HUKUM PEREMPUAN MEMANDANG LAKI-LAKI
PEREMPUAN MEMANDANG LAKI-LAKI
3177) Ummu Salamah ra, menerangkan:
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ وَمَيْمُوْنَةُ، فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ، فَدَخَلَ عَلَيْهِ، وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أَمَرَ بِالْحِجَاب فَقَالَ رَسُولُ الله : احْتَجِبا مِنْهُ، فقلْنَا: يَارَسُولَ اللَّه أَلَيْسَ أَعْمَى، لَا يُبْصِرُنَا، وَلَا يَعْرِفُنَا؟ فَقَالَ: أَفَعُمْيَا وَإِنْ أَنْتُمَا ؟ أَلَسْتُمَا يُبْصِرَانِهِ؟
"Aku berada di sisi Nabi saw. dan Maimunah, maka datanglah Ibnu Ummi Maktum, lalu dia ke tempat Nabi saw. dan hal itu terjadi sesudah turun perintah berhijab. Karena itu Rasulullah saw. berkata: "Berhijablah kamu berdua terhadap Ibnu Ummi Maktum, Maka kami berkata: "Ya Rasulallah saw., bukankah dia orang buta, tidak dapat melihat kami dan tidak dapat mengenal kami? Nabi saw. menjawab: "Apakah kamu berdua buta juga? Bukankah kamu melihatnya?" (HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 2: 503)3178) 'Aisyah ra. menerangkan:
SYARAH HADITS
Hadits (3177) diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y dan Ibnu Hibban. Dalam sanadnya terdapat seorang yang dianggap kurang kuat oleh sebagian ulama. Hadits ini menyatakan, perempuan tidak boleh melihat tubuh laki-laki, begitu pula sebaliknya.
Hadits (3178) menyatakan, bahwa Nabi saw, membenarkan 'Aisyah melihat orang-orang Habasyah (Ethiopia) bermain lembing dan tombak di dalam masjid. Asy-Syafi'y dan Ahmad, tidak membolehkan perempuan melihat tubuh laki-laki. Inilah pendapat yang paling shahih menurut An-Nawawy. Sebagian ulama membolehkan perempuan melihat tubuh laki-laki dalam keadaan terbuka, kecuali bagian di antara pusar dan lutut.
Menurut Al-Hafizh, orang-orang Habasyah datang ke Madinah pada tahun ke-7 Hijrah, ketika 'Aisyah telah berumur 16 tahun.
Rasulullah berkhutbah di hadapan para perempuan di hari Ied dengan ditemani oleh Bilal Abu Daud mengatakan: "Hadits Ummu Salamah ini, yakni tidak boleh orang perempuan melihat orang laki-laki (tubuh orang laki-laki) dikhususkan bagi isteri Nabi saw.
An-Nawawy berkata: "Orang laki-laki diharamkan melihat aurat laki-laki dan orang perempuan diharamkan melihat aurat perempuan".
Tidak ada khilaf di antara ulama dalam masalah ini. Demikian pula orang laki- laki melihat kepada aurat perempuan dan orang perempuan melihat kepada aurat laki-laki. Para ulama telah ijma' tentang hal ini. Apabila orang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, maka melihat aurat perempuan lebih-lebih lagi di- haramkan.
Keharaman ini, hanya bagi yang selain suami dan tuan. Mengenai suami isteri, masing-masing boleh saling melihat aurat masing-masing, kecuali bagian kelamin. Mengenai bagian kelamin, ada tiga pendapat di kalangan ulama Syafi'iyah:
Pertama, dimakruhkan melihat kelamin pasangannya tanpa hajat, tetapi tidak haram.
Kedua, haram bagi masing-masing melihat kelamin yang lain.
Ketiga, haram bagi laki-laki dan makruh bagi perempuan, sedang melihat ke dalam perut bagian kelamin lebih sangat diharamkan.
Mengenai sang tuan, maka jika dia boleh menyetubuhi budaknya, maka mereka dipandang sebagai suami isteri. Tetapi jika budak itu haram lantaran hubungan darah atau susuan (bisanan), seperti ibu isteri, maka budak itu sama dengan perempuan merdeka. Dan jika budak itu orang Majusi atau murtad atau penyembah berhala atau sedang ber-'iddah atau dalam berusaha menebus diri, maka dia dipandang sebagai budak yang lain.
Mengenai seorang laki-laki memandang tubuh-tubuh mahramnya dan sebaliknya, maka menurut pendapat yang shahih, dibolehkan pada bagian yang di atas pusar dan di bawah lutut. Dalam pada itu ada yang mengatakan, bahwa yang boleh dilihat hanyalah bagian-bagian tubuh yang biasa terbuka di waktu bekerja. Aurat seseorang terhadap orang lain, maka aurat laki-laki sesama laki-laki, ialah bagian yang di antara pusar dan lutut, begitu pula sesama perempuan.
Keharaman ini, adalah apabila tidak ada keadaan yang mendesak. Jika ada keadaan yang mendesak, yang dibenarkan oleh syara' seperti pada waktu jual beli dan memberi obat atau menjadi saksi dibolehkan asal terhindar dari nafsu birahi. Melihat dengan nafsu birahi, diharamkan atas segenap manusia, walaupun yang dilihat itu ibunya atau anaknya.
Demikian pula diharamkan seseorang menyentuh aurat orang lain, di tempat mana saja tanpa lapik. Ini semuanya berpautan dengan 'aurat mukhaffafah. Adapun 'aurat mughaladhah, maka keadaan darurat sajalah yang membolehkan seseorang melihat aurat mughaladhah orang lain. Seperti di waktu mengobati luka di kelamin dan tak dapat diberi obat tanpa melihat itu. Adapun keadaan-keadaan yang tidak darurat, maka tidak ada jalan membolehkannya.
Al-Ghazali mengatakan: "Hadits ini menyatakan, bahwa boleh diadakan permainan yang mubah di dalam masjid. Hadits yang menyuruh kita mengusir anak-anak dari masjid, dan orang-orang gila, adalah dhry, sebagaimana menyatakan menonton permainan yang mubah, dibolehkan. Dan dikala terpaksa membuka aurat, maka hendaklah dibuka sekedar yang perlu saja, tidak boleh ditanggalkan kain penutup aurat sama sekali.
Di antara dalil-dalil yang menguatkan, bolehnya orang perempuan melihat laki-laki (bukan melihat auratnya), ialah: kebolehan para perempuan datang ke masjid dan ke pasar-pasar dengan tidak pernah disuruh laki-laki supaya menutupi muka agar jangan dilihat muka-muka mereka oleh para perempuan.
Maka yang tidak dibolehkan, ialah memandang aurat dalam keadaan terbuka dan memegang bagian aurat tanpa lapik.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-4 Bab Anjuran Bernikah, Pinangan dan Tata Cara Akad Masalah Perempuan Memandang Laki-laki