Hukum Laki-Laki Memakai Sutera Dan Emas
HADITS LAKI-LAKI MEMAKAI SUTERA DAN EMAS
479) 'Umar ibnul Khaththab ra. berkata:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَا تَلْبَسِ الْحَرِيْرَ فَإِنَّ مَنْ لَبِسَهُ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ
480) Anas ibn Malik ra. menerangkan:
إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مَنْ لَبِسَ الْحَرِيرَ فِي الدُّنْيَا فَلَنْ يَلْبَسَهُ فِي الآخِرَةِ
"Bahwasanya "Rasulullah saw, bersabda: Barangsiapa memakai sutera di dunia, maka ia tidak memakainya di akhirat." (Al-Bukhary dan Muslim, Al-Muntaga 1: 284)481) Anas ibn Malik ra, menerangkan:
اِنَّ عُمَرَ رَأَى حُلَّةً منْ اِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فَأَتَى بِهَا النَّبِيُّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَتَجَمَّلْ بِهَا للْعِيدِ وَالْوُفُوْدِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ: ثُمَّ لَبِثَ عُمَرُ مَاشَاءَ اللهُُ أَنْ يَلْبَثَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ ﷺ بِحِبَّةِ دِيْيَاجٍ. فَأَتَى عُمَرُ النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله قُلْتَ إِنَّمَا هَذهِ لبَاسُ مَنْ لاَ خَلَاقَ لَهُ ثُمَّ أَرْسَلْتَ إِلَيَّ بِهَذِهِ. فَقَالَ : إِنِّى لَمْ أُرْسِلْهَا إِلَيْكَ لَتَلْبَسَهَا وَلَكِنْ لِتَبِيْعَهَا وَتُصِيبَ بِهَا حَاجَتَكَ
"Bahwasanya 'Umar ra. melihat seperangkat pakaian sutera yang dijual orang, lalu ia membawanya kepada Nabi saw. 'Umar berkata: Ya Rasulullah, belilah pa- kaian ini untuk tuan pakai di hari raya dan untuk menerima utusan yang datang. Maka Nabi berkata: Sebenarnya pakaian ini pakaian orang yang tiada mendapat kemenangan. Sesudah beberapa lama bertalu Nabi mengirim kepada 'Umar sehelai jubah sutera. Setelah menerimanya, pergilah beliau kepada Nabi lalu berkata: Tuan mengatakan, bahwa pakaian ini pakaian orang yang tidak mendapat kemenangan, kemudian tuan mengirimkannya kepada saya. Maka Nabi menjawab: Saya tiada mengirimnya kepadamu supaya kamu memakainya, hanya untuk kamu jual, kamu mempergunakan harganya untuk keperluanmu." (HR. Ahmad, Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud, An-Nasa'y dn Ibnu Majah, Nailul Authar 2: 73)482) 'Ali ibn Abi Thalib ra berkata:
أُهْدِيَتْ إِلَى النَّبِيِّ حُلَّةٌ سِيْرَاءُ فَبَعَثَ بِهَا إِلَيَّ فَلَبِسْتُهَا فَعَرَفْتَ الْغَضَبَ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ: إِنِّى لَمْ أَبْعَثْ إِلَيْكَ بهَا لِتَلْبَسَهَا وَإِنَّمَا بَعَثْتُ إِلَيْكَ بِهَا لِتَشُقَّهَا خُمُرَا بَيْنَ النِّسَاءِ
"Telah dihadiahkan orang kepada Nabi saw. seperangkat pakalan sutera, lalu beliau mengirimkannya kepadaku, maka aku pun memakainya. Ketika aku memakainya terlihatlah olehku tanda amarah di muka Nabi, seraya bersabda: Aku mengirimkannya kepadamu bukan untuk kamu pakai. Hanya kamu jadikan kudung-kudung perempuan." (HR. Al-Bukhary dan Muslim, Al-Muntaqa 1: 285)483) Miswar ibn Makhramah ra, berkata:
قُدِّمَتْ لِلنَّبِيِّ ﷺ أَقْبِيَةٌ فَذَهَبَ هُوَ وَأَبُوْهُ لِلنَّبِيِّ ﷺ مِنْهَا فَخَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ وَعَلَيْهِ قُبَاءٌ مِنْ دِيْبَاجٍ مُزَوَّرٍ. فَقَالَ: يَا مَخْرَمَةُ حَبَأْنَا لَكَ هَذَا وَجَعَلَ يُرِيْهِ مَحَاسِنَهُ، وَقَالَ: أَرْضِي مَخْرَمَةَ
"Telah diberikan kepada Nabi saw. beberapa helai kain. Maka dia (Al-Miswar) be- serta ayahnya pergi kepada Nabi untuk meminta sedikit kain. Maka Nabi keluar menemui kami dengan memakai baju sutera yang berkancing, seraya bersabda: Hai Makhramah, kami simpankan ini untukmu lalu Nabi memperlihatkan kebagusannya baju itu sambil berkata: Untuk menyenangkan Makhramah." (HR. Ahmad, Al-Bukhary, Muslim, Al-Adabun Nabawi: 172)484) Anas ibn Malik ra. menerangkan:
اِنَّ النَّبِيَّ لَيْسَ مُنْشَفَةً فَرْوٌ طَوِيلُ الْكَمَّيْنِِ مِنْ سُنْدُسِ رَفِيعِ الْحَرِيْرِ، أَهْدَاهَا لَهُ مُلْكُ الرُّوْمِ ثُمَّ بَعَثَ بِهَا جَعْفَرَ فَلَبِسَهَا ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: إِنِّى لَمْ أُعْطِكَهَا لِتَلْبَسَهَا، قَالَ: فَمَا أَصْنَعُ، قَالَ: أَرْسِلْ بِهَا إِلَى أَخِيْكَ النَّجَاشِيِّ
"Bahwasanya Nabi saw. memakai baju lengan panjang yang mahal harganya. Beliau memperolehnya dari hadiah raja Rum. Kemudian Nabi mengirimkannya kepada Ja'far, lalu dipakainya. Di ketika Ja'far datang kepada Nabi, berkatalah Nabi: Aku tiada memberikannya kepada engkau untuk engkau pakai. Ja'far bertanya: Apakah yang harus saya perbuat dengan dia?" Nabi menjawab: Kirimkanlah kain ini kepada Najjasyi, saudaramu." (HR. Abu Daud, Al-Adabun Nabawi: 27)485) Az-Zuhri menerangkan:
إِنْ أَنَسَ بْنِ مَالِكٍ رَأَى عَلَى أُمِّ كَلْتُوْمٍ بِنْتِ النَّبِيِّ ﷺ بُرْدَ حَرِيْرٍ سِيْرَاء
486) Abu Musa Al-Asy'ari ra. berkata:
أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِلْانَاثِ مِنْ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُوْرِهَا
487) Ibnu Umar ra, berkata:
اِتَّخَذَ رَسُولُ اللهِ ﷺ خَاتِمًا مِنْ ذَهَبٍ وَجَعَلَ فَصَّهُ مِمَّا يَلِى بَطْنَ كَفِّهِ وَنَقَشَ فِيهِ "مُحَمَّدٌ رَسُولُ الله " فَاتَّخَذَ النَّاسُ خَوَاتِمَ الذَّهَب فَلَمَّا رَآهُمْ قَد اتَخَذُوْهَا رَمَى بِهِ وَقَالَ: لَا اَلْبَسُهُ اَبَدًا ثُمَّ اتَّخَذَا خَاتَمًا مِنْ فِضَّةِ نَقَشَ فِيْهِ "مُحَمَّدٌ رَسُولُ الله " ثُمَّ لَبِسَ الْخَاتَمَ بَعْدَهُ أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ لَبِسَ بَعْدَ أَبي بَكْرٍ عُمَرُ ثُمَّ لَبِسَ بَعْدَهُ عُثْمَانُ حَتَّى وَقَعَ فِي بِئْرِ أَرِيْسٍ
"Nabi saw. membuat sebentuk cincin dari emas. Beliau memakainya dengan memutar matanya ke sebelah telapak tangan. Beliau ukir padanya dengan tulisan Muhammad Rasulullah. Maka semua sahabat pun memakai cincin emas. Manakala beliau melihat mereka memakai cincin emas, Nabi melemparkan cincinnya, seraya berkata: Tidaklah aku akan memakainya sekali-kali. Kemudian beliau membuat cincin perak, diukir padanya: Muhammad Rasulullah. Cincin itu kemudian dipakai oleh Abu Bakar, sesudahnya Utsman hingga pada suatu hari, jatuhlah dia ke dalam sumur (Aris namanya), yang terletak dalam sebuah kebun dekat masjid Quba Madinah." (HR. Abu Daud, An-Nasa'y dan At-Turmudzy, Sunan Abu Daud 2: 197)488) Abu Hurairah ra. berkata:
قَالَ النَّبِيُّ : عَلَيْكُمْ بِالْفِضَّةِ فَالْعُبُوا بِهَا
"Nabi saw. bersabda: Pakailah perak sesuka hatimu." (HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud 2: 199)SYARAH HADITS
Hadits (479), ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Hadits ini menyatakan, bahwa Syara' tidak memperbolehkan seseorang memakai pakaian sutera.
Hadits (480), menyatakan bahwa yang memakai pakaian sutera di dunia, tidak akan memakainya di akhirat.
Hadits (481), menyatakan bahwa kaum laki-laki tidak dibenarkan memakai kain sutera.
Hadits (482) diriwayatkan juga oleh Abu Daud dan An-Nasa'y Menyatakan, bahwa orang laki-laki haram memakai segala macam sutera.
Hadits (483), menyatakan bahwa Nabi saw. pernah memakai baju sutera dan pemah membagi-baginya kepada para sahabat. Tegasnya, memperbolehkan kita memakai kain sutera.
Hadits (484), menyatakan bahwa kita diperbolehkan memakai baju sutera. Hadits (485), menyatakan dengan terang, kebolehan perempuan memakai kain sutera.
Hadits (486), hadits ini diperdebatkan oleh ulama hadits. At-Turmudzy, Al- Hakim, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hazm menshahihkannya. Ibnu Hibban mengatakan, "Hadits ini, ma'lul, tiada shahih, seorang perawi bernama Said ibn Abi Hind sebenarnya tidak menjumpai Abu Musa Al-Asy'ari." Asy-Syaikh Ahmad Muhammad Syakir mengatakan, "Hadits ini tidak shahih." Hadits ini menyatakan, bahwa emas dan sutera, haram bagi laki-laki, dan halal bagi perempuan.
Hadits (487), menyatakan kebolehan memakai perak. Hadits (488), menyatakan kebolehan memakai perak untuk pakaian.
As-Sindi mengatakan, "Perkataan tidak akan memakainya di akhirat memberi isyarat, bahwa orang yang memakai sutera di dunia, tidak akan masuk surga." Sutera adalah pakaian dari surga. Kalau orang tersebut masuk ke surga, niscaya hatinya tidak kepingin lagi memakainya di dalam surga."
Jumhur ulama mengharamkan sutera bagi kaum laki-laki. Abu Daud dalam As-Sunan mengatakan, "Ada dua puluh orang sahabat besar, di antaranya Anas dan Al-Bara' ibn Azib, memakai baju sutera."
Ulama yang mengharamkan sutera bagi kaum laki-laki juga berpendapat, bahwa kaum perempuan boleh memakai sutera. Ibnu Zubair mengharamkan juga perempuan memakai kain sutera. 'Ali Qari dalam Al-Mirqah mengatakan, "Keharaman memakai kain sutera, mencakup juga anak-anak. Akan tetapi, karena mereka belum mukallaf, dosa memakainya dipikul oleh yang memberikan baju sutera kepadanya."
Jumhur ulama memperbolehkan perempuan memakai emas dan perak untuk hiasan. Selain jumhur ulama mengharamkan kaum laki-laki memakai emas untuk barang pakaian, mereka mengharamkan juga laki-laki atau perempuan mempergunakan emas perak untuk piala, tempat minum dan piring makan. Sebagian ulama berpendapat, makan dan minum di bejana perak, makruh, bukan haram. Mereka mengatakan, larangan ini dimaksudkan hanya untuk membersihkan jiwa dan untuk menjadi jalan menjauhkan diri dari hiasan dunia.
Jumhur ulama menyamakan dengan hukum memakai bejana emas dan perak untuk tempat makan dan minum, memakai bejana emas dan perak untuk tempat bedak, celak dan lainnya. Bahkan, jumhur tidak memperbolehkan kita membuat piala emas dan perak, walaupun tidak dipakai. Segolongan ulama memperbolehkan kita membuat piala-piala dari emas dan perak, kalau tidak dipakai. Ke- banyakan fuqaha memperbolehkan kita membuat bejana dari intan berlian. Akan tetapi sebagian mereka tidak juga memperbolehkan. Ringkasnya, membuat bejana dari intan berlian, haram juga hukumnya, berdasarkan hadits-hadits tersebut di awal bab ini. Bahkan, kaum perempuan juga haram memakai emas dan perak bila melampaui batas kewajaran. Kesimpulan, jika tidak melampaui batas kesederhanaan, tidak haram, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dengan ini, nyatalah bahwa pendapat yang memperbolehkan kaum perempuan membalut seluruh badannya dengan emas, tidak dapat kami setujui.
Orang yang menghadiahkan pakaian sutera kepada Nabi saw., sesudah itu diberikan kepada 'Umar ialah Ukaidir Daumah Al-Jandal, dan yang menghadiahkan baju sutera kepada Nabi kemudian diberikan kepada Ali, ialah seorang raja Musyrik.
Al-Asqalani dalam Al-Ishabah mengatakan, "Setelah Ukaidir mendengar bahwa tentara berkuda dari Rasulullah saw. berangkat dari Madinah, datanglah Ukaidir kepada Rasulullah dan berkata: Ya Rasulullah, saya mendapat kabar, bahwa pasukan berkuda dari pasukan-pasukan tuan telah berangkat. Saya takut mereka membinasakan kebun-kebunku dan hartaku. Aku mengaku apa yang diwajibkan atasku."
Permintaan Ukaidir dipenuhi Nabi saw. setelah Ukaidir menerima surat, ia mengeluarkan sehelai kain sarung yang bertatahkan emas, yaitu pakaian yang diberikan kepadanya oleh Kisra (gelar raja Persia). Ukaidir berkata: "Terimalah hadiahku ini." Nabi menjawab: "Bawalah kembali kainmu ini, karena barangsiapa memakainya di dunia, diharamkan baginya di akhirat."
Ukaidir kemudian membawa kembali kainnya. Ketika ia telah sampai ke rumah- nya, hatinya menjadi tidak tenang atas penolakan Nabi saw. Maka ia pun pergi me nemui Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, kami seisi rumah merasa kecewa sekali kalau tuan tidak menerima hadiah kami. Terimalah hadiahku ini." Mendengar itu Nabi pun berkata: "Kalau demikian, berilah kepada 'Umar." Ukaidir adalah seorang Nasrani, mati dibunuh Khalid ibn Walid sesudah Rasulullah saw wafat.
Apabila diperhatikan hadits-hadits mengenai masalah memakai sutera, nyatalah satu sama lainnya saling berlawanan. Walaupun hadits-hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Anas dhaif, tetapi hadits Al-Bukhary Muslim, yang diriwayatkan oleh Miswar adalah shahih. Keterangan yang menegaskan, bahwa perbuatan Nabi lebih dahulu daripada larangannya, tidak ada. Karena hadits-hadits ini saling ber- lawanan bila dikompromikan, yaitu dengan jalan menetapkan, bahwa cegahan yang dimaksud oleh hadits-hadits yang mencegah kita memakai sutera, cegah tersebut adalah makruh, bukan cegah yang haram.
Di antara dalil yang menguatkan pendapat memakai sutera, makruh saja ialah adanya dua puluh sahabat yang memakainya. Tidak terlintas pada akal kita, bahwa dua puluh sahabat tersebut, mengerjakan pekerjaan haram dengan cara nekad, yang di antara mereka terdapat Anas ibn Malik, seorang sahabat yang alim, pandai, khadam Rasulullah saw. yang pertama. Tidak pula terlintas pada akal, sahabat yang lain dari duapuluh, tidak bertindak mencegah mereka memakai kain sutera, sekiranya haram.
Demikian penetapan yang sejujur-jujurnya, menurut penyelidikan kami. Kami artikan makruh semua pencegahan yang berkenaan dengan urusan memakai kain sutera.
Di antara ulama yang memperbolehkannya ialah Ismail Abu Basyar ibn Ibrahim (Ibnu Ulaiyah). Al-Qadhi lyadh mengatakan, "Segolongan ulama memperbolehkan kita memakai kain sutera."
Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan, "Dapat diistbatkan, bahwa sego- longan sahabat memakai kain sutera, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan demikian itu dari segolongan sahabat, dan segolongan Tabi'in dengan sanad yang baik."
Hadits yang dijadikan dasar untuk mengharamkan emas bagi laki-laki diriwayatkan dari delapan jalan. Semua jalan tidak terlepas dari kecacatan. Menurut keterangan sejarah yang shahih, segolongan sahabat Nabi saw., di antaranya Sa'ad ibn Abi Waqqash, Thalhah ibn Ubaidillah, Shuhaib, Huzaifah, Jabir ibn Samurah Al-Bara dan lain-lain memakai cincin emas karena memahami, larangan yang di- kehendaki Nabi saw., hanyalah larangan makruh.
Untuk menyimpulkan keterangan yang lalu, mari kita perhatikan kaidah: "hukum asal bagi segala sesuatu ialah halal."
Apabila kita perhatikan umum ayat-ayat Al-Qur'an, maka jelas menegaskan, bahwa memakai emas, perak, hukumnya halal. Ayat itu menegaskan, bahwa semua hiasan adalah halal. Di antara hiasan tersebut ialah emas dan perak. Menurut kaidah ushul, tiap-tiap dalil umum tetaplah dalam keumumannya, selama tidak ada dalil yang mentakhshishkannya. Dalil yang dapat mentakhshishkan ayat Al-Qur'an harus sama derajatnya. Hadits-hadits yang mentakhshish keumuman ayat ini, yakni hadits yang mencegah kita memakai emas, semuanya ahad (diriwayatkan oleh seorang/dua), bukan mutawatir, karena itu, tidak dapat dipakai buat mengecualikan emas dari keumuman ayat yang memperbolehkan kita memakai zinah (hiasan).
Hadits-hadits yang mencegah kita memakai emas, jangan ditinggalkan begitu saja. Karena itu, kita pertanggungkan cegahan yang dimaksud oleh hadits, kepada cegahan makruh.
Kebolehan kita mempergunakan perak selain dari piring makan dan tempat minum, cukup kita berpegang kepada hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Ibnu Umar dan yang diriwayatkan Abu Daud dari Abu Hurairah. Sebagian ulama Syafi'iyah memperbolehkan anak-anak memakai kain sutera pada hari raya.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Pakaian Dalam Shalat Masalah Laki-laki memakai sutra dan emas