Apakah Basmalah Ayat Dari Al-fatihah ?
APAKAH BASMALAH SUATU AYAT DARI AL-FATIHAH DAN JUGA AYAT DARI SURAT LAINNYA ATAU BUKAN?
650) Abdurrahman Abil Ala'i berkata bahwa Abu Hurairah berkata:قَالَ رَسُولُ الله مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَهِيَ خِدَاجٌ يَقُوْلُهَا ثَلَاثًا. فَقِيْلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُوْنُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ: اِقْرَأْبِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلَعَبْدِي مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ الْحَمْدُ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. قَالَ اللهُ: حَمَدَنِي عَبْدِي فَإِذَا قَالَ: الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. قَالَ اللهُ: اَثْنَى عَلَيَّ عَبْدَى فَإِذَا قَالَ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. قَالَ: مُحَّدَِى عَبْدِي وقَالَ مَرَّةً: فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَال: اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ. قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ.
Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa mengerjakan sesuatu shalat dengan tidak membaca Al-Fatihah di dalamnya, maka shalatnya itu, putus." Nabi mengulangi perkataannya ini tiga kali. Seorang bertanya kepada Abu Hurairah: "Bagaimana kita lakukan kalau kami shalat di belakang imam?" Abu Hurairah menjawab: "Bacalah dalam dirimu (dengan hatimu)." Karena aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Allah bertitah: Aku telah membagi shalat (Al-Fatihah) antara-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan untuk hamba-Ku apa yang mereka mohonkan. Apabila hamba-Ku membaca: Al-hamdu lillâhi rabbil 'alamin, bertitahlah Allah: Hamidani 'abdi = Aku telah dipuji oleh hamba-Ku. Apabila hamba-Ku membaca: Ar-rahmanir rahim, Allah bertitah: Atsna 'alayya 'abdi = Aku telah disanjung oleh hamba-Ku. Apabila hamba-Ku membaca: Maliki yaumid-din, Allah bertitah: Majjadani 'abdi = Aku telah dimuliakan oleh hamba-Ku. Apabila hamba-Ku membaca: lyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah bertitah: Hôdza baini wa baina 'abdi wa li 'abdi mô sa-ala Inilah yang terletak antara-Ku dengan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia mohonkan. Apabila ia mem- baca: Shirathal ladzina an'amta 'alaihim, ghairil-maghdhûbi 'alaihim waladh- dhöllin, Allah bertitah: Hôdza li 'abdi wa li 'abdi må sa-ala- Ini, untuk hamba-Ku dan untuk hamba-Ku apa yang ia mohonkan." (HR. Al-Jama'ah, selain Al- Bukhary dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 378)651) Abu Hurairah ra. menerangkan:
إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِنَّ سُوْرَةً مِنَ الْقُرْآن ثَلَاثُوْنَ اَيَةً، شَفَعَتْ لِرَجُلٍ حَتَّى غُفِرَلَهُ، وَهِيَ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ
652) Anas ibn Malik ra. berkata:
بَيْنَا رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا فِي الْمَسْجِدِ إِذْ أُغْفِيَ اِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَيَسِّمًا فَقُلْتُ: مَا أَضْحَكَكَ يَارَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: نُزِلَتْ عَلَيَّ آنفًا سُوْرَةٌ، فَقَرَأَ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّحِِيْمِِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ
653) Ibnu Abbas ra, berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ لَا يَعْرِفُ فَصْلَ السُّوْرَةِ حَتَّى تُنَزَّلَ عَلَيْهِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
SYARAH HADITS
Hadits (650) menyatakan bahwa basmalah bukan suatu ayat dari Al-Fatihah. Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Seluruh umat menetapkan demikian. Tiga ayat yang pertama mengandung puji dan sanjung, tiga ayat yang terakhir, yaitu dari ihdinash shirathal mustaqim, mengandung doa. Pertengahannya, yakni: iyyaka na'budu wa iyyaka nastan. Hadits ini tidak menyebut basmalah. Sekiranya basmalah bagian dari Al-Fatihah, tentulah disebut. Hadits ini menyatakan pula bahwa membaca Al- Fatihah dalam shalat hukumnya wajib.
Hadits (651) menurut At-Turmudzy, hasan. Menurut Al-Mundziry, hadits ini diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y dan Ibnu Majah. Menyatakan bahwa basmalah bukan suatu ayat dari surat Surat Tabaraka diakui oleh semua ulama terdiri dari tiga puluh ayat. Kalau dimasukkan basmalah dalam hitungan, menjadilah tiga puluh satu ayat.
Hadits (652) menurut kitab Taitsinul Wushul diriwayatkan juga oleh Al-Bukhary, Abu Dawud, dan At-Turmudzy. Menyatakan bahwa basmalah, suatu ayat dari surat. Hadits ini dipergunakan oleh golongan yang menyunnatkan basmalah di-jahar-kan di permulaan Al-Fatihah.
Hadits (653) diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqy dalam Sunan-nya. Menurut pendapat Al-Hakim, sanad-nya shahih. Al-Haitsami dalam Majma uz Zawa'id berkata berkata: "Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan dua sanad, salah satunya, shahih." Menyatakan bahwa basmalah hanyalah tanda pemisah antara satu surat dengan surat yang lain. Tidak masuk ke dalam surat. Hadits ini dipergunakan oleh golongan yang berpendapat, bahwa basmalah bagian dari Al-Qur'an.
Apakah basmalah suatu ayat, atau bukan dari Al-Fatihah? Dalam masalah ini para ulama berselisihan paham.
Menurut pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, Thawus, Atha', Makhul, Ibnul Mubarak dan segolongan ahli ilmu, bahwa basmalah adalah suatu ayat dari Al-Fatihah saja. Tidak merupakan bagian dari surat-surat yang lain.
Dikatakan oleh Al-Auza'y, Malik, Abu Hanifah, Ahmad dan Dawud, bahwa basmalah bukan suatu ayat dari Al-Fatihah, Dan bukan dari surat-surat yang lain. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat, bahwa basmalah, suatu ayat antara tiap- tiap surat, selain dari surat An-Naml dan Al-Bara'ah. Dia ayat yang berdiri sendiri. Pendapat ini diriwayatkan juga dari Dawud dan sahabat-sahabatnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Para fuqaha, mempunyai dua pendapat tentang apakah basmalah suatu ayat dari Al-Qur'an, ataukah bukan. Kedua-dua pendapat itu diterima dari Imam Ahmad.
Pendapat pertama, basmalah suatu ayat dari Al-Fatihah; wajib dibaca ketika wajib membaca Al-Fatihah.
Pendapat kedua (inilah pendapat yang paling shahih) tidak ada perbedaan Al-Fatihah dengan surat-surat yang lain. Dan bahwa membaca basmalah di permulaan Al-Fatihah, sama dengan membacanya di surat-surat yang lain. Pendapat ini sama dengan hadits-hadits yang shahih."
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Takhrij Ahaditsul Hidayah berkata: "Dalam masalah ini diperoleh tiga pendapat:
Pertama, basmalah bukan dari Al-Qur'an, terkecuali basmalah dalam surat An-Naml. Demikianlah pendapat Malik, segolongan ulama Hanafiyah serta menurut suatu riwayat dari Ahmad.
Kedua, basmalah suatu ayat dari tiap-tiap surat, atau setengah ayat. Inilah pendapat yang masyhur dari Asy-Syafi'y dan yang sependapat dengannya.
Ketiga, basmalah suatu ayat dari Al-Qur'an yang berdiri sendiri, tidak masuk dalam surat. Ditulis di permulaan tiap-tiap surat, untuk memisahkan antara sesuatu surat dengan yang lain. Inilah pendapat Ibnul Mubarak dan Dawud; dan inilah pendapat Ahmad yang berdasarkan nash yang di- pegangi oleh segolongan Hanafiyah." Abu Bakar Al-Jashshah Al-Hanafi mengatakan: "Demikianlah seharusnya pendirian mazhab Abu Hanifah." Dan ada diterima dua riwayat dari Ahmad. Yang pertama, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara Al-Fatihah dengan surat-surat yang lain. Inilah yang lebih shahih.
Sebagian ulama berdalil dengan hadits yang ketiga dan keempat untuk me- netapkan, bahwa basmalah di-jahar-kan. Menurut penelitian kami, tidak sah berhujah dengan hadits ini untuk menetapkan kesunnatan jahar basmalah. Hal ini telah ditahqiqkan oleh Al-Hafizh Ibnu Sayyidinnas Al-Ja'mari. Beliau berkata: "Tidak sah kita ber-hujah dengan hadits ini untuk menyunnatkan jahar basmalah. Karena segolongan ulama yang menyunnatkan jahar tidak berpendapat, bahwa basmalah itu suatu ayat Al-Qur'an.
An-Nawawy berkata: "Masalah jahar tidak dapat dipautkan dengan masalah: apakah itu suatu ayat ataukah bukan.
Mengenai apakah basmalah suatu ayat dari Al-Qur'an ataukah bukan, maka menurut pentahqiqan As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar sebagai berikut:
- Segenap ulama Islam sepakat menetapkan, bahwa basmalah adalah firmanı Allah.
- Segenap ulama Islam sepakat menetapkan, bahwa basmalah yang terdapat dalam surat An-Naml (surat yang ke-27) dipandang adalah ayat bagian dari surat ini.
- Mengenai basmalah yang terdapat pada setiap permulaan surat, para ulama berselisihan pendapat. Ulama salaf Mekkah, termasuk di dalamnya Ibnu Katsir, seorang qari' yang terkenal antara qurra' yang tujuh menetapkan, bahwa semua basmalah dalam Al-Qur'an dipandang ayat pertama dari tiap- tiap surat. Demikian juga pendapat ulama Kufah, termasuk di dalamnya, "Ashim dan Al-Kisa'i-dua orang qari' dari antara qurra' yang tujuh- sebagian sahabat, tabi'in Madinah, Asy-Syafi'y, dalam madzhab jadid-nya, Ats- Tsaury dan Ahmad dalam salah satu riwayat, serta segenap ulama Imamiyah. Dalil yang paling kuat yang mereka pegangi untuk menetapkan yang demikian ini, (basmalah suatu ayat dari tiap-tiap surat) ialah: ijma' para sahabat untuk menuliskan basmalah pada pangkal tiap-tiap surat. Mereka berbuat demikian sesudah mereka menerima perintah menghapuskan dari ayat-ayat Al-Qur'an semua yang bukan Al-Qur'an, sesudah mereka dilarang menuliskan beserta Al-Qur'an semua yang bukan Al-Qur'an walaupun sekalimat. Dan lantaran inilah mereka tidak menuliskan amin di akhir Al- Fatihah.
- Menurut pendapat Malik, ulama Madinah, Al-Auza'y, ulama-ulama Syam (Syiria). Abu Amr dan Ya'qub (dua orang qari Bashrah yang termasuk ke da- lam golongan qurra' yang tujuh) bahwa basmalah itu suatu ayat yang berdiri sendiri, diturunkan untuk menyatakan pemisahan antara satu surat dengan yang lain. Demikian pula pendapat ulama Hanafiyah.
- Menyatakan bahwa basmalah yang ditetapkan dan dipandang suatu ayat dari surat, hanyalah basmalah yang terdapat pada permulaan surat Al-Fatihah saja Dalil yang dipegang oleh golongan ini, ialah: ditulisnya basmalah dipangkal Al- Fatihah di dalam Mushaf Al-Imam (mushaf yang ditulis atas perintah khalifah yang ketiga 'Utsman ibn 'Affan) padahal Al-Fatihah belum didahului oleh satu surat pun, walaupun diakui, bahwa basmalah itu tidak diturunkan bersama permulaan surat Al-Alaq. Hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi tidak membaca basmalah pada permulaan Al-Fatihah, semuanya khabar ahad yang tidak dapat melawan kemutawatiran-kemutawatiran adanya basmalah pada permulaan Al-Fatihah. Juga hadits-hadits itu dikaitkan kepada Nabi tidak membacanya dengan jahar, bukan Nabi tidak membacanya sama sekali. Karena itu pula, kita boleh membacanya dengan suara yang tidak keras (sirr).
Menurut pentahqiqan kami, basmalah bukan suatu ayat dari Al-Fatihah hanya suatu ayat yang berdiri sendiri; dan dituntut kita membaca-nya ketika hendak membaca Al-Fatihah untuk memohonkan berkat kepada Allah swt. yang telah menjadikannya kalimat munajat antara kita dengan Dia.
Al-Qur'an adalah kitab yang kita ikuti dan kita junjung tinggi. Al-Qur'an dimulai dengan basmalah. Hal ini memberi kesan dan pengertian, bahwa memulai sesuatu pekerjaan, ataupun sesuatu pembacaan, hendaklah dengan ucapan bismillahir-rahmanir-rahim. Memulai suatu amalan dengan membaca basmalah dituntut adanya."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Apakah basmalah suatu ayat dari al-fatihah dan juga ayat dari surat lainnya atau bukan?