Hadits Anggota Sujud Dalam Shalat
ANGGOTA-ANGGOTA SUJUD DAN BERSUJUD DENGAN BERLAPIS
723) Al-'Abbas ra, berkata:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِذَا سَجَدَ الْعَبْدُ معَهُ سَبْعَةُ آرَابٍ وَجْهُهُ وَكَفَّاهُ وَرُكْبَتَاهُ وَقَدَمَاهُ
Rasul saw. bersabda: "Apabila seseorang hamba bersujud maka bersujud beserta ketujuh anggotanya: mukanya, dua telapak tangannya, dua lututnya dan dua kakinya." (HR. Al-Jama'ah, selain dari Al-Bukhary; Al-Muntaga 1: 426)724) Abu 'Abbas ra berkata:
أُمِرَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْضَاءٍ وَلَا يَكُفُّ شَعْرًا وَلَا ثَوْبًا اَلْجَبْهَةَ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ
725) Al-Bara' ibn 'Azib ra. berkata:
قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِذا سَجَدْتَ فَضَعْ كَفَّيْكَ وَارْفَعْ مِرْفَقَيْكَ
726) Anas ibn Malik ra. berkata:
كُنَّا نُصَلّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِي شِدَّةِ الْحَرِّ فَإِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ جَبْهَتَهُ مِنَ الْأَرْضِ بَسَطَ ثَوْبَهُ فَسَجَدَ عَلَيْهِ.
727) Ibnu Abbas ra, berkata:
ٍرَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ فِي يَوْمٍ مَطِيْرٍ وهُوَ يَتَّقِى الطِّيْنَ إِذَا سَجَدَ بِكِسَاء يَجْعَلُهُ دُوْنَ يدَيْهِ إِلِى الْأَرْضِ إِذَا سَجَدَ
"Saya lihat Nabi saw. pada waktu hujan, apabila bersujud beliau menghindarkan dahinya dari basah, dengan sehelai kain yang beliau pakai. Beliau letakkan kain itu di bawah tangannya apabila beliau bersujud." (HR. Ahmad; Al-Muntaqa 1: 428)728) Abdullah ibn Abdurrahman ra berkata:
جَاءَنَا النَّبِيُّ فَصَلِّى بِنَا فِي مَسْجِدِ بَنِي الْأَشْهَلِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا يَدَيْهِ فِي ثَوْبِهِ إِذَا سَجَدَ
729) Al-Hasan Al-Bishry berkata:
كَانَ الْقَوْمُ يَسْجُدُوْنَ عَلَى الْعِمَامَةِ وَالْقَلَنْسُوَةِ وَيَدَاهُ فِي كَمَّيْهِ
"Para sahabat bersujud atas topinya dan sorbannya, sedang tangan-tangan mereka ditutup oleh ujung lengan baju." (HR. Al-Bukhary; Al-Muntaga 1: 429)730) Ibrahim An-Nakha'y berkata:
كَانُوا يُصَلُّونَ فِي الْمَسَائِقِ وَالْبَرَانِسِ وَالطَّيَالِسَةِ وَلَا يُخْرِجُونَ أَيْدِيَهُمْ
SYARAH HADITS
Hadits (722) menyatakan bahwa anggota sujud ada tujuh.
Hadits (723) dalam salah satu lafazh hadits ini berbunyi: "Aku diperintahkan bersujud di atas tujuh anggota: atas dahi dan lalu beliau mengisyaratkan ke hidungnya, atas dua tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki."
Dalam satu riwayat yang lain lagi, yang diriwayatkan oleh Muslim dan An-Nasa'y, berbunyi: "Diperintahkan daku bersujud atas anggota tujuh, dengan tidak mengikat ujung rambut dan tidak pula menarik ke atas ujung-ujung kain. Anggota tujuh itu, ialah: dahi, hidung, dua tangan, dua lutut dan dua telapak kaki."
Ibnu Daqiqil Id berkata: "Nabi mengisyaratkan kepada hidung, untuk menegaskan, bahwa dahi dan hidung dipandang satu, tidak dipisahkan. Kalau dipisahkan jadilah delapan anggota."
Hadits ini menyatakan bahwa anggota sujud ada tujuh Kita wajib bersujud dengan ketujuh-tujuhnya.
Hadits (724) menyatakan bahwa menekankan telapak tangan serta mengangkat siku adalah wajib.
Hadits (725) menyatakan, kebolehan kita bersujud atas lapik untuk menghin dari panas yang tidak dapat ditahan oleh dahi.
Hadits ini mengisyaratkan, bahwa hukum asalnya, ialah: meletakkan dahi ke tempat sujud, yakni dengan tidak berlapik. Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini untuk membolehkan kita melapikkan dahi sekiranya kain itu terlekat di badan kita.
Hadits (726) diriwayatkan oleh Ahmad. Hadits semakna juga diriwayatkan juga oleh Ibnu Syaibah. Menurut pentahqiqan dalam Majima'z Zawa'id, perawi- perawi hadits Ahmad ini, shahih. Hadits ini menyatakan kebolehan kita menghindari panas matahari dengan kain yang kita pakai. Hadits ini menjadi hujjah bagi golongan yang membolehkan tangan tertutup ketika sujud.
Hadits (727) menurut pentahqiqan Asy-Syaukany, sanadnya diperselisihkan. Hadits ini menyatakan kebolehan kita menutup atau melapikkan tangan ketika bersujud.
Hadits (728) menurut Al-Hafizh, diriwayatkan dengan sanad yang maushul oleh Abdur-Razaq dan Ibnu Syaibah dari Hisyam ibn Hasan dari Al-Hasan. Juga Al-Baihaqy meriwayatkannya dengan sanad yang mahal. Al-Baihaqy mengatakan "Inilah hadits yang paling shahih tentang para sahabat bersujud di atas topi (penutup kepala)."
Hadits (729) diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqy dalam sunan-nya, bahwa Sa'ad bin Abi Waqqash menjadi imam shalat dan memasukkan tangan ke dalam ujung lengan bajunya. Menyatakan kebolehan kita menaruh alas di bawah telapak tangan ketika bersujud. Menurut Asy-Syafi'y dalam salah satu pendapatnnya, demikian juga pen- dapat 'Itrah, bersujud di atas ketujuh anggota sujud, adalah wajib.
Abu Hanifah, Asy-Syafi'y dalam pendapatnya yang kedua, dan kebanyakan fuqaha menyatakan bahwa yang wajib kita lekatkan benar-benar dengan tempat sujud hanyalah dahi.
At-Turmudzy mengatakan: "Menurut pendapat kebanyakan ulama, bersujud wajib mengenai dahi dan hidung. Jika seseorang bersujud mengenai dahinya saja, tidak mengenai hidungnya, maka menurut sebagian ulama, sah juga. Menurut sebagian ulama lainnya tidak. Tidak sah sujud kalau dahi dan hidung tidak mengenai tempat sujud.
An-Nawawy berizz Tidak ada haly (perbedaan pendapat) tentang keharusan bersujud atas dahi (melekatkan dahi atas tempat sujud). Karena itu, sekiranya seseorang bersujud dengan meletakkan pipinya di tempat sujud, atau ubun-ubunnya saja, tidak sah sujudnya juga tidak sah sujud, kalau hanya dengan mempertemukan saja dahi dengan tempat sujud. Dahi perlu benar-benar lekat dengan tempar sujud.
Menurut mazhab Asy-Syafi'y, tidak boleh ada alas melapiskan dahi, Perlu benar kulit dahi dipertemukan dengan tempat sujud. Tetapi dibolehkan bersujud atas lapik (semacam lembaran kain) yang diletakkan untuk bersujud. Adapun menekan hidung ke tempat sujud, maka hal demikian itu, sangat disukai; karena demikianlah yang dikehendaki sunnah.
Pada ulama berpendapat, bahwa meletakkan dahi, adalah wajib, tidak cukup dengan meletakkan hidung saja. Abu Hanifah membolehkan kita mempertemukan dahi saja, atau hidung saja. Ibnul Mundzir berkata: "Hanya Abu Hanifah sendiri yang berpendapat demikian."
Menekankan hidung ke tempat sujud, tidaklah diwajibkan, hanya disunnatkan saja. Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Thaus, Atha', Ikrimah, Sa'id, Malik dan Ahmad bahwa diperoleh dua pendapat dalam soal ini.
Bersujud dengan melapikkan dahi, seperti dengan tepi kopiah, atau sorban, maka menurut pendapat ulama-ulama Syafi'iyah tidak dibolehkan. Dahi harus terbuka, tidak boleh tertutup dengan topi dan sebagainya. Pendapat ini disetujui juga oleh Daud dan Ahmad dalam salah satu pendapatnya.
Malik, Abu Hanifah Al-Auza'y, Ishaq dan Ahmad dalam salah satu pendapat- nya yang lain mengatakan boleh; sah sujudnya dengan dahi berlapik.
Pengarang Ar-Tahdab mengatakan bahwa beginilah pendapat kebanyakan ulama. Dalam pada itu, semua mereka setuju menetapkan bahwa yang utama ialah mempertemukan dahi dengan tempat sujud dengan tidak berlapik.
Para ulama mengaitkan suruhan menekankan telapak tangan dan mengangkat siku kepada sunnat. Hikmahnya berbuat demikian untuk membuktikan ke- tawadhu'an diri kita dan supaya lebih tertekan dari dahi dan hidung ke tempat sujud dan tidak terlihat sikap enggan.
Ulama mengatakan: "Hal yang demikian ini tidak dituntut atas para perempuan. Para perempuan disukai merapatkan tangannya kelambungnya. Bahkan disukai merapatkan perutnya ke pahanya supaya lebih tertutup auratnya."
Asy-Syafi'y dan ulama-ulama Syafi'iyah berkata: "Orang yang bersujud, disukai agar merenggangkan pahanya dan kakinya dijauhkan yang satu dari yang lain jangan dirapatkan."
Al-Qahi Als Thayyib mengatakan: "Kadar atau ukuran merenggangkan itu ialah sekadar sejengkal."
Tentang bersujad aras lutut, telapak tangan dan kaki, sebagian ulama Syafi'iyah tidak mewajibkannya. Sedang sebagian yang lainnya, mewajibkannya. Kedua pendapat diperoleh dalam Al-Umm.
Pengikut Asy-Syafi'y ada yang men-tarjih-kan paham pertama, seperti Al-Jurjany dalam kitabnya At-Tahrir dan Ar-Rujani dalam kitabnya Al-Hayah, ada yang men-tarjih-kan yang kedua seperti Al-Bandanijy, Syekh Nashirul Maqdis dan Abu Hamid dalam kitabnya Ath-Thahirah.
An-Nawawy berkata: "Pendapat yang kedua itulah yang kuat dan shahih: dialah yang mukhtar dan inilah mazhab fuqaha pada umumnya."
Mengenai mengikat rambut dan mengangkat ujung kain supaya tidak tersentuh tanah, jumhur ulama memakruhkannya, baik ketika telah masuk ke dalam shalat, maupun sebelumnya.
Al-Hafizh mengatakan: "Para ulama sepakat menetapkan, bahwa yang demikian itu tidak merusakkan shalat. Dalam pada itu diriwayatkan dari Al-Hasan oleh Ibnul Mundzir bahwa diwajibkan atas orang yang berbuat demikian dalam shalat- nya agar mengulangi shalatnya itu.
Menurut nukilan Ibnu Mundzir, bahwa para sahabat telah berijma' menetap kan: tidak sah bersujud atas hidung saja. Al-Auza'y, Ahmad, Ishaq dan Ibnu Habib dari ulama Malikiyah mewajibkan kita bersujud dengan dahi dan hidung.
Hadits Rasul yang shahih ini terang menegaskan, bahwa sujud itu adalah dengan anggota tujuh. Maka dengan sendirinya tertolak paham yang hanya menyunnatkan kita bersujud dengan lutut, atau tangan ataupun kaki. Demikianlah yang di-tarjih-kan oleh Asy-Syafi'y dalam kitabnya Al-Umm.
Dimaksud dengan "tidak wajib atas anggota-anggota yang lain dari dahi" ialah kebolehan kita mengangkat sebelah lutut atau sebelah tangan ketika sujud, tidak mempertemukannya dengan tempat sujud.
Menurut lahir hadits-hadits ini, kita tidak diwajibkan membuka sarung tangan supaya bertemu kulit dengan tempat sujud, sebab itu berarti membuka aurat. Tentang hal tidak wajib membuka sarung kaki, dapat dipahamkan dari kebolehan kita shalat dengan memakai sepatu.
Tentang bersujud dengan dahi berlapik, maka menurut pentahqiqan kami, tidak ada halangan. Walhasil tidaklah diwajibkan terbukanya anggota-anggota sujud. Yang diwajibkan, bertemunya anggota-anggota itu dengan tempat sujud.
Membedakan kaifiyat sujud para perempuan dari kaum laki-laki, adalah berdasarkan hadits mursal. Tidak diperoleh hadits yang shahih dan maushul, dalam bab ini. Tegasnya, yang demikian itu, adalah hasil ijtihad belaka, berdasarkan kemaslahatan yang dipandang baik untuk kaum perempuan. Hal ini mungkin karena berlainan tinjauan dan pandangan.
Kemudian perlu ditegaskan, bahwa di antara sunnah Nabi dalam cara sujud, ialah merapatkan anak jari tangan antara satu dengan lainnya berlainan dengan ketika rukuk. Di dalam rukuk, anak jari direnggangkan. Merapatkan anak jari di dalam sujud, berdasarkan kepada hadits Wa'il, yang menerangkan, bahwa Nabi apabila rukuk, beliau merenggangkan jari-jarinya yang ditekankan ke lututnya, dan apabila sujud, beliau merapatkan jari-jarinya yang ditekankan ke tempat sujud. Hikmah kita lakukan sedemikian, ialah supaya semua jari kaki berhadap ke kiblat. Tetapi tidak perlu ujung-ujung jari kaki ditekankan benar, cukup sekedar bertemu saja ujung-ujung jari kaki dengan tempat sujud."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum Jilid 1 Bab Sifat-sifat Shalat Masalah Anggota-Anggota Sujud Dan Bersujud Dengan Lapisan