MERAGUKAN KIBLAT KARENA GELAP (MALAM)
MERAGUKAN KIBLAT KARENA GELAP (MALAM)
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ فِي لَيْلَةٍ مُظْلِمَةٍ فَاشْكَلَتْ عَلَيْنَا القِبْلَةُ، فَصَلَّيْنَا: فَلَمَّا طَلَعَتِ الشَّمْسُ إِذا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ القِبْلَةِ فَنَزَلَتْ : فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا ِ فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ
608) Muadz ra, berkata:
صلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي يَوْمٍ غَيْمٍ فِي سَفَرٍ إِلَى غَيْرِ الْقِبْلَةِ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلاةَ وَسَلَّمَ تَجَلَّتِ الشَّمْسُ فَقُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ الْقِبْلَةِ، فَقَالَ: قَدْ رُفِعَتْ صَلَاكُمْ بِحَقِّهَا إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
SYARAH HADITS
Hadits (607) diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani dan Ahmad. At-Turmudzy mengatakan, "Hadits ini dhaif, karena dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Al-Asy'ats ibn Said As-Samman yang dipandang lemah. Hadits ini menyatakan, jika kita tidak mengetahui arah kiblat karena sangat gelap, maka shalat ke arah yang diyakini adalah sah."
Hadits (608), dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Abu Abdullah Abalah Syammir ibn Atha'. Menurut pendapat Ibnu Hibban, Abu Abdullah adalah orang yang dapat dipercaya. Hadits ini menyatakan, bahwa apabila kita tidak mengetahui kiblat karena mendung di dalam safar, maka menghadaplah ke mana yang ditunjukkan hati, dan orang yang shalat dengan menghadap arah bukan kiblat karena gelap atau mendung, maka shalatnya sah, baik diketahuinya masih dalam waktu atau di luarnya.
Ash-Shan'ani dan Asy-Syaukani mengatakan, "Hadits-hadits ini, walaupun yang mendhaifkan, namun dapat dijadikan hujjah, karena datangnya banyak ada jalan." Asy-Syabi mengatakan, "Ulama Hanafiyah dan Kuffah berpendapat, bahwa orang yang shalat dan tidak menghadap arah kiblat karena terlalu gelap, tetap sah asal mereka pernah berijtihad. Tetapi jika diketahui menghadapnya itu salah, maka shalatnya wajib diulangi."
Sebagian ulama mengatakan, "Shalatnya tidak wajib diulangi jika ketahuan salah, sesudah ke luar waktu. Jika ketahuan salah sebelum keluar waktu, wajib diulang." Asy-Syafi'y mengatakan, "Shalat wajib diulang, baik masih ada waktu maupun sudah ke luar." Ash-Shan'ani dan Asy-Syaukani mengatakan, "Shalat tersebut tidak perlu diulang lagi, mengingat hadits-hadits di atas."
Beramal dengan hadits-hadits ini lebih utama daripada beramal dengan ijtihad seseorang, yang boleh jadi benar dan boleh jadi salah. Hadits-hadits ini, walaupun bila dipisah-pisahkan, tidak menghasilkan kekuatan, dapat juga dipergunakan, karena kumpulannya menghasilkan kekuatan yang menutupi.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Ragu Dalam MengahadapQiblat Karena Gelap