Iqamat Bagi Muadzin Atau Orang Lain..?
MEMBACA IQAMAT BAGI MUADZIN ATAU ORANG LAIN
430) Ziyad ibn Haris Ash-Shada' ra. berkata:
قَالَ رَسُولُ الله : يَا أَخَا صَدَاءَ اَذِّنْ، قَالَ: فَأَذَنْتَ وَذَلكَ حِيْنَ أَضَاءَ الْفَجْرِ، قَالَ: فَلَمَّا تَوَضَاءَ رَسُولُ الله ﷺ قَامَ اِلىَ الصَّلاةِ فَأَرَادَ بِلَالٌ أَنْ يُقِيْمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ : يُقِيمُ أَخُوا صَدَاءَ فَإِنَّ مَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيْمُ
"Pada suatu pagi (Shubuh) Rasulullah berkata kepadaku, ujarnya: "Wahai saudara Shuda, adzanlah. Maka saya pun adzan. Hal itu saya lakukan ketika baru bersinar fajar. Setelah Rasul saw. berwudhu beliau berdiri untuk mengerjakan shalat. Bilal bergerak untuk membacakan iqamat. Maka Rasulullah berkata: Biarlah saudara Shada' membacakan iqamat, karena orang yang mengumandangkan adzan, itulah yang seharusnya membacakan iqamat." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Turmudzy dan Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1: 260)431) Abdullah ibn Zaid ra. berkata:
لَمَّا أُرِيتُ الآذان جِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ فَأَخْبَرْتُهُ ، فَقَالَ: أَلْقِهِ عَلَى بِلَالِ فَأَلْقَيْتُهُ فَأَذَّنَ فَأَرَادَ أَنْ يُقِيْمَ، فَقُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ أَنَا رَأَيْتُ أُرِيدُ أَنْ أُقِيْمَ قَالَ: فَأَقِمْ أَنْتَ، فَأَقَمْتُ وَأَذَّنَ بِلَالٌ
"Tatkala aku telah memimpikan adzan, aku segera menghadap Nabi, mengabarkan mimpiku. Maka Rasul menyuruh aku mengajarkannya kepada Bilal. Setelah aku mengajarkannya. Bilal pun beradzan. Ketika ia hendak membacakan iqamat aku berkata: Ya Rasulullah, saya yang memimpikan adzan. Saya ingin membacakan sendiri iqamat itu. Karenanya, Nabi pun menyahut: Kalau demikian, beriqamatlah kamu. Maka Bilal yang mengumandangkan adzan dan aku yang membacakan iqamat." (HR. Ahmad dan Abu Daud, Al-Muntaqa 1: 260)SYARAH HADITS
Hadits (431), dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Muhammad ibn 'Umar Al-Waqid, seorang yang dianggap dhaif oleh Al-Qaththan dan Yahya ibn Ma'in. Menurut keterangan Abu Syaikh dari Ibnu Abbas, bahwa permulaan orang yang mengumandangkan adzan dalam Islam ialah Bilal dan permulaan orang yang membacakan iqamat ialah 'Abdullah ibn Zaid. Ada juga yang mengatakan 'Umar. Riwayat yang masyhur, mengatakan Abdullah ibn Zaid. Semua riwayat dhaif. Hadits ini menyatakan bahwa iqamat boleh diucapkan oleh selain Muadzin.
At-Turmudzy mengatakan, "Yang dipraktekkan para ulama ialah iqamat di- lakukan oleh Muadzin sendiri, bukan lainnya." Al-Hazimi dalam An-Nasikh wal Mansulh mengatakan, "Ahli ilmu mufakat tentang iqamat yang dilakukan oleh selain Muadzin adalah sah. Mereka hanya berbeda tentang mana yang utama."
Abu Hanifah mengatakan, "Kebanyakan ahli Kuffah, Malik, ahli Hijaz dan Abu Tsaur, keduanya derajatnya sama." Asy-Syafi'y mengatakan, "Aku menyukai supaya iqamat itu dibacakan oleh Muadzin sendiri." Al-Ya'muri mengatakan, "Mengamalkan hadits Ash-Shada' lebih patut, karena hadits 'Abdullah ibn Zaid masih dalam kurun di permulaan Islam. Ash-Shudai pun datang kemudian. Maka boleh dikatakan: "hadits Ash-Shada' ini menasikhkan (membatalkan hukum) hadits 'Abdullah ibn Zaid itu."
Apabila adzan dilakukan oleh seseorang, maka hendaklah ia juga yang mengiqamatkan. Kalau adzan dilakukan oleh beberapa orang sekali jalan, maka iqamat dilakukan oleh seorang yang disepakati dari mereka. Kalau masing-masing mau (iqamat), maka dilakukan undian. Tidak disukai di dalam masjid lebih dari seorang mugim." Az-Zaila'i mengatakan, "Menurut kami (ulama Hanafiyah), tidak disunnatkan iqamat harus dibaca oleh Muadzin sendiri. Demikian juga dalam madzhab Malik Asy-Syafi'y dan Ahmad menyunatkannya."
Al-Hadi dan pengikut-pengikutnya mengatakan, "Tidak sah iqamat yang di- bacakan oleh selain Muadzin. Golongan ini berpegang pada hadits (429). Mereka menguatkan lagi pendapatnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabari dan Ibnu 'Umar, bunyinya: "tunggu dahulu, wahai Bilal," demikian kata Nabi saw. kepada Bilal, ketika Bilal hendak membacakan iqamat yang adzannya dibacakan orang lain, karena iqamat harus dibacakan oleh Muadzin sendiri. Hadits ini didhaifkan oleh Abu Hatim dan Ibnu Hibban.
Apabila hadits-hadits di atas diperhatikan lebih jauh, nyatalah bahwa keduanya masih dipakai, yakni bukan nasikh mansukh. Jalan memakai keduanya ialah menetapkan, bahwa hadits 'Abdullah ibn Zaid menunjuk kepada kebolehan iqamat itu dibacakan oleh orang yang bukan Muadzin. Hadits Ziyad ibn Haris Ash Shudai menunjuk kepada keutamaan iqamat itu, dibaca oleh Muadzin sendiri. Diutamakan demikian oleh karena mengingat, bahwa perawi hadits Ziyad yang di- dhaifkan tersebut tidak dicacat oleh Al-Bukhary."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Membaca Iqamat Bagi Muadzin Atau Orang Lain