HADITS DIAM SEBELUM AL-FATIHAH DAN SESUDAHNYA
BERDIAM SEBENTAR SEBELUM AL-FATIHAH DAN SESUDAHNYA
695) Samurah ibn Jundub ra menerangkan:إِنَّ النَّبِيِّ ﷺ كَانَ يَسْكُتُ سَكْتَتَيْنِ إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلَاةَ، وَإِذَا فَرَغَ مِنَ الْقِرَءَةِ كُلَّهَا
"Nabi saw. berdiam dua kali dalam shalat: yaitu ketika beliau memulai shalat dan ketika telah selesai dari bacaan semuanya." (HR. Abu Daud; Al-Muntaga 1: 408)696) Samurah ibn Jundub ra, menerangkan:
كَانَ يَسْكُتُ سَكْتَةً إِذَا كَبَّرَ وَسَكْتَةً إِذَا فَرَغَ مِنَ الْقِرَءَةِِ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِيْنَ
"Nabi berdiam sejenak sesudah takbir dan sekali lagi sesudah selesai dari membaca: ghairil maghdhübi 'alaihim waladh-dhällin." (HR Abu Daud; Al-Muntaga 1:409)SYARAH HADITS
Hadits (695) diriwayatkan juga oleh Ahmad, At-Turmudzy dan Ibnu Majah yang semakna dengan ini. Menurut At-Turmudzy hadits ini, hasan. Ad-Daraquthny berkata: "Perawi-perawi hadits ini dapat dipercaya."
Al-Mubarak Furi berkata: "Al- Hasan Al-Bishry yang menerima hadits ini dari Samurah adalah seorang yang utama dan kepercayaan, hanya kadang-kadang meng-irsal-kan hadits dan kadang-kadang men-tadlis-kannya. Kemudian Asy-Syaukany menandaskan, bahwa hadits ini, patut dipandang shahih. Hadits ini menyatakan bahwa Nabi berdiam sebentar di dua tempat (tidak membaca dengan jahar apa yang beliau bacakan), yaitu sesudah membaca takbiratul-ihram dan sesudah selesai membaca surat.
Hadits (696) memberi pengertian, bahwa Nabi saw. berdiam sebentar sesudah membaca Al-Fatihah.
Asy-Syaukany berkata: "Dimaksud dari diam sesudah takbir, ialah: memberi kesempatan bagi makmum menyelesaikan takbir sebelum imam membaca Al- Fatihah.
Al-Khaththaby berkata: "Nabi saw. berdiam pada dua tempat ini, untuk memberi kesempatan kepada makmum. Diterangkan oleh Al-Yamuri, bahwa maksud Al-Khaththaby ini, berdiam sesudah membaca Al-Fatihah. Adapun diam yang pertama, sesudah ber-takbiratul-ihram maka telah diterangkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi berdiam itu adalah untuk membaca dzikir iftitah. Sebagian ulama berkata, diam kedua, yakni diam sesudah membaca Al-Fatihah. Nabi lakukan sebentar saja, sangat singkat, atau sekadar memisahkan bacaan Al-Fatihah dengan surat."
An-Nawawy berkata: "Menurut sahabat kami, Nabi berdiam sesudah Al- Fatihah sekadar lama makmum membaca Al-Fatihah. Dan para imam ketika berdiam itu, mengisinya dengan dzikir, doa dan qira'ah secara sirr. Hal ini adalah karena imam tidak mempunyai waktu untuk diam di dalam shalat. Al-Auza'y, Asy-Syafi'y Ahmad dan Ishaq menyukai kita berdiam di tiga tempat yaitu: sesudah takbiratul-ihram, sesudah Al-Fatihah sesudah membaca surat. Ulama-ulama Hana- fiyah dan Malik berkata: "Berdiam pada tiga tempat itu, adalah makruh." Para sahabat Asy-Syafi'y menyukai pula diam yang keempat, yaitu: antara waladh-dhallin dan amin, supaya para makmum mengetahui benar bahwa âmîn itu, bukan bagian dari Al-Fatihah.
Ibnul Qayyim dalam kitab Ash-Shalah telah mentahqiqkan masalah ini. Beliau berkata: "Berlain-lainan riwayat yang diterima dari Nabi tentang apakah beliau berdiam antara Al-Fatihah dengan surat, ataukah sesudah selesai membaca surat. Menurut keterangan Yunus dari Abu Hasan dari Samurah, bahwa diam itu, ialah: sekali sesudah membaca takbir sebelum membaca Al-Fatihah dan sekali lagi sesudah selesai dari membaca Al-Fatihah dan sekali lagi ketika hendak rukuk (sesudah selesai membaca surat). Hal ini dibenarkan oleh Ubay ibn Ka'ab. Tetapi al- Asy'ats Al-Hirany menyetujui dua kali; sekali sesudah masuk kedalam shalat dan sekali lagi sesudah selesai dari pembacaan semuanya.
Qatadah lain pendapatnya: "Al-Hasan menerangkan kepadaku, bahwa Sa- murah dan Imran ibn Hushain pada suatu hari duduk membahas masalah-masalah ilmu. Maka Samurah menerangkan, bahwa beliau mengetahui benar, bahwa Rasul saw. hanya berdiam dua kali; sekali sesudah takbir dan sekali lagi sesudah selesai membaca ghairil-maghdhübi 'alaihim. 'Imran membantahnya. Maka kedua-duanya menulis surat kepada Ubay ibn Ka'ab. Ubay membenarkan hafalan Samurah. Qatadah berkata: "Saya hafal dari Al-Hasan dari Samurah bahwa diam itu dua kali: sekali sesudah dalam shalat dan sekali lagi sesudah selesai qira'ah seluruhnya." Kemudian Qatadah berkata pula: "Sesudah ghairil-maghdhubi 'alaihim waladh-dhållin."
Hadits-hadits ini menetapkan dua kali diam saja. Yang pertama, disepakati tempatnya yaitu diam iftitah dan yang kedua diperselisihkan tempatnya. Qatadah mengatakan sesudah Fatihah, sedang Yunus dan Asy'ats mengatakan sesudah selesai bacaan semuanya. Riwayat Yunus dan Asy'ats lebih kuat dalam masalah ini.
Ringkasnya, tidak ada dinukilkan baik secara shahih, ataupun dha'if, bahwa Nabi berdiam sesudah selesai membaca Al-Fatihah (sesudah amin) untuk mem- beri kesempatan kepada para makmum membaca Al-Fatihah. Diamnya Nabi pada masa itu, hanya diperoleh dari hadits yang diperselisihkan. Sekiranya Nabi ada berdiam sesudah "waladh-dhållin" (âmin) untuk memberi kesempatan kepada makmum membaca Al-Fatihah, tentulah para sahabat mengetahuinya.
Di dalam kitab Zadul Ma'ad, Ibnul Qayyim berkata: "Telah shahih dari Nabi mengenai masalah ini, hadits-hadits yang meriwayatkannya dua kali diam, yaitu hadits Samurah, Ubay ibn Ka'ab dan Imran ibn Hushain. Hadits itu diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam shahih-nya."
Dengan demikian nyatalah, bahwa salah seorang perawi yang meriwayatkan dua kali diam itu, ialah Samurah. Beliau berkata: "Saya ingat bahwa Rasul dua kali diam; sekali sesudah takbir dan sekali lagi sesudah selesai dari membaca wa ladh-dhållin. Dalam sebagian matan hadits terdapat perkataan: "dan apabila beliau selesai membaca, berdiam." Lafazh ini, mujmal. Sedang lafazh yang pertama, mufassar mubayyan. Mengingat inilah Abu Salamah ibn 'Abdurrahman berkata: "Bacalah Al- Fatihah pada salah satu dan dua tempat. Pertama, ketika imam membaca dzikir iftitah dan kedua, sesudah imam selesai membaca Al-Fatihah. Akan tetapi, harus pula dimaklumi, bahwa menentukan tempat berdiam ini adalah penafsiran Qatadah sendiri.
Kesimpulannya, ada hadits yang dengan terang dan tegas menyatakan bahwa Nabi berdiam sesudah takbir untuk membaca dzikir iftitah. Tetapi tidak diperoleh keterangan yang shahih, bahkan tidak ada pula yang dha'if, yang menegaskan, bahwa Nabi berdiam sesudah waladh-dhallin dan amin agak lama, untuk memberi kesempatan kepada para makmum membaca Al-Fatihah. Diamnya, Nabi sesudah Al-Fatihah dan sesudah surat hanyalah sekedar menarik nafas saja, untuk memulai bacaan baru dan untuk menyiapkan diri untuk rukuk. Demikian juga diam menarik nafas antara waladh-dhallin dan amin yang menurut pendapat Al-Ghazaly sekedar membaca subhanallah.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Kiblat dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 1 Masalah Berdiam Sebentar Sebelum Al-Fatihah Dan Sesudahnya