HUKUM NIKAH TANPA WALI, BOLEHKAH.?
NIKAH TANPA WALI
3179) Abu Musa Al-Asy'ari ra. menerangkan:عنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: لَا نَكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ.
"Nabi saw. bersabda: "Tidak ada nikah melainkan dengan wali." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Turmudzy dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 2: 504)3180) Aisyah ra. menerangkan:
اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلُ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلُ, فَإِنْ دَخَلَ بِهَا، فَلَهَا الْمَهْرُ بمَا اسْتَحَلَ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيٌّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
3181) Abu Hurairah menerangkan:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ لاَتُزَوِّجُ الْمَرْأةُ الْمَرْأَةَ، وَلَا تُزَوِّجُ المَرْأَةَ نَفْسَهَا، فَإِنَّ الزَّنِيَةَ هِيَ الَّتِي تَزَوِّجُ نَفْسَهَا
"Rasulullah saw. bersabda: "Janganlah perempuan menikahkan perempuan dan janganlah perempuan menikahkan dirinya, karena sesungguhnya perempuan pezina itu ialah yang menikahkan dirinya." (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daraquthni; Al- Muntaqa 2: 506)3182) Ikrimah ibn Khalid menerangkan:
جَمَعَتِ الطَّرِيْقُ رَكْبَا، فَجَعَلَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ - ثَيِّبٌ - أَمْرَهَا بِيَدِ رَجُلٍ غَيْرِ وَلِيٍّ، فَالْكَحَها، قبَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ، فَجَلَدَ النَّاكِحَ وَالْمُنْكِحَ، وَرَدَّنِكَاحَهَا
3181) Asy-Sya'bi ra, menerangkan:
ما كَانَ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَاب النَّبِيِّ ﷺ أَشَدَّ فِي النِّكَاحِ بِغَيْرِ وَلِيٍّ مِنْ عَلِيٍّ , كَانَ يَضْرِبُ فِيْهِ
"Tidak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Nabi saw. yang lebih ketat terhadap nikah tanpa wali selain 'Ali. Beliau mencambuk orang yang melakukannya." (HR. Ad-Daraquthni; Al-Muntaga 2:506)SYARAH HADITS
Hadits ini menyatakan, bahwa nikah tanpa wali, tidak sah.
Hadits (3180) diriwayatkan juga oleh Abu Awanah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
Menurut At-Turmudzy, hadits ini hasan. Hadits ini menyatakan, bahwa tidak sah seorang perempuan menikahkan dirinya. Jika para wali enggan, maka penguasalah yang menjadi wali.
Hadits (3181) diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi. Menurut Ibnu Katsir hadits ini mauquf dan perawi-perawinya kepercayaan. Hadits ini menyatakan, bahwa perempuan idak dapat menjadi wali bagi seorang perempuan dan perempuan tidak sah mengawinkan dirinya.
Hadits (3182) menyatakan, bahwa tidak sah seseorang perempuan mewakilkan kepada seseorang untuk dinikahkan dengan seseorang laki-laki.
Hadits (3183) menyatakan, bahwa Ali bersikap sangat keras terhadap nikah anpa wali. Ali, Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud, Abu Hurairah, Aisyah, Al-Hasan Al-Bishri, Ibnu Musayyab, Ibnu Syubrumah, Ibnu Abi Laila, Ahmad, Ishaq Asy-Syafi'y dan jumhur ulama berpendapat: bahwa akad nikah tanpa wali, tidak sah.
Abu Hanifah berpendapat bahwa perempuan dapat menikahkan dirinya tanpa vali, Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat, bahwasanya wali boleh melakukan khiyar jika si perempuan menikahkan dirinya dengan yang tidak sekufu dan harus dibenarkan kalau sekufu.
Malik berpendapat, bahwa terhadap perempuan-perempuan bangsawan (orang- orang yang mempunyai kedudukan), diperlukan wali. Terhadap perempuan- perempuan biasa tidak.
Ahluzh Zhahir, hanya mengharuskan adanya wali terhadap perempuan yang masih kecil. Abu Tsaur membolehkan si perempuan menikahkan dirinya sesudah diizinkan walinya.
Wali, ialah orang yang akrab dari 'ashabah nasab, kemudian dari 'ashabah sabab, kemudian dari ashabah, 'ashabah sabab. Menurut Abu Hanifah, Zawul Arham masuk ke dalam golongan wali. Maka kalau tidak ada wali, atau ada wali tetapi enggan, berpindahlah hak wilayah (perwalian) kepada penguasa, karena penguasa menjadi wali bagi yang tidak punya wali. Al-Bukhari menegaskan dalam shahihnya, mengenai wilayah nikah dengan adanya wali. Dan jika ada yang shahih, maka disalurkan kepada yang masih kecil dan budak."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-4 Bab Anjuran Bernikah, Pinangan dan Tata Cara Akad Masalah Nikah Tanpa Wali