HADITS AURAT LAKI-LAKI
AURAT LAKI-LAKI
453) Ali ibn Abi Thalib ra, berkata:
ٍقَالَ رَسُولُ اللهِ لَا تُبْرِزْ فَخِذَكَ وَلَا تَنْظُرْ إِلىَ فَخِذِ حَيٍّ وَلَا مَيِّت
"Nabi saw. bersabda: Janganlah kamu memperlihatkan pahamu dan janganlah kamu melihat kepada paha orang yang masih hidup dan jangan pula kepada paha orang yang telah mati." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, Al-Muntaga 1: 267)454) Ibnu Abbas ra. berkata:
455) Muhammad ibn Jahasy ra. berkata:
456) Jarhad Al-Aslami ra. berkata:
457) Aisyah ra. menerangkan
458) Anas ibn Malik ra. menerangkan:
SYARAH HADITS
Hadits (454). At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan gharib." Al- Baihaqi mengatakan, "Hadits ini shahih." Alauddin At-Turmudzy mengatakan, "Dalam hadits ini terdapat orang yang bernama Abu Yahya Al-Qattat, seorang yang banyak meriwayatkan hadits yang lemah." Yahya ibn Ma'in mengatakan, "Dalam sanad hadits ini, ada kelemahan." Al-Bukhary, menurut riwayat Ad-Daraquthni dan Ibnu Daqiqil Id juga melemahkan hadits ini. Hadits ini menyatakan, bahwa paha adalah aurat.
Hadits (455), diriwayatkan oleh Al-Bukhary dalam Tarikh-nya. Dalam sanad ini ada orang yang cacat. Demikian kata Ibnu Hajar dalamn Fathul Bari. Alauddin At-Turkumani mengatakan, "Dalam sanad hadits ini terdapat dua illat." Hadits ini me nyatakan, bahwa paha adalah aurat.
Hadits (456) diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwaththa. Diriwayatkan juga oleh Ahmad, Abu Daud dan At-Turmudzy dari Jarhad Al-Aslami. Turmudzy mengatakan, "Hadits ini hasan." Alauddin At-Turkumani mengatakan, "Hadits ini tidak hasan. Di dalamnya terdapat tiga kecacatan, bahkan sanadnya terbolak balik, atau kacau. Hal ini telah ditegaskan juga oleh Ibnu Qaththan." Al-Haitamy mengatakan dalam Majma uz Zawaid, "Dalam hadits Jarhad ini terdapat seseorang yang dhaif, yaitu Abdurrahman ibn Abu Zinad." Hadits menyatakan, bahwa paha adalah aurat.
Hadits ini (457), juga diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Jabir dengan cara ta'liq. Hadits ini menyatakan, bahwa paha bukan aurat.
Hadits (458), menyatakan bahwa paha bukan aurat. Ahli hadits berbeda pendapat tentang paha, apakah aurat atau bukan. Golongan yang berpegang kepada hadits Ali, Ibnu Abbas, Muhammad ibn Jahasy dan Jarhad Al-Aslami menetapkan, bahwa paha adalah aurat. Golongan yang berpegang kepada hadits 'Aisyah dan Anas menetapkan, bahwa "paha" bukan aurat.
An-Nawawy mengatakan, "Pendapat yang masyhur dalam madzhab Asy-Syafi'y menetapkan, bahwa aurat laki-laki ialah bagian badan antara pusar dengan lutut." Menurut pendapat Abu Hanifah, aurat laki-laki, dari lutut ke pusar. Pusar bukan aurat. Pendapat ini, diterima dari Atha'. Daud dan Muhammad Ibnu Jarir mengatakan, "Aurat hanyalah dua kemaluan." Ibnu Hazm mengatakan, "Aurat yang difardhukan bagi laki-untuk laki menutupinya di luar dan di dalam shalat hanyalah zakar dan halqah (lubang) dubur."
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, "Aurat, menurut nash Ahmad, Malik dan Asy-Syafi'y ialah bagian yang berada di antara pusar dan lutut. Pusar dan kedua lutut bukan aurat." Menurut madzhab Abu Hanifah, lutut termasuk aurat, dan pusar tidak. Aurat wajib ditutup dengan kain yang tidak tembus pandang. Kalau kain tersebut tipis, hingga nampak warna kulit seseorang tidak sah shalatnya. Kalau menutupi wamanya, walaupun sangat lekat, yakni kelihatan bentuk anggota (badan), diperbolehkan.
Hadits di atas, satu sama lain berlainan lahirnya. Karena itu, perlu dikumpulkan (dikompromikan). Kesimpulannya, menetapkan bahwa:
- Membuka paha adalah makruh (menutupinya sunnat, tidak fardhu). Adapun yang fardhu ditutupi adalah dua kemaluan saja.
- Aurat ada dua macam. Pertama, aurat mughalladhah. Kedua, sunnat mukhaffafah.
- Aurat yang dimaksud hadits 'Ali, Ibnu Abbas dan Jarhad, adalah kedua macam aurat tersebut. Aurat yang dikehendaki hadits 'Aisyah dan Anas, aurat mughaladhah saja. Aurat mughaladhah (yang amat sangat kita dituntut menutupinya), ialah qubul dan dubur. Aurat mukhaffafah yang dipandang kurang baik terbukanya ialah paha.
- Nabi mencegah dan Nabi melakukan yang dicegah tersebut, memberi kesan, bahwa cegahan tersebut bersifat makruh dan perbuatannya bersifat mubah, bukan sunnat. Membuka (memperlihatkan) paha tidak untuk Nabi saw. saja, seperti yang dikatakan oleh sebagian ahli ilmu."