap kampung.
Hadits (377), At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan." Al-Hakim mengata- kan, "Hadits ini shahih." Hadits ini menyatakan bahwa kita boleh meminta dijadikan imam bila kita berhak untuk itu. Hadits ini juga menyuruh kita memperhatikan kemaslahatan makmum yang lemah-lemah. Juga menyuruh para pemimpin mengangkat Muadzin untuk mengumandangkan adzan di setiap awal waktu di tempat mendirikan jamaah.
Hadits (378), semua perawinya dapat dipercaya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Said ibn Mansur, Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi. Hadits ini terdapat dalam Al- Muwaththa' dan An-Nasa'y dengan bunyi, "Apabila engkau berada beserta kambing-kambingmu, atau dalam kampungmu lalu kamu beradzan untuk shalat, maka angkatlah suaramu, karena jangkauan suara seorang Muadzin yang terdengar oleh jin, manusia dan lainnya, menjadi saksi untuknya di hari akhirat." Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dan Al-Maqdisi dari Salman, bahwa Nabi bersabda, "Apabila seseorang berada di lapangan yang tandus berwudhu, atau bertayamum kalau tidak ada air, kemudian beradzan, kemudian beriqamat dan shalat, datanglah laskar-laskar Tuhan bershaf-shaf mengikutinya."
Hadits ini menyatakan, bahwa orang yang shalat sendiri disuruh melakukan adzan dan menolak perkataan orang yang menentukan adzan bagi jamaah saja. Hadits ini menyunatkan adzan bagi orang seorang walaupun adzannya tidak di- dengar orang lain. Menyatakan pula, bahwasanya adzan, salah satu dari sebab mendapat ampunan dosa.
Hadits (379), menyatakan bahwa kita disuruh beradzan kepada orang yang shalat berdua.
Hadits (380), menyatakan bahwa kita disuruh mengumandangkan adzan dan iqamat untuk shalat yang diqadhakan.
Asy-Syaukani dalam Ad-Daranl Mudhiah mengatakan, "Disyariatkan terhadap sesuatu negeri (kota) mengangkat Muadzin untuk mengumandangkan lafazh- lafazh adzan di setiap masuk waktu shalat."
Tegasnya, wajib bagi penduduk di tiap kota, atau desa untuk mengangkat seorang Muadzin. Dahulu, apabila peperangan sedang dilakukan baik di masa Nabi maupun sesudahnya, jika tentara tidak mengetahui keadaan penduduk suatu kampung, mereka menghentikan serangan hingga masuk waktu shalat. Jika mendengar adzan, tentara tersebut tidak jadi menyerang. Jika tidak terdengar adzan, baru menyerangnya sebagaimana menyerang kaum musyrikin.
Orang yang dalam perjalanan, atau tinggal sendirian, dalam suatu ladang umpamanya, hendaklah adzan untuk dirinya, demikian juga iqamat. Jamaah yang hendak mengerjakan shalat, hendaklah salah seorang mengumandangkan adzan dan iqamat.
Az-Zarqani mengatakan, "Diwajibkan adzan di masjid-masjid yang dalamnya didirikan jamaah shalat. Demikianlah menurut madzhab Malik. Mulanya, adzan disyariatkan untuk menyatakan telah masuk waktu, supaya orang-orang berkumpul untuk jamaah. Karena itu, dalam satu kota, cukup satu tempat saja dikumandangkan adzan, jika adzan dapat didengar ke seluruh kota." Apabila suatu kampung meninggalkan adzan, mereka berdosa dan hen- daklah diperangi atau diserang atas sikapnya tersebut, karena adzan adalah syiar agama dan salah satu dari tanda-tanda yang membedakan antara Darul Islam dengan Darul Kufar. Muslim memberitakan dari Anas, ujarnya, "Nabi saw. Melancarkan serangan di waktu terbit fajar serta memperhatikan suara adzan. Jika beliau mendengar adzan, beliau menghentikan serangannya. Jika tidak, beliau teruskan."
Ibnu Aqil mengatakan, "Satu adzan, adalah cukup dalam tiap-tiap tempat (kampung) dan untuk orang lain dari isi kampung adalah cukup iqamat saja." Atha', Malik, Ahmad dan Al-Ishthakhiri (menurut keterangan Al-Bahr), Mujahid, Al-Auza'y dan Daud (menurut keterangan Syarah At-Turmudzy), mengatakan bahwa menetapkan kewajiban jamaah adalah adzan untuk shalat.
Diriwayatkan oleh Al-Mawardi dari Mujahid, katanya: "Adzan dan iqamat adalah wajib, tidak dapat diganti yang satunya oleh yang lainnya. Yakni adzan tidak dapat diganti oleh iqamat, demikian pula sebaliknya. Barangsiapa meninggalkan kedua- nya atau salah satu dari keduanya, shalatnya tidak sah."
Al-Hadi mengatakan, "Barangsiapa shalat dengan tidak didahului adzan dan iqamnat, wajib diulangi shalatnya tersebut jika masih ada waktu." Atha' (menurut Az-Zarqani) mengatakan, Adzan adalah syarat sah shalat. Menurut nukilan Asy- Syaukani, bahwa Atha' berpendapat, iqamat wajib ada dan adzan tidak. Jika diting- galkan iqamat karena udzur, maka shalatnya sah. Jika bukan karena udzur, wajib diqadha." Menurut Abu Thalib, adzan, wajib, sedang iqamat tidak wajib.
Abu Bakar ibn Abdul Aziz mengatakan, "Adzan adalah fardhu kifayah. Demikian pendapat kebanyakan pengikut Ahmad dan sebagian pengikut Malik."
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, "Malik mewajibkan adzan di masjid kota saja dan cukup untuk suatu kota, satu adzan saja bila adzan itu dapat didengar oleh seluruh penduduk kota. Kemudian Malik mengatakan, "Bagi orang yang shalat di rumahnya, cukup adzan dari masjid." Pendapat ini disetujui Ahmad, katanya, orang yang shalat di rumah, tidak usah menyaringkan adzan, cukup baginya adzan yang dikumandangkan di masjid. Abu Hanifah dan Asy-Syafi'y menerangkan, bahwa adzan dan iqamat sunnat."
Pengikut-pengikut Asy-Syafi'y berbeda pendapatnya dalam masalah ini. Ada yang mengatakan, keduanya sunnat. Ada yang mengatakan, keduanya fardhu kifayah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr, bahwa Malik dan sahabat-sahabatnya berpendapat, bahwa adzan dan iqamat sunnat muakkad yang diwajibkan atas dasar kifayah.
An-Nawawy dalam Al-Majmu mengatakan, "Adzan dan iqamat, dituntut untuk lima shalat fardhu dengan nash yang shahih dan ijma', tidak dituntut untuk shalat yang lain, baik shalat nadzar, jenazah ataupun sunnat, seperti sunnat Dhuha, baik dikerjakan berjamaah, seperti shalat hari raya, kusuf dan istisqa'. Dalam hal tersebut, tidak ada perbedaan."
Asy-Syafi'y dalam Al-Umm mengatakan, "Tidak ada adzan dan iqamat selain shalat maktubah (shalat lima). Adapun shalat hari raya, kusuf dan tarawih, aku suka dibacakan Ash-shalatu jami'ah. Shalat jenazah dan segala shalat sunnat, tidak diucapkan adzan dan tidak pula diucapkan Ash-shalatu jami'ah.
Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla mengatakan, "Shalat fardhu yang dikerjakan dengan jamaah, tidak sah kalau tidak ada adzan dan iqamat, baik dikerjakan dalam waktunya, atau di luar waktunya, karena tidur atau lupa, baik dalam safar, maupun dalam hadhar. Shalat jamaah dengan tidak didahului adzan dan iqamat, shalatnya tidak sah selain Zhuhur dan Ashar di Arafah, selain dari Maghrib dan Atamah (Isya') di Muzdalifah. Shalat-shalat ini, dijamakkan dengan satu adzan saja. Adzan dan iqamat tidak dituntut kepada orang yang shalat sendirian, walaupun dianggap baik, karena nash hanya mewajibkan adzan dan iqamat, atas jamaah yang sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang."
Ibnu Abidin mengatakan, "Adzan pada mulanya tidak disunnatkan, selain untuk shalat fardhu, termasuk shalat qadha. Beberapa hadits menyatakan, bahwa adzan disunnatkan juga di:
- Telinga bayi yang lahir,
- Telinga orang yang sangat gundah:
- Telinga orang yang sedang memuncak kemarahannya;
- Telinga orang yang rebah terpelanting lantaran kemasukan jin (kesurupan);
- Waktu melihat kebakaran;
- Waktu berkecamuk peperangan;
- Ketika melihat jin ifrit di tempat-tempat yang lapang;
- Sesudah seorang musafir berangkat;
- Ketika tersesat dalam perjalanan.
Setelah hadits-hadits yang berkenaan dengan adzan dan iqamat diperhatikan dengan seksama, nyatalah bahwa wajib adzan bagi jamaah yang hendak mengerjakan shalat fardhu, walaupun sudah di tengah waktu.
Hadits Nabi: "Hendaklah diadzankan untukmu oleh satu orang di antaramu," terang menetapkan kefardhuannya. Memalingkan perintah dari wajib kepada nadah (sunnat), memerlukan nash yang lain. Apakah ada nash yang memalingkan itu? Adzan yang diwajibkan di permulaan waktu di tiap masjid bagi penduduk kam- pung. Namun demikian, tidak dapat kita menjadikan adzan ini syarat sah shalat, walaupun kita akui bahwa adzan adalah tugas yang diwajibkan.
Tentang tidak wajib adzan bagi orang perorang, dipahami dari hadits "Apakah engkau hendak shalat, perbaiki wudhu, kemudian menghadap kiblat lalu bertakbirlah."
Ibnu Mundzir mengatakan, "Adzan dan iqamat wajib bagi tiap jamaah, baik di dalam hadhar ataupun safar, karena Nabi memerintahkan demikian kepada Malik ibn Huwairits dan teman-temannya. Perintah itu bersifat wajib. Nabi selalu mengerjakannya, demikian pula para khafilah dan sahabat. Apalagi mengingat bahwa adzan adalah syiar Islam yang sangat nyata. Hanya jamaah yang mengerja- kan shalat di tengah-tengah waktu, yang tidak menghendaki memanggil orang lagi, tidak dituntut mengeraskan suaranya. Demikian pula orang yang shalat sendiri di rumah, tidak dianjurkan mengumandangkannya, karena adzannya bukan untuk waktu, tetapi untuk shalat."
Dengan memperhatikan hadits-hadits ini, kita memperoleh kesan bahwa ada tiga derajat adzan.
Pertama, adzan yang wajib dikumandangkan oleh seseorang Muadzin resmi atas nama penduduk kampung. Muadzin ini diangkat oleh mereka Muadzin ini bertugas dan memelihara waktu dengan sebaik-baiknya, dan mengumandangkan adzan begitu mengetahui bahwa waktu telah masuk.
Kedua, adzan yang dituntut atas orang yang hendak mendirikan shalat dengan berjamaah, walaupun mereka shalat tidak di awal waktu.
Ketiga, adzan yang disukai juga disuarakan oleh orang yang mengerjakan shalat sendiri di rumah dengan tidak usah men-jahar-kannya.
Menurut penelitian, wajib bagi penduduk suatu kampung mengangkat seorang Muadzin untuk memberi tahu masuk waktu, walaupun dengan jalan upah jika tidak diperoleh sukarelawan untuk menjaga waktu-waktu shalat dan memgumandangkan adzan sebaik waktu shalat yang diketahui masuknya.
Natijahnya, penduduk kampung yang tidak peduli terhadap urusan ini, tidak memerlukan Muadzin yang mengumandangkan adzan di waktu-waktu shalat, dan mereka berdosa. Hal ini perlu diperhatikan oleh umat, karena kita hanya men- dapati adzan itu sebagian waktu saja dalam keadaan yang tidak terpelihara pula.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Adzan dan Iqamat Tentang Adzan Pada Setiap Awal Waktu Shalat Di Masjid/Mushalla (Adzan Jamaah) Dan Ketika Shalat Sendiri