Cara Duduk Tasyahud Dalam Shalat
747) Ashim ibn Kulaib menerangkan:
"Wa'il ibn Hujur melihat Nabi shalat. Beliau bersujud kemudian duduk. Beliau menggelarkan kakinya yang kini." (HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa'y; Al- Muntaqa: 437)
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَلَمَّا فَعَدَ وَتَشَهَّدَ فَرَشَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى عَلَى الْأَرْضِ وَجَلَسَ عَلَيْهَا.
"Saya shalat di belakang Rasulullah. Maka manakala beliau duduk tasyahhud, beliau menggelarkan telapak kakinya yang sebelah kiri di atas lantai lalu duduk di atasnya." (HR. Sa'id ibn Manshur; Al-Muntaqa 1: 437)749) Rifa'ah ibn Rafi' ra, menerangkan:
750) Abu Humaid As-Saidi ra. berkata: "Aku lebih hafal daripada kamu tentang hal shalat Rasul. Aku lihat beliau apabila takbir, meletakkan kedua belah tangannya di tentang pundaknya (bahunya). Apabila beliau rukuk beliau tekankan kedua-dua tangannya ke lututnya, lalu datarlah punggungnya. Apabila beliau bangkit dari rukuk, beliau berdiri tegak lurus sehingga kembali segala tulang belakangnya ke tempatnya masing-masing. Apabila beliau sujud, beliau letakkan kedua-dua tangannya dengan tidak menggelarkan dan tidak menggenggamkan. Dan beliau memperhadap-hadapkan jari- jari kakinya ke kiblat. Apabila beliau duduk dalam dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya, apabila beliau duduk pada rakaat akhir, beliau sorongkan kaki kiri ke bawah kaki kanan dan menegakkan kaki kanan, lalu duduk dengan pantatnya." (HR. Al-Bukhary; Al-Muntaqa 1: 438)
751) Aisyah ra, berkata: "Rasul saw, memulai shalat dengan takbir dan memulai bacaannya dengan al-hamdulillahi rabbil 'alamin. Apabila beliau rukuk, beliau tidak meninggikan kepalanya dan tidak menundukkan (tidak merendahkan dan dataran badan); hanya di antara itu. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau tidak bersujud sebelum berdiri tegak benar. Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau tidak sujud kembali, sehingga beliau duduk tegak benar. Beliau membaca pada tiap-tiap dua rakaat, attahiyyatu. Beliau menggelarkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Beliau melarang kita bersikap seperti tumit-tumit setan (yaitu meletakkan dua buah pantat di atas dua tumit dalam duduk antara dua sujud). Dan beliau melarang orang laki-laki menggelarkan dua hasta, sebagai binatang buas menggelarkan hastanya. Dan adalah beliau menyudahi shalatnya dengan taslim (salam)." (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud; Al-Muntaqa 1: 439)
752) Abu Hurairah ra, berkata:
نَهَانِی رَسُوْلُ اللهِ عَنْ ثَلَاثٍ: عَنْ نُقْرَةٍ كَنُقْرَةِ الدِّيْكِ وِاقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ وَاِلْتِفَاتِ كَاِلْتِفَاتِ الثَعْلَبِ. (رواه أحمد)
SYARAH HADITS
Hadits (747) diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dan At-Turmudzy. Menurut At-Turmudzy hadits ini hasan shahih. Hadits ini menyatakan bahwa cara duduk untuk membaca tasyahhud ialah cara duduk iftirasy.
Hadits (748) diriwayatkan juga oleh At-Turmudzy dan Ibnu Majah. Kata At- Turmudzy: "Hadits inilah yang diamalkan oleh kebanyakan ahli ilmu. Demikianlah pendapat Sufyan ats-Tsaury, Ibnul Mubarak dan ulama Kufah." Hadits ini menyatakan bahwa cara duduk untuk membaca tasyahhud ialah cara duduk iftirasy.
Hadits ketiga (749) diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Abu Daud. Sanad Abu Daud tidak ada cacatnya. Juga hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Syaibah. Hadits ini menyatakan bahwa cara duduk untuk membaca tasyahhud, adalah cara duduk iftirasy.
Hadits (750) menyatakan bahwa cara duduk dalam rakaat akhir, ialah cara duduk tawarruk. Dan menegaskan pula bahwa menurut sunnah, ialah menegakkan kedua-dua telapak kaki dalam sujud dengan memperhadapkan jari-jarinya ke kiblat. Hal ini dilakukan dengan jalan menekankan sedikit ujung jari-jari kaki.
Hadits (75) menyatakan bahwa cara duduk dalam dua-dua tasyahhud itu sama, yaitu secara menggelarkan kaki kiri, menegakkan kaki kanan. Dan menegaskan pula bahwa kedua-dua tasyahhud itu, hukumnya wajib. Juga menyatakan bahwa duduk atas tumit dilarang. Menggelarkan ke dua-dua hasta ketika sujud, dilarang. Dan hadits ini menyatakan pula, bahwa salam itu, wajib.
Hadits (752) diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqy, Abu Ya'la, Ath-Thabrany dalam Al-Mu'jam Al-Ausath. Menurut pentahqiqan dalam kitab Majma' az-Zawa'id, sanad riwayat Ahmad ini hasan. Tentang hal larangan mencotok-cotokkan sujud, sebagai cokan burung gharah, diriwayatkan juga oleh Abu Daud, An-Nasa'y dan Majah dari jalan yang lain.
Tentang hal larangan duduk iq'a (duduk anjing), dikan juga oleh At-Turmudzy dan Ibnu Majah dari 'Ali dari Nabi saw. Hadits ini menyatakan kemakruhan duduk secara iq'a, cotokan ayam dan berpaling-paling dalam shalat seperti talab (anjing hutan).
Abu Hanifah, pengikut-pengikutnya, Ats-Tsaury dan Zaid ibn 'Ali, berpen- dapat bahwa duduk iftirasy, disukai dalam kedua-dua tasyahhud. Kata Malik,Asy-Syafly dan ashhab-nya, duduk iftirasy hanya dilakukan untuk duduk tasyahhud penama. Untuk tasyahhud kedua disyariatkan duduk tawarruk.
Ahmad berkata: "Duduk tawarruk tertentu bagi shalat yang dua tasyahhud, yakni duduk iftirasy untuk tasyahhud pertama, duduk tawarruk untuk tasyahhud keda Untuk Shubuh dan shalat-shalat yang dua rakaat, disukai duduk iftirasy dalam membaca tasyahhud."
Ibnu Qudamah berkata: "Nabi tidak menerangkan keadaan tasyahhud kepada orang Baduwi yang tidak mengetahui bagaimana cara shalat yang sebenarnya. Mungkin, karena pada waktu itu belum difardhukan duduk tasyahhud dan mungkin pula karena si Baduwi yang tidak mengetahui cara shalat itu, mengerjakan duduk tanyahhad akhir dengan betul. Lantaran itu Nabi tidak menerangkannya lagi.
Abu Ubaid mengatakan: "Dikehendaki dengan tumit-tumit setan ialah duduk iqa (duduk anjing) yang dilarang, yaitu meletakkan kedua-dua buah punggung ketikar, menegakkan ke dua betis dan meletakkan tangan atas lantai."
Ibnu Ruslan dalam As-Sunan berkata: "Dikehendaki dengan tumit setan, ialah meletakkan kedua belah punggung di atas kedua tumit dalam duduk antara dua sujud. Dan dikehendaki dengan menghamparkan lengan sebagai binatang buas, jalah meletakkan hasta ke tikar. Juga sedemikian siku dan telapak tangan. Para mufassir bermacam-macam pendapatnya dalam menafsirkan iq'a:
- Duduk dengan meletakkan buah punggung ke tikar, mendirikan kedua betis dan meletakkan kedua tangan ke tikar, sebagai duduknya anjing. Mufassir yang mengartikan begini berpendapat bahwa iq'a yang semacam inilah yang dimakruhkan dalam shalat."
- Meletakkan kedua buah punggung atas dua tumit dalam duduk antara dua sujud. Mufassir yang mengartikan begini berpendapat, bahwa duduk atas dua tumit dengan menegakkan kedua telapak kaki, juga dilarang. Tetapi, diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan At- Turmudzy, bahwa Ibnu Abbas menerangkan, iq'a menurut arti yang kedua, pernah dilakukan Nabi.
Dengan memperhatikan alasan-alasan yang dikemukakan oleh imam-imam mazhab dan pentahqiqan yang dilakukan oleh ahli tahqiq, nyatalah, bahwa cara duduk dalam shalat, ada dua:
- Duduk iftirasy untuk duduk antara dua sujud, duduk istirahat dan duduk tasyahhud awwal.
- Duduk tawarruk, untuk membaca tasyahhud akhir.
Kalau kita memegangi pendapat Ibnush Shalah dan An-Nawawy tentang duduk atas kedua tumit dalam duduk antara dua sujud, terdapatlah lagi suatu macam duduk yang dipakai cara duduk dalam duduk antara dua sujud. Kalau cara ini dipakai untuk duduk antara dua sujud, maka kita masih boleh berdiam diri, karena ada perbuatan ulama. Tapi kalau cara duduk ini dipergunakan untuk tasyahhud awwal, perlulah ditegur atau dinasihati; karena tidak ada pegangan sama sekali.
Mengenai soal duduk di atas tumit dengan menegakkan kaki, maka menurut pendapat kami, duduk di atas tumit hanya dibolehkan apabila perlu. Mungkin Nabi pernah sesekali melakukannya, karena ada sesuatu sebab.
Cara yang muththaridah (yang tetap Nabi lakukan) untuk duduk antara dua sujud, istirahat dan duduk tasyahhud awal, ialah duduk iftirasy. Telah kami bayangkan, bahwa sebagian ulama menyukai supaya duduk istirahat, dilakukan dengan cara duduk atas telapak kaki (iq'a) untuk menghilangkan kesamaran antara duduk istirahat dengan duduk tasyahhud."