Hadits Membaca Basmalah Di Permulaan Al-Fatihah
MEMBACA BASMALAH DI PERMULAAN AL-FATIHAH
645) Anas ibn Malik ra. berkata:صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعْثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Aku telah shalat bersama Nabi saw., Abu Bakar, 'Umar dan Utsman. Aku tidak pernah mendengar seorang pun dari beliau-beliau itu membaca: Bismillahir rahmanir rahim, di permulaan Al-Fatihah." (HR. Ahmad dan An-Nasa'y; Al- Muntaga 1: 373)646) Abdullah ibn Mughaffal ra. berkata
647) Qatadah berkata:
"Seseorang bertanya kepada Anas ra. tentang bacaan Nabi saw. maka Anas menjawab: "Nabi saw. membaca dengan memanjangkan suara. Anas memperdengarkan apa yang Nabi bacakan, yaitu: Bismillahir rahmanir rahim. Beliau memanjangkan bacaan bismillah, memanjangkan ar-rahman dan memanjangkan ar-rahim." (HR. Al-Bukhary; Al-Muntaqa 1: 377)
648) Abdullah ibn Abi Mulaikah menerangkan:
649) Nu'aim Al-Mujammir berkata:
SYARAH HADITS
- Aku telah shalat di belakang Rasul, Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman. Beliau-beliau itu tidak pernah menyaringkan suara, saat membaca bismillahir rahmanirrahim. Lafazh ini diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa'y, Ibnu Hibban, Ad-Daraquthny, Ats-Tsaury dan Ath-Thabrany
- Aku telah shalat di belakang Nabi saw., Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman. Beliau-beliau itu memulai Al-Fatihah dengan al-hamdulillahi rabbil 'älamîn, tidak pernah menyebut bismillahir rahmanir rahim; tidak di permulaan bacaan dan tidak pula diakhirnya. Lafazh ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim.
- Aku telah shalat di belakang Nabi saw., Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman. Beliau-beliau itu tidak pernah memulai pembacaan Al-Fatihah dengan Bismillahir rahmanirrahim. Lafazh ini diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad dalam musnad ayahnya, dari Syu'bah dari Qatadah dari Anas ra.
- Rasulullah saw. shalat dengan kami, maka beliau tidak pernah memper- dengarkan bacaan bismillahir rahmanir rahim, demikian pula Abu Bakar dan 'Umar, tidak pernah memperdengarkannya. Lafazh ini diriwayatkan oleh An-Nasa'y, dari Manshur ibn Zadah, dari Anas ra. Asy-Syaukany berkata, bahwa beliau-beliau itu memulai bacaan Al-Fatihah dengan al-hamdu lillahi rabbil 'alamin dan disetujui oleh Al-Bukhary Muslim dalam riwayatnya. Pendapat "Mereka tidak menyebut bismillahir rahmanir rahim, hanya Muslim sendiri yang meriwayatkannya. Pendapat ini dikritik oleh ahli-ahli hadits. Karena golongan ash-hab Syu'bah menerima dengan lafazh yang tersebut, sedang segolongan lagi meriwayatkan dengan lafazh: "maka aku tidak mendengar dari seorang di antara mereka membaca Bismillahir rahmanir rahim. Kritikan ini telah dijawab oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, katanya: Kedua- dua macam lafazh ini diterima dari Syu'bah dengan sanad yang shahih."
Hadits (646) ini menurut At-Turmudzy, hasan. Tetapi Ibnu Khuzaimah berkata: "Hadits ini, tidak shahih." Al-Khatib dan lain-lainnya mengatakan: "Hadits ini, dha'if."
An-Nawawy berkata: "Tidak boleh kita menolak pendapat-pendapat para huffazh ini dengan beralasan kepada pendapat At-Turmudzy yang menegaskan, bahwa hadits ini, hasan. Karena menurut Ibnu Sayyidinnas Al-Yaman, hadits ini sekurang-kurangnya berderajat hasan; karena tidak ada dalam sanad-nya orang yang dituduh dusta." Hadits ini menyatakan bahwa basmalah tidak dibaca dalam shalat, sebelum membaca Al-Fatihah.
Hadits (647) juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan tidak menyebut basmalah. Hadits ini menyatakan bahwa basmalah harus dibaca di permulaan Al-Fatihah, dan bahwa Nabi shalat membacanya dengan memanjangkan suara. Hadits inilah yang dijadikan hujjah oleh golongan yang menyunnatkan kita men- jahar-kan basmalah dalam shalat.
Hadits (648) menurut Al-Mundziry diriwayatkan juga oleh At-Turmudzy dan An-Nasa'y. At-Turmudzy menyatakan, hadits ini hasan shahih. Hadits ini menyatakan bahwa kita disukai membaca basmalah di permulaan Al-Fatihah, dan bahwa basmalah itu suatu ayat dari Al-Fatihah.
Hadits (649) menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, meme- nuhi syarat Al-Bukhary dan Muslim. Al-Baihaqy berkata: "Hadits ini, shahih sanadnya dan mempunyai beberapa syahid (saksi) yang membenarkannya." Abu Bakar Al-Khatib berkata: "Hadits ini shahih, tidak dapat dikritik." Hadits ini menyatakan bahwa basmalah diharuskan dibaca sebelum membaca Al-Fatihah.
Segolongan ulama berkata: "Basmalah, tidak dibaca di dalam shalat sebelum Al-Fatihah, baik secara sirr maupun secara jahar. Mereka berpendapat bahwa basmalah, bukan suatu ayat Al-Qur'an. Ulama Kufah dan yang sependirian dengan mereka berkata: "Basmalah, dibaca secara sirr dalam shalat jahar."
Ibnu Sayyidin Nas dalam Syarh At-Turmudzy berkata: "Di antara para mujtahidin sahabat yang tidak men-jahar-kan basmalah, ialah 'Umar, 'Ali dan Ammar, serta Abdullah ibn Mas'ud."
Pendapat Ibnu Mas'ud ini diikuti oleh Abu Jafar, Muhammad ibn Husain, Al- Hasan dan Ibnu Sirrin. Di antara para imam kenamaan yang tidak men-jahar-kan basmalah, ialah Al-Hakam, Hammad, Abu Hanifah, Abu Ubaid dan Ahmad. Demikian juga diriwayatkan dari An-Nakha'y. Juga diriwayatkan yang demikian dari Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair.
Diriwayatkan oleh 'Alqamah dan Al-Aswad, bahwa Ibnu Mas'ud berfatwa "Tiga bacaan yang disembunyikan oleh imam, yaitu: ta'awwudz, basmalah dan âmîn."
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibrahim An Nakha'y, bahwa men-jahar-kan basmalah adalah suatu bid'ah. Al-Hazimi dan At-Turmudzy meriwayatkan dari kebanyakan ahli ilmu, bahwa mereka tidak men-jahar-kan basmalah.
Abu Bakar Al-Khatib berkata: "Sebagian besar dari para sahabat besar men- jahar-kan Al-Fatihah. Diantaranya, Abu Bakar Ash-Shidiq, 'Utsman, Ubay ibn Ka'ab, Abu Qatadah, Anas, 'Abdullah ibn Abi Aufa, Al-Husain 'Ali dan Mu'awiyah. Di antara tabi'in, ialah Sa'id ibnul Musayyab, Thawus, Atha' Mujahid, Abu Wa'il dan Sa'id ibn Jubair. Dalam kalangan tabi'it-tabi'in banyak benar pemuka-pemuka ijtihad yang men-jahar-kan basmalah.
Segolongan ulama Ahlul Bait berpendapat bahwa basmalah ini di-jahar-kan dalam semua shalat malam dalam shalat siang. Diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Khatib, bahwa Ikrimah tidak mau shalat di belakang orang yang tidak men-jahar- kan basmalah. Inilah mazhab Asy-Syafi'y (yakni: men-jahar-kan basmalah dalam shalat jahar dan shalat malam).
Dinwayatkan oleh Abu Thayyib ath-Thabary dari Ibnu Abi Laila dan Al-Hasan, bahwa beliau itu berpendapat men-jahar-kan basmalah, atau men-sirr-kan, sama sekali. Menurut Thawus, basmalah hanya dibaca dalam shalat sumat, baik pada Al-Fatihah maupun surat. Menurut Malik, basmalah hanya dibaca bersama Al- Fatihah, tidak dibaca bersama-sama surat-surat yang dibaca sesudah Al-Fatihah.
Setelah hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah membaca basmalah di permulaan Al-Fatihah dikumpulkan dan diperhatikan satu persatu dengan seksama, nyatalah, bahwa Nabi saw, tidak tetap men-jahar-kannya dan tidak tetap men-sin-kannya. Oleh karena itu, yakinlah kita, bahwa sahabat yang menyuruh kita jahar-kan, kebetulan shalat dengan Nabi ketika beliau men-jahar-kannya, se- dang sahabat yang menyuruh kita men-sirr-kan kebetulan shalat dengan Nabi ketika beliau men-sirr-kannya. Dan Nabi lebih banyak men-siry-kannya dari pada men-jahar-kannya. Dengan demikian dapatlah kita menandaskan, bahwa basmalah, boleh di-jahar-kan dan boleh di-sin-kan; dan men-sirr-kannya adalah yang lebih banyak Nabi lakukan.
Di bawah ini kami cantumkan pentahqiqan Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Fatawa-nya dan pentahqiqan Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad. Kedua ulama tersebut, telah membahas masalah ini dengan sedalam-dalamnya dan seteliti-telitinya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawa-nya ketika seorang bertanya kepadanya tentang Nu'aim ibnu Mujammir yang menegaskan, bahwa basmalah di-jahar-kan, berkata: "Hadits Anas ra. yang menerangkan tentang hal basmalah, terang dan tegas, tidak dapat dita'wilkan.
Hadits itu diriwayatkan oleh Muslim dengan lafazh: maka mereka membuka Al-Fatihah dengan ucapan al-hamdu lillâhi rabbil 'alamin, tidak menyebut bismillahir rahmânir rahim, di awalnya dan tidak pula di akhirnya. Mereka meniadakan bacaan basmalah ini tentulah berdasarkan pengetahuan yang mereka yakini, bahwa basmalah itu tidak mereka dengar oleh yang meriwayatkan itu."
Lafazh yang satu lagi yang diriwayatkan juga oleh Muslim dengan lafazh: "maka saya tidak mendengar seorang men-jahar-kan", membantah mereka mendengarnya. Dalam pada itu tidak dapat dita'wil perkataan Anas ini dengan mengatakan bahwa Nabi men-jahar-kannya, hanya Anas tidak menerangkan riwayat ini, guna menerangkan kepada orang ramai bagaimana Nabi shalat. Dimaksudkan dengan "tidak didengar, tidak dirasakan."
Anas melayani Nabi sejak datang di Madinah hingga Nabi berpulang ke rahmatullah. Bahkan Anas ra. dibenarkan masuk ke rumah Nabi sebelum turun ayat hijab, di setiap waktu dan Anas senantiasa menyertai Nabi di kampung dan di dalam safar. Ketika Nabi berhaji Anaslah yang menarik kekang untanya. Maka mungkinkah Anas yang sebegini rapat hubungannya dengan Nabi pernah men- jahar-kannya? Tentu tidak, bukan? Apalagi Anas ini menyertai pula Abu Bakar, "Umar, "Utsman dan pernah mengendalikan beberapa tugas negara di masa "Umar. Tidak mungkin begitu lama Anas menyertai sahabat-sahabat besar itu tidak mendengar suatu bacaan yang di-jahar-kan. Akan tetapi, hadits Anas ini tidak membantah Nabi membacanya (basmalah) secara sirr. Ringkasnya cukup kuat sebab-sebab yang di nukilkan kepada kita tentang pen-jahar-an basmalah, sekiranya memang ada Nabi men-jahar-kannya.
Seluruh ahli ma'rifat membenarkan bahwa tidak ada suatu hadits yang tegas yang menyuruh kita men-jahar-kannya. Hanya ketegasan men-jahar-kan itu didapati dalam hadits-hadits maudhu', seamsal hadits- hadits yang diriwayatkan oleh Al-Mawardy dan Ats Tsa'labi, dalam kitab-kitab tafsirnya. Atau oleh ulama-ulama fiqh yang tidak mempunyai kesanggupan membedakan antara hadits shahih dengan hadits yang maudhu'.
Walhasil, dengan memperhatikan riwayat-riwayat yang shahih yang berpautan dengan masalah ini, yakinlah kita Nabi terkadang-kadang men-jahar-kannya, atau pernah mula-mulanya Nabi men-jahar-kan kemudian hal itu tidak dilakukan lagi.
Setelah Ibnu Taimiyah mendatangkan berbagai keterangan yang menunjuk- kan kepada tidak ada hadits yang tegas yang menyuruh kita men-jahar-kan basmalah, beliau berkata: "Dalam masalah membaca basmalah para fuqaha terbagi tiga:
- Yang berpendapat, bahwa basmalah adalah wajib dibaca sama dengan Al-Fatihah. Inilah mazhab Asy-Syafi'y dalam salah satu riwayat dan sebagian ahli hadits, berdasarkan bahwa basmalah itu bagian dari Al-Fatihah.
- Yang berpendapat, bahwa membaca basmalah hukumnya makruh baik di- sir-kan, maupun di-jahar-kan, inilah yang masyhur dalam mazhab Malik.
- Yang berpendapat, bahwa membaca basmalah dibolehkan bahkan disukai. Inilah mazhab Abu Hanifah dan Ahmad dalam suatu riwayat yang lain. Dan dipegang oleh kebanyakan oleh ahli hadits.
- Disukai jika men-jahar-kannya, apabila Al-Fatihah di-jahar-kan. Inilah pendapat Asy-Syafi'y dan ulama-ulama yang sependirian dengan beliau.
- Tidak disunnatkan kita men-jahar-kannya. Inilah pendapat jumhur ahli hadits, ahli qiyas, dan ulama-ulama yang terkenal di berbagai kota besar.
- Boleh di-jahar-kan dan boleh di-sirr-kan. Inilah pendapat Ishaq dan Ibnu Hazm.
Kalau Nabi memang men-jahar-kannya secara tetap, tentulah tidak diterima akal, apabila para sahabat tidak mendengarnya. Hadits-hadits yang menyuruh kita men-jahar-kan basmalah ada yang shahih tetapi tidak sarih dan ada yang tegas tetapi tidak shahih, (yakni ada yang shahih tetapi tidak tegas dan ada yang tegas tetapi tidak shahih). Karenanya, hendaklah kita lebih banyak men-sirr-kan bacaan basmalah daripada men-jahar-kannya. Apabila sesekali kita jahar-kan basmalah, tentu yang demikian itu tidak berlawanan dengan sunnah.
Menurut pentahqiqan kami, basmalah ini, walaupun dipandang suatu ayat yang berdiri sendiri, namun wajib dibaca dalam shalat sebelum membaca Al-Fatihah dengan secara sirr."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-sifat Shalat Masalah Membaca Basmalah Di Permulaan Al-Fatihah