HADITS SHALAT DENGAN TIDAK MENUTUP PUNDAK
SHALAT DENGAN TIDAK MENUTUP PUNDAK
470) Abu Hurairah ra, menerangkan:إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: لَا يُصَلِّينَ أَحَدُكُمْ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ شَيْءٌ مِنْهُ
"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Janganlah salah seorang di antara kamu mengerjakan shalat dengan memakai sehelai kain yang tidak menutupi pundak." (HR. Al-Bukhary dan Muslim, Al-Muntaqa 1: 272, 275)471) Jabir ibn Abdullah ra. menerangkan:
اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِذَا صَلَّيْتَ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ فَإِنْ كَانَ وَاسِعًا فَالْتَحَفْ بِهِ، وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ
"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Apabila kamu shalat dengan memakai sehelai kain, maka jika kain itu lebar (luas), hendaklah diselimutkan, dan jika sempit, hendaklah disarungkannya." (Ahmad, Al-Bukhary dan Muslim, Al-Muntaga 1: 275)472) Salamah ibn Akwa' ra berkata:
قُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ ﷺ اِنِّ أَكُوْنُ فِي الصَّيْدِ وَأُصَلِّى وَلَيْسَ عَلَيَّ اِلَّا قَمِيْصٌ وَاحِدٌ قَالَ: فَزَرِّرْهُ وَإِنْ لَمْ تَجِدْ إِلَّا شَوْكَةً
"Saya bertanya kepada Nabi saw.: Ya Rasulullah saya selalu pergi berburu dan juga mengerjakan shalat. Tetapi padaku tidak ada selain berburu dan juga menger- jakan shalat. Tetapi padaku tidak ada selain sehelai baju kurung (qamish). Maka Nabi menjawab: Kancingkanlah dia walaupun dengan duni." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'y, Al-Muntaqa 1: 272)SYARAH HADITS
Hadits (470) juga diriwayatkan oleh Ahmad. Dalam riwayat Muslim terdapat perkataan: "dua pundaknya." Dalam Munad Ahmad terdapat kedua perkataan ini. Hadits ini menyatakan, bahwa seseorang yang mempunyai sehelai kain, hendaklah ia selempangkan ujung kain itu ke pundaknya supaya tertutup seluruh bagian badannya. Jangan ia memakai sarung saja di pinggangnya. Sepertinya, kain itu menjadi ganti baju dan kain sarung. Demikianlah ia perbuat kalau kain tersebut lebar. Kalau kainnya kecil, barulah bersarung saja. Seolah-olah hadits itu menyatakan bahwa dilarang shalat dengan hanya sehelai kain, jika tidak disandang ujungnya ke pundak.
Hadits (471), menyatakan bahwa kita tidak boleh shalat dengan menelan- jangkan pundak. Perlu penutup badan dengan berselimut, kecuali kalau kain itu kecil (sempit), baru boleh ditelanjangkan.
Hadits (472) diriwayatkan juga oleh Asy-Syafi'y, Ibnu Khuzaimah, Ath-Thahawi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Sebagian ulama hadits menshahihkan hadits ini.
Hadits ini menyatakan bahwa kita boleh shalat dengan baju kurung yang terbelah pada bagian dada, sehingga kalau dikancingkan tidak kelihatan aurat.
Al-Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan, "Jumhur ulama menyunatkan kita menutup pundak dalam shalat. Larangan membuka pundak, bukan mewujudkan haram, hanya mewujudkan kurang utama." Menurut pendapat Ahmad, tidak sah shalat seseorang yang sanggup menutup pundaknya, namun tidak menutupinya. Beliau menjadikan tertutupnya pundak sebagai syarat sah shalat. Menurut riwayat lain dari Ahmad, menutup pundak adalah wajib, berdosa bagi orang yang tidak menutupinya. Menurut riwayat ini menutup suatu kewajiban yang berdiri sendiri.
Menurut nukilan Ibnu Mundzir, bahwa Muhammad ibn Ali, tidak memperbolehkan terbuka. Menurut nukilan Ath-Thahawi, bahwa 'Umar, Thawus dan An- Nakha'y tidak memperbolehkan terbuka. Demikian pula pendapat Ibnu Wahab dan Ibnu Jarir. Menurut nukilan Taqiyuddin As-Subki, bahwa Asy-Syafi'y, juga mewajibkannya. As-Subki memilih pendapat ini. Dalam kitab-kitab Syafi'iyah, nukilannya berbeda dengan nukilan As-Subki ini.
Lahir hadits (461 dan 462) mengharamkan telanjang pundak ketika kita shalat kalau kain kita lebar. Kebolehan terbuka badan selain dari aurat, hanya bagi orang yang tidak mempunyai selain dari kain sarung saja."