Hukum Jual Beli di Masjid
JUAL BELI, BERSYAIR DAN DUDUK BERLINGKAR DI DALAM MASJID
588) Ibnul Khaththab ra. berkata:
589) Amer ibn Syu'aib dan ayahnya dari kakeknya berkata:
نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنِ الْبَيْعِ وَالشَّرَاءِ فِي الْمَسْجِدِ وَأَنْ تُنْشُدَ فِي الْأَشْعَارِ وَأَنْ تُنْشُدَ فِيْهِ الضَّالَّةِ وَعَنِ الْحِلَقِ يَوْمَ الجُمُعَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ
"Rasulullah saw. telah melarang berjual beli dalam masjid, menyanyikan syi'ir, menanyakan binatang yang hilang, duduk bertingkar (berhalaqah) di dalam masjid di hari Jumat sebelum shalat." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Turmudzy dan Ibnu Majah, Al-Muntoqa 1: 336)SYARAH HADITS
Hadits (588) diriwayatkan oleh An-Nasa'y, dalam kitab Amalul Yaumi wal lalan. At-Turmudzy mengatakan, hadits ini hasan. Hadits ini menyatakan, bahwa jual beli di dalam masjid haram dan menyatakan, bahwa barangsiapa yang melihat pekerjaan itu dilakukan supaya mengatakan: "Mudah-mudahan Allah tidak akan menguntungkan jual belimu."
Hadits (589), diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y, At-Turmudzy dan Ibnu Majah. Ibnu Khuzaimah mengatakan, hadits ini shahih. Hadits ini diriwayatkan mereka dari Amer ibn Syu'aib yang menerimanya dari ayahnya (Syu'aib) dari kakeknya dari Rasulullah saw. Hadits ini menyatakan, menanyakan barang hilang. bersyi'ir dan duduk berlingkar (bergelung) di dalam masjid di hari Jumat sebelum shalat Jumat haram.
Ahmad Ishak ibn Rahawaih melarang benar orang jual beli di masjid. Al- Mawardi mengatakan, "Telah sepakat jumhur mengatakan, bahwa penjualan yang dilakukan di dalam masjid walaupun dicegah adalah sah, tidak boleh dibatalkan."
Al-Iraqi mengatakan, "Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa larangan jual beli di dalam masjid makruh, semua setuju menetapkan sah semua akad penjualan yang dilakukan di dalam masjid. Akad yang dilakukan dalam masjid tidak boleh dibatalkan."
Asy-Syaukani mengatakan, "Memalingkan larangan dari haram ke makruh membutuhkan qarinah (sebab-sebab yang memalingkan makna dari asal ke makna yang bukan menurut asal). Karena qarinah tidak diperoleh dalam soal ini, dan larangan tetap, dan menjadilah kegiatan itu haram."
Sebagian pengikut Asy-Syafily memperbolehkan jual beli di dalam masjid. Pengikut-pengikut Abu Hanifah menetapkan, jika pembelian terjadi hanya sekali saja tidak makruh. Tetapi jika berulang-ulang dilakukan, hukumnya haram. Nyata bahwa jual beli di dalam masjid tidak disukai oleh agama. Karena itu, tertolaklah dengan sendirinya pendapat sebagian pengikut Syafi'iyah. Pendapat mereka, berlawanan dengan dalil yang kuat ini.
Menceraikan penjualan yang tidak sering-sering dikerjakan dengan yang sering-sering dilakukan, sebagaimana yang dipahamkan oleh pengikut-pengikut Abu Hanifah, tidak pula pada tempatnya, karena tiada beralasan kepada sesuatu dalil. Penetapan itu, semata-mata itjihad. Kita tidak boleh mengambil suatu sudut dari masjid untuk dipergunakan untuk menyelesaikan perkara. Tetapi, apabila qadhi masuk ke dalam masjid, lalu muncul suatu perkara, atau datang kepadanya orang yang membawa perkara, maka dibolehkan qadhi untuk menyelesaikan perkara tersebut di dalam masjid.
Rasulullah saw, di masa hidupnya tidak menentukan sebagian dari masjid untuk kepentingan pengadilan. Jika kebetulan datang perkara tersebut di dalamnya. Seyogia benar masjid itu dipergunakan untuk urusan-urusan ibadahnya saja.
Referensi: Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum Jilid-1, Bab Hukum-Hukum Mendirikan Masjid Masalah Jual Beli, Bersyair Dan Duduk Berlingkar Di Dalam Masjid