HADITS DUDUK ANTARA DUA SUJUD DALAM SHALAT
DUDUK ANTARA DUA SUJUD DALAM SHALAT
731) Anas ibn Malik berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ قَامَ حَتَّى تَقُولُ: قَدْ أَوْهَمَ ثُمَّ يَسْجُدَ ويَقْعُدَ بَيْنَ السَّجْدَيْنِ حَتَّى نَقُوْلَ: قَدْ أَوْهَم
"Rasul saw. apabila telah membaca sami'allâhu liman hamidah beliau berdiri sehingga kami sangka beliau telah lupa. Sesudah itu beliau bersujud dan duduk antara dua sujud sehingga kami sangka beliau telah lupa." (HR. Muslim; Al- Muntaga 1: 429)732) Anas ibn Malik ra. menerangkan:
إِنِّي لَا ألُو أَنْ أُصَلِّيَ بِكُمْ كَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يُصَلِّي بِنَا، فَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوْعِ انْصَبَ قَائِمًا حَتَّى يَقُوْلُ النَّاسِ قَدْ نَسِيَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السّجْدَةِ مَكَثَ حَتَّى يَقُوْلَ النَّاسُ : قَدْ نَسِيَ.
733) Hudzaifah ibnul Yaman ra. menerangkan:
إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ: رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي
734) Ibnu Abbas ra menerangkan
إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِيْ
Nabi saw. membaca dalam duduk antara dua sujud: "allahummaghfir li, war hamni, wajburni, wahdini, war zuqni." (HR. At-Turmudzy dan Abu Daud; Al- Muntaqa 1: 430)735) Wa'il ibn Hujur ra, berkata:
كَانَ النَّبِيُّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مُكَبِّرًا غَيْرَ رَافِعٍ يَدَيْهِ وَيَرْفَعُ مِنْهُ رَأْسَهُ قَبْلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَجْلِسُ مُفْتَرِشًا يَفْرِشُ رَجْلَهُ الْيُسْرَى ويَجْلِسُ عَلَيْهَا وَيَنْصِبُ الْيُمْنَى، وَكَانَ يَضَعُ يَدَيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَيَجْعَلُ مِرْفَقَهُ عَلَى فَخِذِهِ وَطَرَفَ يَدِهِ عَلَى رُكْبَتِهِ وَقَبَضَ ثِنْتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَخَلَقَ حَلْقَةً ثُمَّ اصْبَعَهُ يَدْعُوْبِهَا وَيُحَرِّكُهَا
736) Abu Hurairah ra, berkata:
737) 'Aisyah ra. berkata:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يُصَلِّى مُتَرَبَِعًا.
SYARAH HADITS
Hadits (731) diriwayatkan juga oleh ahli-ahli hadits yang lain. Menyatakan bahwa memanjangkan i'tidal dan melamakan duduk antara dua sujud, adalah disyariatkan. Hadits ini menolak paham ulama yang tidak membolehkan kita melamakan i'tidal dan duduk antara dua sujud.
Hadits (732) menyatakan bahwa memanjangkan i'tidal dan melamakan duduk antara dua sujud adalah diisyariatkan.
Hadits (733) diriwayatkan juga oleh Abu Daud dari Hudzaifah dengan lafazh yang lebih panjang. Di dalamnya diterangkan, bahwa Hudzaifah melihat Rasulullah shalat di malam hari. Beliau membacakan "Allahu akbar" tiga kali. Kemudian beliau membacakan "Dzul-malakúti wal-jabaruti wal-kibriya'i wal-azhmati."
Kemudian beliau membaca iftitah, lalu membaca surat Al-Baqarah. Sesudah itu Rasulullah rukuk. Rukuknya sebanding dengan lama berdirinya. Di dalam rukuknya beliau membacakan "Sub-hana rabbiyal 'azhimi." Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, lalu berdiri kembali. Lama berdirinya sebanding dengan lama berdirinya untuk membaca surat. Di dalam berdiri ini beliau membacakan "li rabbiyal hamdu." Kemudian beliau bersujud. Di dalam sujud beliau membaca "Subhana rabbiyal a'la."
Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari sujud, lalu duduk antara dua sujud. Lama duduknya ini, sebanding dengan lama sujudnya. Di dalam duduk ini beliau membacakan "Rabbighfir li" dua kali. Beliau shalat empat rakaat. Beliau membaca di dalamnya surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa' dan Al- Maidah atau Al-An'am. Al-Mundziry berkata: "Hadits ini diriwayatkan oleh At- Turmudzy. Asal hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim."
Hadits ini menyatakan bahwa memanjangkan shalat adalah sunnat dan membaca surat-surat yang panjang, serta memanjangkan rukuk-rukuknya disukai. Hadits ini menyatakan pula bahwa disukai kita memohon ampun di dalam duduk di antara dua sujud.
Hadits (734) kata At-Turmudzy, hadits ini gharib. Asy-Syaikh Mubarakfuri mengatakan bahwa At-Turmudzy tidak menegaskan pendapatnya tentang hadits ini. Al-Hakim juga meriwayatkan hadits ini dan menyatakan shahih. Abu Daud tidak berkomentar. Al-Mundziry, dalam Talkhish as-Sunan: "Juga hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah." Hadits ini tidak kurang derajatnya dari hasan. Menurut lafazh Abu Daud, doa yang Nabi ucapkan, ialah: "Allahummaghfir li warhamni, wa'afini, wahdini, warzuqni." Menurut riwayat Ibnu Majah berbunyi: "Rabbighfirli warhamni, wajburni, warzuqni, warfa'ni." Al-Hafizh dalam At-Talkish berkata: "Al- Hakim telah mengumpulkan lafazh-lafazh doa ini tanpa menyebut lafazh "wa'afini."
Hadits ini menyatakan bahwa berdoa dengan doa yang Nabi ucapkan ini di dalam duduk antara dua sujud, disyariatkan. Menurut lahir hadits, Nabi mengucapkan doa itu dengan suara yang agak keras.
Hadits (735) menurut Ibnul Qayyim, shahih. Hadits ini menyatakan bahwa cara meletakkan tangan atas paha dalam duduk antara dua sujud, ialah bukan menghulurkan jari-jari ke lutut; namun menggenggam jari dan kelingking ke telapak tangan, menggelungkan ibu jari ke jari tengah dan berisyarat dengan telunjuk sambil menggerak-gerakkannya.
Hadits (736) diriwayatkan juga oleh Al-Bukhary. An-Nawawy menyatakan sanad hadits ini dha'if. Hadits ini menyatakan bahwa duduk secara iq'a dilarang.
Hadits (737), dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Diriwayatkan juga oleh Al- Baihaqy dari 'Abdullah ibn Zubair dari ayahnya, ujarnya: "Saya melihat Rasulullah berdoa begini, beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, sedangkan beliau duduk bersila. Dan diriwayatkan lagi oleh Al-Baihaqy dari Humaid, ujarnya: "Saya melihat Anas shalat dengan duduk bersila di atas tempat tidurnya." Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary dengan sanad yang mu'allaq. Berkatalah ulama: "Cara bersila, ialah: menjadikan bagian dalam (bathin, perut) telapak kaki kanan di bawah paha kiri dan menjadikan bagian dalam telapak kaki kiri di bawah paha kanan, sedang kedua telapak tangan diletakkan di atas lutut dan anak jari direnggangkan seperti dalam keadaan rukuk.
Menyatakan posisi duduk orang yang sakit, apabila shalat dengan duduk. Hadits ini menerangkan sifat shalat Nabi sesudah beliau jatuh dari kudanya dan rusak telapak kakinya, karena itu beliau shalat dengan duduk bersila.
Sebagian ulama Syafi'iyah berpendapat: "Bahwa memanjangkan i'tidal dan duduk antara dua sujud, membatalkan shalat karena memanjangkannya menghilangkan muwalat."
An-Nawawy berkata: "Sukar sekali kita menolak hadits yang tersebut ini." Menurut Mazhab ulama Syafi'iyah bahwa duduk antara dua sujud dan thuma'ninah di dalamnya, wajib, tidak sah shalat dengan tidak adanya duduk dan thuma'ninah di dalamnya.
Pendapat ini disetujui oleh jumhur ulama', terkecuali Abu Hanifah. Abu Hanifah berpendapat, bahwa duduk antara dua sujud dan thuma'ninah di dalamnya, tidak difardhukan. Cukup sekedar mengangkat kepala barang sedikit saja dari sujud, lalu sujud kembali. Menurut sunnah Rasullah hendaklah duduk ini dengan cara menggelarkan (membentangkan)-telapak kaki kiri dan duduk atas tumitnya serta menegakkan kaki kanan."
Diriwayatkan oleh pengarang Asy-Syamil, bahwa kaki itu dilipatkan lalu duduk di atas dua telapak kaki. Disukai supaya kedua belah tangan diletakkan di atas paha. Bertemu ujung jari tangan dengan ujung lutut, dengan menghamparkan anak jari serta memperhadapkannya ke kiblat dan merapatkannya supaya semuanya menghadap ke kiblat.
Tentang hal duduk iq'aAl-Baihaqy berkata: "Duduk iqa yang dilarang, bukanlah duduk atas dua tumit dengan menegakkan kaki. Namun duduk atas buah punggung dengan menegakkan dua betis dan meletakkan tangan ke tempat shalat (sujud). Inilah yang dinamai duduk anjing" Menurut Al-Baihaqy banyak sahabat Nabi yang duduk antara dua sujud dengan cara menegakkan kaki dan menduduki tumit.
Pendapat Al-Baihaqy ini dikuatkan pula oleh Ibnush-Shalah.
Menurut penerangan Ibnush Shalah, bahwa Asy-Syafi'y menyunnatkan se- demikian cara duduk antara dua sujud, di dalam kitab-kitab Al-Imla' dan Al-Buwaithi. Apa yang dinukilkan oleh Ibnush-Shalah, lebih dahulu telah dinukilkan juga oleh Al-Baihaqy dalam kitab Ma'rifatus Sunan.
An-Nawawy berkata: "Adanya hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, yang menerangkan bahwa Nabi pernah duduk atas dua tumit, sekurang-kurang- nya menunjukkan kepada boleh duduk semacam itu. Sunnah yang lebih banyak Nabi perbuat, ialah: duduk sebagai disifatkan oleh Abu Humaid dan Wa'il. Cara itu diriwayatkan oleh sepuluh sahabat. Adapun cara iq'a, jarang dilakukan Nabi, dikerjakan hanya sesekali."
Al-Khaththaby berkata: "Kebanyakan hadits Nabi melarang kita duduk secara iq'a (duduk di atas dua tumit). Menurut hadits Abu Humaid dan Wa'il ibn Hujur, bahwa Nabi duduk antara dua sujud dengan menggelarkan (membentangkan) kaki kiri, (duduk secara iftirasy). Dan kemakruhan duduk secara iq'a, diriwayatkan dari segolongan sahabat, dari Malik, Asy-Syafi'y, Ahmad, Ishaq, dan ulama-ulama Kufah. Dan cara iq'a yang dimakruhkan, ialah mendudukkan kedua buah pungung atas kedua tumit, duduk dengan tidak melekatkan punggung ke tempat shalat. Penerangan Ibnu Abbas, bahwa Nabi pernah duduk atas dua tumit, mansukh.
Dzikir dan doa ketika duduk di antara dua sujud
Al-Mutawalli berkata: "Orang yang shalat sendirian disukai menambah sesudah doa tersebut: "Allahumma hab li qalban naqiyyan minasy syirki bariyyan la kafiran wa syaqiyyan"- wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku jiwa yang bersih dari syirik lagi suci. Janganlah Engkau berikan kepadaku jiwa yang kufur dan jiwa yang celaka. Al-Adzra'i berkata: "Disunnatkan kita membaca lafazh tersebut, karena ada hadits yang diterima dari Nabi."
Tidak sedikit hadits yang menerangkan bahwa Nabi memanjangkan i'tidal- nya dan duduk antara dua sujudnya. Karena itu, kita sulit memahami pendirian Ulama yang membatalkan shalat apabila kita memanjangkannya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Al-Bara', ujarnya: "Rukuk Nabi dan sujudnya, i'tidal-nya dan duduk antara dua sujudnya, hampir-hampir bersamaan lamanya."
Menurut lafazh Al-Bukhary hadits itu bermakna: "Rukuk Nabi, sujudnya duduk antara dua sujudnya, i'tidal-nya selain dari berdiri dan duduk tasyahhud, hampir-hampir bersamaan lamanya." Ibnu Daqiqil Id berkata: "Hadits ini menyatakan bahwa 'itidal, rukun yang panjang. Hadits Anas tegas-tegas menetapkan demikian."
Asy-Syaukany berkata: "Menurut hadits-hadits yang shahih, yang diisyaratkan dalam rukuk dan sujud adalah dzikir.
Dengan memperhatikan lafazh-lafazh yang tersebut dalam hadits-hadits ini nyatalah, bahwa membaca "wa'fu'anni" di akhir doa "rabbighfirli" bid'ah adanya. Lafazh itu tidak terdapat dalam sesuatu hadits yang shahih dan yang hasan.
Diterangkan oleh Ibnul Qayyim, bahwa hikmah duduk antara dua sujud ialah: karena sujud itu dua kali. Maka untuk mewujudkan dua kali sujud, haruslah diadakan pemisah antara keduanya, dan diadakanlah suatu rukun yang dimaksudkan yaitu duduk. Diperintahkan kita di dalam duduk itu berdoa dengan doa-doa yang layak, yaitu memohon ampun, rahmat, hidayah, 'afiat dan rezeki. Doa ini mengandung kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, serta menolak kejahatan dunia dan kejahatan akhirat.
Rahmat, menghasilkan kebajikan. Maghfirah, menolak kesalahan. Hidayah, menyampaikan kita memperoleh rahmat dan ampunan, rezeki memberikan kepada badan, penguat dan pengokoh, baik rezeki yang berupa benda, seperti makanan dan minuman, maupun yang merupakan makna, serta ilmu dan iman.
Dijadikan duduk ini untuk tempat membaca doa-doa itu, mengingat pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sebelumnya, yaitu memuji Allah, menyanjung-Nya dan tunduk kepada-Nya. Ini semuanya adalah wasilah untuk berdoa. Tentang cara meletakkan tangan dalam duduk antara dua sujud, kami memegangi hadits Wa'il Ibnu Hujur walaupun dia gharib karena tidak ada yang me- nyalahinya. Hal ini telah ditegaskan oleh Ibnul Qayyim dalam "Zadul Ma'ad."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi
Hadits-hadits Hukum Jilid 1 Bab Sifat-sifat Shalat Masalah Duduk Antara Dua Sujud
Dalam Shalat