Petunjuk Nabi Kepada Baduwi Yang Tidak Pandai Shalat
PETUNJUK NABI SAW. KEPADA SEORANG BADUWI YANG TIDAK PANDAI SHALAT
647) Abu Hurairah ra menerangkan:إِنَّ النَّبِيَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلامَ فَقَالَ: ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ. فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: ارْجِعْ فَصَلِّ فَأَنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ: وَالَّذى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ نَبِيًّا مَا أَحْسَنَ غَيْرَهُ فَعَلمْنِي. قَالَ: اَذَا قُمتَ إِلَى الصَّلاةِ فَاسْبِغِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ استَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَيَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
"Nabi saw, pada suatu hari masuk ke dalam masjid, sesaat kemudian masuklah seorang laki-laki ke dalam lalu shalat seorang diri. Sesudah ia bershalat, ia pergi menjumpai Nabi seraya memberikan salam. Maka setelah Nabi menjawab salamnya, beliau bersabda: "Kembalilah bershalat lagi, karena kamu sebenarnya belum shalat." Mendengar perintah Nabi itu, Baduwi itu pun mengulangi shalat- nya. Sesudah itu pergi pula ia menemui Nabi seraya memberikan salam. Sesudah Nabi menjawab salamnya, Nabi menyuruh Baduwi tersebut mengulangi shalatnya sampai tiga kali. Pada keempat kalinya Baduwi itu berkata: "Demi Allah yang membangkit engkau menjadi Nabi dengan sebenarnya, sesungguhnya saya tidak dapat mengerjakan shalat selain dari cara yang telah saya kerjakan ini. Ajarilah saya tata cara shalat (yang benar)." Maka Nabi bersabda: "Apabila kamu hendak shalat, sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke kiblat dan bacalah takbir. Setelah itu bacalah apa yang kamu telah hafalkan dari ayat-ayat Al-Qur'an. Sesudah itu rukuklah kamu hingga berketetapan barang sesaat di dalam rukuk itu. Sesudah itu bangunlah (ber-i'tidal) kamu. Sesudah berdiri tegak barang sesaat, bersujudlah hingga kamu berketetapan dalam sujud barang sesaat lamanya. Sesudah itu sujudlah sekali lagi. Sesudah sujud kedua itu bangunlah dan duduklah barang sesaat. Demikianlah semestinya kamu perbuat dalam tiap- tiap rakaat hingga akhir shalat." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muharrar: 42)SYARAH HADITS
Hadits (617) diriwayatkan juga oleh ulama-ulama hadits yang lain. Lafazh ini, adalah lafazh Al-Bukhary.Orang Arab Baduwi yang mengerjakan shalat itu, ialah Khallad ibn Rafi'. Demikian menurut Ibnu Abi Syaibah. Shalat yang dilakukan itu adalah shalat tahiyyatul masjid menurut pentahqiqan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Ashqalany.
Menurut lafazh yang diriwayatkan oleh At-Turmudzy dan Dawud, dalam riwayat ini terdapat perintah membaca tasyahhud sesudah berwudhu dan perintah membaca iqamat sebelum bertakbir. Menurut riwayat Abu Dawud pula terdapat ucapan dan bacalah Al-Fatihah dan sedikit dari Al-Qur'an. Juga terdapat ucapan yang demikian dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban.
Menurut riwayat Ibnu Majah terdapat dalam riwayat ini, perintah membaca doa iftitah dan takbiratul-ihram. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: "Dan terdapat dalam sebagian riwayat hadits ini perintah membaca takbir intiqal, tasmi, meletakkan dua tangan atas dua lutut dalam dua rukuk, mengulurkan tulang belakang ketika rukuk, ber-thuma'ninah dalam sujud, duduk istirahat dan menghamparkan paha, membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil (yakni: subhanallahi wal hamdu lillahi walaliläha illallahu wallâhu akbar wa la haula wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim) yaitu ketika tidak dapat membaca Al-Fatihah, membaca tasyahhud pertama dan duduk iftirasy di antara dua sujud. Yang tidak terdapat dalam segenap riwayat hadits ini, ialah: niat, duduk yang akhir, tasyahhud dan shalawat."
Hadits ini menyatakan bahwa semua gerakan yang terdapat dalam kandungan hadits ini atau dalam salah satu riwayatnya wajib dikerjakan, tidak boleh sama sekali ditinggalkan, dan menyatakan dengan tegas, bahwa thuma'ninah juga wajib.
Hadits ini menyatakan juga, bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan tanpa ilmu, tidak sah dan bahwa menghadap kiblat sebelum takbir, wajib.
Ibnu Daqiqil Id berkata: segenap fuqaha mengambil dalil dengan hadits ini untuk mewajibkan gerakan-gerakan yang disebut di dalamnya dan tidak mewajibkan segala yang tidak disebut di dalamnya. Oleh karena itu, kita boleh mengatakan: semua gerakan yang disebut di dalam hadits ini, wajib, walaupun sebagian ulama mengatakan tidak wajib, dan boleh pula kita mengatakan: semua gerakan yang tidak dikandung oleh hadits ini tidak wajib, walaupun sebagian ulama mewajibkannya.
Hanya saja untuk melaksanakan yang disebut ini, wajiblah kita memeriksa segala riwayat dan segala jalan untuk menerimanya, lalu kita mengumpulkannya. Maka tiap-tiap yang terdapat dalam salah satu riwayatnya, kita ambil dan kita wajibkan. Yang tidak terdapat dalam salah satu jalannya, tidak kita wajibkan.
Asy-Syaukany berkata: "Apabila datang sesuatu perintah yang tidak terdapat dalam hadits ini hendaklah kita perhatikan sejarahnya. Jika perintah itu datang sebelum terjadi peristiwa ini, perintah itu kita palingkan kepada sunnat. Jika datangnya sesudah peristiwa ini, maka perintah itu kita ambil lahirnya. Jika lahirnya menunjuk kepada wajib, wajiblah hukumnya. Jika tidak, tidaklah diwajibkan. Adapun jika tidak dapat kita ketahui sejarahnya, hendaklah perintah yang dikandung olehnya dipandang sebagai sunnar, hingga kita mengetahui sejarah kedatangannya."
Jika kita semua mau memperhatikan benar-benar hadits ini, mudahlah kita menetapkan hukum-hukum aqwal (ucapan) dan af al (perkataan) yang kita kerjakan dalam shalat. Hadits ini mewajibkan segala yang disebut di dalamnya, seperti iqamat dan membaca syahadatain sesudah berwudhu. Hadits inilah yang menjadi pedoman untuk membahas rukun-rukun shalat. Dalam pembahasan-pembahasan yang akan datang, kami jelaskan: mana yang terdapat dalam hadits ini dan mana yang tidak, agar mudah ditetapkan hukumnya dan diketahui alasan mengerjakannya. Haruslah dimaklumi, bahwa bacaan salam, tidak terdapat dalam hadits ini.
Hadits ini dikenal dalam kitab-kitab hadits dengan: hadits musi' shalat (hadits tentang orang yang tidak dapat melakukan shalat sebagaimana yang dikehendaki oleh syara').
Tentang hal niat, kiranya tidak usah dicari jalan untuk mewajibkannya, lantaran tidak terdapat dalam hadits tentang musi' shalat ini, karena dia telah termasuk dalam gerakan yang menadai kita shalat, sebagaimana yang telah dibahas dalam bagian-bagian yang telah lalu dari kitab ini.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi
Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-Sifat Shalat Masalah Petunjuk Nabi
Kepada Baduwi Yang Tidak Pandai Shalat