HUKUM MEMBACA AL-FATIHAH DI BELAKANG IMAM
MEMBACA AL-FATIHAH DI BELAKANG IMAM DAN HUKUM MENDENGARNYA
659) Abu Hurairah ra, menerangkan:660) Abu Hurairah ra. menerangkan:
661) 'Ubadah ibn Shamit ra, berkata:
662) 'Ubadah ibn Shamit ra. menerangkan:
663) Abdullah ibn Syidad menerangkan
664) Imran ibn Hushain ra menerangkan:
SYARAH HADITS
Hadits (659), menurut pendapat Muslim, shahih. Perkataan: "dan apabila imam membaca, hendaklah kamu mendengar dengan baik-baik" diriwayatkan oleh Muslim dari jalan Abu Hurairah dan jalan Abu Musa Al-Asy'ary. Menyatakan bahwa para makmum tidak disuruh membaca Al-Fatihah di belakang imam dalam shalat jahar.
Hadits (660) ini menurut At-Turmudzy, hasan. Dalam riwayat Al-Bukhary dalam Juz'ul Qira-ah terdapat perkataan: "... dan para sahabat membaca dengan hatinya apabila imam men-jahar-kan bacaannya." Menyatakan bahwa para makmum tidak disuruh membaca Al-Fatihah dibelakang imam yang men-jahar-kan bacaannya.
Hadits (661), menurut Ad-Daraquthny, semua perawinya dapat dipercaya,. Menyatakan bahwa makmum harus membaca Al-Fatihah di belakang imam. Lahir hadits ini membolehkan kita men-jahar-kan Al-Fatihah di belakang imam, walaupun imam men-jahar-kannya. Akan tetapi menurut riwayat Ibnu Hibban dari Anas, bahwa Nabi bersabda: Apakah kamu membaca di belakang imammu, se- dang imammu membacanya juga? Janganlah kamu membacanya. Dan hendaklah seseorang kamu membaca Al-Fatihah dengan hatinya saja." Dapat dipahamkan pula kebolehan para makmum membaca dzikir iftitah, ta'awwudz, ketika imam membaca yang lain dari Al-Qur'an.
Hadits (662) menurut pendapat Ad-Daraquthny perawi-perawinya dapat di- percaya. Hadits ini menyatakan bahwa Al-Fatihah dibaca juga oleh makmum di belakang imam.
Hadits (663) ini adalah hadits mursal, bukan musnad. Al-Hafizh dalam Fathul Bari berkata: "Hadits ini lemah, menurut pendapat semua huffazh." Menyatakan bahwa Al-Fatihah tidak dibaca di belakang imam baik dalam shalat jahar, maupun dalam shalat sirr. Imam memikul bacaan para makmum.
Hadits (664) menyatakan bahwa selain dari Al-Fatihah (maksudnya: surat- surat yang lain), tidak boleh dibaca di belakang imam, baik dapat didengar bacaannya ataupun tidak.
Ibnu Daqiqil Id berkata: "Perkataan Nabi "apabila imam telah bertakbir, maka bertakbirlah kamu", memberi pengertian bahwa para makmum wajib membaca takbir sesudah imam selesai membaca takbir, tidak boleh mendahuluinya.
Malik, Ahmad ibn Rahawaih, Zaid ibn 'Ali dan segolongan ulama salaf berkata: "Al-Fatihah, tidak dibaca oleh makmum dalam shalat jahar."
Abu Hurairah dan ashhab-nya berkata: "Makmum tidak membaca Al-Fatihah di belakang imam, baik dalam shalat jahar, maupun dalam shalat sirr."
Asy-Syafi'y dan ashhab-nya berkata: "Al-Fatihah wajib dibaca oleh makmum di belakang imam, baik shalat jahar maupun dalam shalat sirr."
Golongan pertama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah (659) dan dengan firman Allah: "... fastami'a lahu wa ansitû....= maka dengarlah dan perhatikanlah baik-baik...." (QS. Al-A'raf [7]: 204)
Dengan hadits Abu Hurairah (660), mereka menguatkan pendirian ini dengan penegasan yang diberitakan Jabir, ujarnya: "Barangsiapa shalat tetapi dia tidak membaca Al-Fatihah di dalamnya, berartilah ia tidak shalat, terkecuali kalau ia shalat di belakang imam." Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwaththa dan oleh At-Turmudzy. Menurut At-Turmudzy hadits ini shahih."
Golongan Abu Hanifah dan para ashhabnya berhujjah dengan hadits yang di- beritakan oleh 'Abdullah ibn Syaddad. Golongan Asy-Syafi'y dan ashhab-nya berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan dari 'Ubadah ibn Shamit yang menyuruh kita membaca Al-Fatihah di belakang imam.
Akan tetapi ulama-ulama Syafi'iyah berlainan pendapat tentang kapan mak- mum membaca Al-Fatihah di belakang imam. Apakah dibaca ketika imam berdiam ataukah bersama-sama dengan imam membacanya. Tetapi, membacanya ketika imam sedang berdiam, lebih terpelihara. Membaca ketika imam berdiam, tidak ditegah, menurut penetapan golongan yang pertama. Sebagian ulama Syafi'iyah menegaskan, bahwa para makmum membaca Al-Fatihah, adalah ketika imam berdiam, sesudah selesai membaca Al-Fatihah. Tidak boleh bersama-sama.
Pentahqiqan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Masalah ini telah dibahas dan ditahqiq oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawa-nya: "Ulama mempunyai tiga paham dalam masalah ini. Dasar pembicaraan mereka pun ada tiga: Pertama, terlalu kekanan, kedua terlalu kekiri dan ketiga berdiri ditengah-tengah.
Inilah (yang ditengah-tengah) pendapat dan pegangan kebanyakan ulama Salaf. Tegasnya, apabila dapat didengar bacaan imam, para makmum tidak membacanya karena mendengar pembacaan imam, lebih baik dari pada membacanya sendiri. Jika bacaan imam tidak dapat didengar, hendaklah dibaca sendiri, karena lebih baik daripada diam saja. Inilah pendapat jumhur, seperti Malik, Ahmad dam jumhur ashhabnya.
Bahkan pendapat ini, dipegangi oleh sebagian ashhab Asy-Syafi'y dan Abu Hanifah. Dan demikianlah sebenarnya pendapat Asy-Syafi'y dalam mashab qadim-nya. Juga demikian pendapat Muhammad ibnul Hasan. Apabila para makmum tidak dapat mendengar bacaan imam, hendaklah ia membacanya sendiri. Demikian juga kalau bacaan imam tidak jelas didengar maka makmum membacanya.
Adapun dalil yang menyuruh kita berbuat demikian ialah firman Allah: "Apabila dibaca Al-Qur'an, dan dengarkanlah dan perhatikanlah dengan sebaik- baiknya, supaya kamu dirahmati Allah." (QS. Al-A'raf [7]: 204)
Telah masyhur dalam kalangan salaf, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan bacaan dalam shalat. Ayat ini, mengenai bacaan dalam shalat dan me- ngenai bacaan di luarnya. Tegasnya ayat ini menyuruh kita mendengar Al-Qur'an, baik suruhan di sini, suruhan wajib maupun suruhan sunnat. Hadits 'Abdullah ibn Syaddad yang dikatakan mursal, menjadi kuat dengan ayat Al-Qur'an ini dan dengan sunnah Nabi sendiri.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy'ary (hadits 659) yaitu seorang imam adalah untuk diikuti....", masuk ke dalam kesempurnaan mengikuti imam, mendengar bacaannya. Perkataan: maka para mushalli menghentikan bacaan ketika Nabi (imam) men-jahar-kannya", menjadi dalil yang paling tegas bahwa para sahabat tidak membaca Al-Fatihah jika imam men-jahar-kannya.
Dan kalau dikatakan bahwa membaca Al-Fatihah diwajibkan atas makmum, tentulah harus diwajibkan makmum membacanya bersama imam, tentulah harus diwajibkan salah satu pada dua urusan ini: pertama, diwajibkan makmum membacanya bersama imam, kedua, diwajibkan imam berdiam sejenak sesudah habis membaca Al-Fatihah untuk memberi kesempatan makmum membacanya. Kita telah mengetahui, bahwa para ulama tidak mewajibkan para imam berdiam sesudah selesai membaca Al-Fatihah untuk yang demikian. Jumhur ulama tidak menyunnatkan imam berdiam.
Hujjah mereka dalam masalah ini ialah, bahwa Nabi tidak berdiam sesudah Al-Fatihah untuk memberi kesempatan kepada para makmum membaca Fatihah-nya. Nabi hanya berdiam sesudah takbiratul-ihram dan diam sebentar saja sesudah Al-Fatihah sekedar menarik nafas baru, sebelum qira'ah dan diam sebentar sesudah qira'ah sekedar menarik nafas baru pula.
Al-Baihaqy dalam As-Sunan berkata: "diterima dari Jabir, bahwa beliau ber- kata: "Barangsiapa melakukan suatu shalat tanpa membaca Al-Fatihah berartilah dia tidak shalat, terkecuali di belakang imam." Menurut lahir kata-kata ini, Jabir tidak membaca Al-Fatihah di belakang imam, kalau imam men-jahar-kannya. Disampaikan oleh Yazid dari Jabir pula, ujarnya: "Kami membaca Al-Fatihah dan surat dalam shalat Zhuhur dan Ashar di belakang imam dalam rakaat yang pertama dan kedua, sedang dalam rakaat ketiga dan keempat, Al-Fatihah saja." Mazhab Ibnu Mas'ud serupa dengan mazhab Jabir.
Ulama Syafi'iyah sesudah menetapkan wajibnya makmum membaca Al- Fatihah di belakang imam, walaupun dapat didengar bacaan imam, menetapkanpula, bahwa: apabila seseorang masuk ke dalam shalat dan mendapati: imam dalam keadaan rukuk dianggap telah mendapatkan satu rakaat dengan imam.
Penetapan ini sangat bertentangan dengan dasar mewajibkan Al-Fatihah atas para makmum itu. Hadits-hadits yang mereka pegangi dalam meng'itibarkan rakaat walaupun tidak dapat bacaan sedikit juga, asal didapat rukuk, lemah semuanya.
Ibnu Sayyidin Nas dalam Syarh At-Turmudzy berkata: "Diriwayatkan dari seorang yang menerima riwayat dari Ibnu Khuzaimah, bahwa Ibnu Khuzaimah ber-hujjah untuk tidak memandang rakaat yang tidak didapat bacaan apa-apa, dengan hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah, ujarnya: Bahwa Nabi saw. bersabda: Barangsiapa mendapati imam dalam rukuk, hendaklah ia rukuk ber- sama-sama imam, dan janganlah ia hitung rakaat itu (hendaklah ia ulangi rakaat itu)." Abu Hurairah berkata: "Jika kamu mendapati imam lagi rukuk janganlah kamu hitung rakaat "Riwayat ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary dalam Juz'ul Qira'ah.
Penetapan ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary dari seluruh mujtahidin yang mewajibkan makmum membaca Al-Fatihah di belakang imam.
Diriwayatkan juga oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari dari segolongan Syafi'iyah. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Taqiyuddin Asy-Syafi'y, As-Subki dan lain-lainnya, dari ulama-ulama hadits Syafi'iyah, dan inilah yang di-tarjih-kan oleh Al-Muqbily Al-Tragy mengatakan dalam Syarh At-Tiemaizy, sesudah menghikayatkan pendapat gurunya As-Subky yang tidak menghitung rakaat yang tidak berkesempatan membaca Al-Fatihah di dalamnya: "Inilah pendapat yang dipilih oleh As-Subky."
Mengingat ini, kita heran sewaktu membaca beberapa kitab ulama muta'akh- khirin yang menyatakan bahwa para ulama telah berijma' memandang bahwa itu dianggap sebagai rakaat.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah, Nabi saw bersabda:
Hadits di atas menurut keterangan Al-Hafizh dalam Fathul Bari, bahwa sebagian ulama ber-hujjah dengan perkataan ini untuk tidak memperhitungkan rakaat yang tidak dapat dibaca Al-Fatihah di dalamnya."
Ringkasnya, barulah dihitung rakaat, apabila kita mendapati imam waktu berdiri dan kita dapat membaca Al-Fatihah.
Ibnu Hazm berkata: "Apabila seseorang masuk ke dalam shalat sedang imam lagi berdiri, lalu iapun terus membaca Al-Fatihah, maka dalam keadaan itu imamnya rukuk, hendaklah dia menyempurnakan bacaannya."
Mengenai bacaan surat di belakang imam, maka sepakatlah ulama menyuruh kita mendengarnya, apabila dapat didengar. Dan sebagian mereka mencukupkan dengan bacaan imam, walaupun kita tidak dapat mendengarnya.
Menurut pentahqiqan kami, sangat baik dibaca surat oleh makmum, apabila tidak terdengar olehnya bacaan imam.
Dalam masalah membaca Al-Fatihah dibelakang imam yang dapat didengar bacaannya itu, maka petunjuk yang harus dipakai dan dipedomani, ialah penerangan Abu Hurairah, yaitu: "membaca beserta imam dalam hati, sementara imam membacanya", yakni mengikuti bacaan iman sedang hati terus membacanya pula. Pendapat ulama Syafi'iyah yang membatalkan shalat orang yang membaca Al-Fatihah bersama imam, sedikitpun tidak ada hujjah bagi pembatalan itu."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Membaca Al-Fatihah Di Belakang Imam Dan Hukum Mendengarnya