Hadits Tentang Dzikir Sesudah Salam
791) Tsauban ra. berkata:
كَانَ رَسُولُ الله ﷺ اِذَا اِنْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اِسْتَغْفَرَ ثَلاثًا , وَقَالَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ ومِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَإِذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ.
"Rasulullah saw. apabila telah selesai dari shalatnya, beliau membaca istighfar tiga kali dan lalu membaca: Allahumma antas-salam wa minkas-salam, tabarakta rabbana ya dzal-jalali wal ikram." (HR. Al-Jama'ah selain dari Al-Bukhary; Al-Muntaqa 1:466)792) Al-Mughirah ibn Syu'bah ra menerangkan:
اِنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَقُوْلُ ِدُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوْبَةٍ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلى كُلَّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. اللَّهُمَّ لَأَمَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.
793) Abu Hurairah ra berkata:
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ : مَنْ سبَّحَ الله في دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللهَ ثَلَاثًا وثَلَاثِيْنَ وَكَبَّرَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلاثِيْنَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتَسْعُوْنَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ حَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ.
794) Al-Hajjah ibn 'Utsman menerangkan:
إِنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِيْنَ يُسَلِّمُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَةَ إِلَّا بِاللهِ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلَّا أَيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ.
795) Ummu Salamah ra. menerangkan:
إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُوْلُ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ حِيْنَ يُسَلِّمُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا حَلَالاً طَيِّباً وَعَمَلاً صَالِحًا مُتَقَبَّلاً.
796) Ali ibn Abi Thalib ra. berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ اذَا سَلَّمَ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنتَ أَعْلَمُ بِهِ مَنِّى أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ.
797) Al-Bara' ibn Azib ra. menerangkan:
اِنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَقُوْلُ بَعْدَ الصَّلَاةِ : رَبِّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ
798) Abu Dzarr ra.: menerangkan:
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ: مَنْ قَالَ فِي دُبُرِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهُوَ ثَانِ رِجْلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشَرَ مَرَّات كَتَبَ اللهُ لَهُ عَشَرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَا عَنْهُ عَشَرَ سَيِّئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ عَشَرَ دَرَجَاتٍ وَكَانَ يَوْمُهُ ذَلِكَ فِي حِرْزٍَ مِنْ كُلِّ مَكْرُوْهِ وَحِرْزٍ مِنَ الشَّيْطَانِ وَلَمْ يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أَن يُدْرِكَهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ إِلَّا الشَّرْكُ بِاللهِ عَزَّوَجَلَّ
Rasul saw. bersabda: "Barangsiapa seusai shalat Shubuh sewaktu kaki masih dalam keadaan duduk tawarruk sebelum ia berbicara apa-apa, membaca: La ilaha illallah wahdahû la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumitu wa huwa 'ala kulli sya'in qadir sepuluh kali, niscaya Allah menulis baginya 10 kebajikan. Allah hapuskan daripadanya 10 keburukan. Allah angkat baginya 10 derajat dan adalah yang demikian itu untuknya sehari itu, bacaan tadi akan menjadi benteng baginya yang membentenginya dari bencana dari setan, dan tidak seyogianya sesuatu dosa menimpainya pada hari itu selain dari dosa syirik kepada Allah." (HR. At-Turmudzy; Subulus Salam 1: 273)779) Umarah ibn Syabib ra. berkata:
قَالَ رَسُوْلُ الله : مَنْ قَالَ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشَرَ مَرَّاتٍ عَلَى إِثْرِ الْمَغْرِبِ بَعَثَ اللَّهُ مَلَائِكَةً يَحْفَظُونَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ حَتَّى يُصْبِحَ، وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ مُوْبِقَاتٍ وَكَانَ لَهُ تَعْدِلُ عَشَرَ رِقَابٍ مُؤْمِنَاتٍ
800) 'Abdullah ibn 'Umar ra, berkata:
قَالَ رَسُولُ اللهِ خَصْلَتَانِ لاَ يُحْصِيْهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ اِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَهَذَا يَسِيْرٌ وَمَنْ يَفْعَلْ بِهِمَا قَلِيْلٌ، يُسَبِّحُ الله دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيُكَبِّرُهُ عَشْرًا وَيَحْمَدُهُ عَشْرًا قَالَ: فَرَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَقْعُدُهَا بِيَدِهِ فَتِلْكَ خَمْسُوْنَ وَمِائَةٌ بِالنِّسَان وَاَلْفٌ وَخَمْسُمِائَةٍ فِى الْمِيزَانِ، وَإِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ سَبَّحَ وَحَمِدَ وَكَبَّرَ مِائَةَ مَرَّةٍ، فَلْكَ مِائَةٌ بِاللِّسَان وَأَلْفٌ فِي الْمِيْزَان.
SYARAH HADITS
Hadits (791) menyatakan bahwa Nabi mensyariatkan kita membaca dzikir sesudah selesai shalat. An-Nawawy berkata: Dikehendaki dengan "berpaling" di sini ialah: "salam." Bahkan hadits ini menunjukkan bahwa kita dituntut, untuk beristighfar sebanyak tiga kali. Ada yang bertanya, bagaimana Nabi memohon ampun dari dosa, padahal beliau orang yang sudah diampuni dosanya? Pendapat yang dipandang musykil ini telah dijelaskan oleh Ibnu Sayyidin Nas, ujarnya. Nabi memohon ampun itu adalah untuk memenuhi tugas bersyukur, serta untuk menerangkan hak kehambaan dan untuk memenuhi kepada kita tentang sunnatnya dalam hal berdoa dengan praktik, sebagaimana beliau telah laksanakan dengan teori.
Hadits (792), menurut riwayat Ath-Thabrany ada tambahan sesudah perkataan "walahul-hamdu", yaitu perkataan "yuhyi wa yonitu wa huwa hayyun la yamitu biyadihilkhairu. Perawi-perawinya terpercaya. Akan tetapi Ath-Thabrany meriwayatkannya untuk dibaca pagi dan di waktu petang, bukan sesudah shalat.
Menyatakan bahwa kita disukai berdoa dengan doa ini di penghujung shalat, karena doa ini melengkapi tauhid. Dan menerangkan, bahwa segala urusan adalah kepunyaan Allah. Tuhanlah yang memberi dan yang menahan. Keluasan rahmat Allah adalah maha sempurna.
Hadits (793), menurut riwayat yang sebuah lagi dari Muslim, adalah takbir yang dibaca itu, tiga puluh empat kali, dengan demikian disempurnakan seratus. Hadits ini mempunyai sebab datangnya (asbabul wurud), yaitu "Orang fakir Muhajirin datang kepada Rasulullah dan berkata: "Ya Rasulullah, orang-orang kaya mempunyai derajat-derajat yang tinggi dan nikmat-nikmat yang kekal." Nabi bertanya: "Mengapa, kalian mengatakan demikian?" Mereka menjawab: "Orang-orang kaya shalat dan berpuasa sebagaimana kami shalat dan berpuasa. Selain itu mereka memberikan sedekah. Kami tidak dapat memberikan sedekah. Mereka memerdekan budak. Kami tidak dapat memerdekkan budak." Maka Nabi pun bersabda: "Apakah tidak lebih baik saya ajarkan kepadamu suatu pelajaran, apabila kamu mengamalkannya dapatlah kamu mengejar orang yang telah mendahului kamu dan dapatlah kamu mendahului orang yang sebelummu (dalam pahala). Bahkan tidak ada seseorang yang lebih utama daripada kamu, selain dari mereka yang melaksanakan apa yang kamu laksanakan." Orang-orang fakir itu menjawab: "Baik sekali, ya Rasulullah!" Sesudah itu Nabi pun bersabda: "Bacalah tasbih dan bacalah takbir dan bacalah tahmid di setiap selesai shalat, tiga puluh tiga, tiga puluh tiga kali." Menurut lafazh Abu Shalih yang menerima hadits ini dari Abu Hurairah, ucapan ini berbunyi: "Allahu akbar wa subhanallahi wal-hamdulillah hingga sampai tiga puluh tiga kali."
Hadits ini menyatakan bahwa kita disukai bertasbih di setiap selesai shalat, tiga puluh tiga kali, bertahmid juga tigapuluh tiga kali, dan bertakbir tiga puluh tiga kali, dan menyempurnakan ke seratusnya dengan ucapan: "lâ ilaha illallah wahdahú lâ syarika lahu; lahul-mulku walahul-hamdu wahuwa 'ala kulli syai'in qadir."
Hadits (794) menyatakan bahwa kita disyariatkan membaca dzikir ini setiap selesai shalat.
Hadits (795) diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah. Perawi-perawinya selain dari seorang yang telah dikenal, adalah terpercaya. Hadits ini menyatakan bahwa kita disukai membaca dzikir ini sesudah shalat Shubuh.
Hadits (796) ini kata At-Turmudzy, hasan shahih. Hadits ini menyatakan kesunnatan kita membaca dzikir ini sesudah salam.
Hadits (797) menyatakan kesunnatan kita membaca doa/dzikir ini sesudah shalat.
Hadits (798) ini menurut At-Turmudzy, gharib hasan shahih. Hadits ini menyatakan keutamaan kita membaca dzikir di belakang shalat Shubuh sebelum kita berbicara apa-apa.
Hadits (799) ini menurut pendapat At-Turmudzy, hasan. Hadits ini menyatakan kesunnatan dan keutamaan kita membaca dzikir ini sesudah shalat Maghrib.
Hadits (800) ini menurut pendapat At-Turmudzy, shahih dan dimaksud dengan "dua perkara" dalam hadits ini, ialah:
- Bertasbih, bertakbir, dan bertahmid, sepuluh, sepuluh kali sesudah shalat.
- Membaca yang tersebut itu seratus kali ketika hendak tidur.
Tidak ada beda pendapat di antara para fuqaha tentang disyariatkan kita berdzikir dan bertasbih, serta bertahmid sesudah shalat.
An-Nawawy berkata: "Asy-Syafi'y, para sahabatnya dan selainnya, menetap- kan kebaikan dzikir sesudah salam, baik oleh imam. munfarid (yang shalat sendiri), laki-laki, perempuan, mukim (orang yang berada di kampung) dan oleh musafir.
Diberitakan oleh Al-Bukhary dan Muslim, bahwa Ibnu Abbas berkata: "Saya mengetahui selesainya shalat Rasulullah di masjid ialah dengan mendengar suara takbir."
Al-Qadhi Abu Thayyib mengatakan: "Disukai supaya dzikir itu dimulai dengan istighfar."
Asy-Syafi'y dalam Al-Umm (sesudah menyebut hadits Ibnu Abbas ini dan hadits Ibnuz Zubair yang menerangkan bahwa Nabi membaca tahlil di setiap usai shalat dan hadits Ummu Salamah) berkata: "Saya suka bagi imam dan makmum dalam menyebut Allah (berdzikir) sesudah salam dari shalat dengan men-sirr-kannya (membacanya secara perlahan) terkecuali jika dimaksud mengajarkannya kepada makmum. Saya berpendapat, bahwa Nabi berdiam itu adalah untuk ber- dzikir dengan sirr.
Saya suka para mushalli, baik munfarid (shalat sendirian) ataupun makmum agar melamakan dzikir sesudah shalat fardhu dan membanyakkan doa, karena mengharap Allah memperkenankan doanya (shalatnya). Al-Baihaqy dan selainnya ber-hujjah untuk meng-israr-kan dzikir sesudah shalat dengan hadits Abu Musa Al-Asy'ary, ujarnya: "Kami menyertai Nabi dalam suatu perjalanan. Apabila menuruni suatu alur, kami bertahlil dan kami bertakbir. Bergema suara kami. Maka Nabi bersabda: Hai manusia, berlemah-lembutlah kamu terhadap dirimu, karena kamu bukan menyeru orang yang pekak dan bukan pula menyeru orang yang jauh, lagi senantiasa dekat dengan dirimu."
An-Nawawy berkata: "Tidaklah ada khilaf (perbedaan pendapat) tentang kesunnatan dzikir sesudah shalat, bagi imam, bagi makmum, dan bagi yang shalat sendiri. Masing-masing berdzikir sendiri-sendiri. Adat yang dibiasakan manusia, yaitu imam menentukan doa untuk shalat Shubuh dan Ashar, tidak berdasar sama sekali. Berjabatan tangan sesudah shalat Shubuh dan Ashar adalah bid'ah."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Tasbih sesudah shalat dengan mengumpulkan hadits-hadits yang diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim dan yang diriwayatkan oleh Ashhabus Sunan ada enam macamnya:
- Pertama: membaca tasbih sepuluh kali, takbir sepuluh kali dan tahmid sepuluh kali
- Kedua: membaca masing-masingnya sebelas kali. Jumlah tiga puluh tiga kali
- Ketiga: membaca masing-masingnya tiga puluh tiga kali, jumlahnya sembilan puluh sembilan kali.
- Keempat: membaca masing-masingnya tiga puluh tiga kali, menjadi sembilan puluh sembilan kali, dan lalu disempurnakan keseratusnya dengan lafazh tauhid yang sempurna, yaitu: La ilaha illallah wahdahú lá syarika lahu, lahul-mulku wa-lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir."
- Kelima: membaca masing-masingnya duapuluh lima kali, jumlahnya seratus kali
- Keenam: bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, ber- takbir tiga puluh empat kali, jumlah seratus kali.
Tentang imam dan makmum yang berdoa bersama-sama sesudah shalat, tidak dinukilkan oleh seseorang pun dari Nabi. Karena itu, imam men-jahar-kan doa atau makmum men-jahar-kannya serta secara tetap mengerjakannya adalah suatu bid'ah makruhah; karena berarti mengadakan suatu syi'ar baru.
Hal ini sama dengan men-jahar-kan Al-Fatihah, atau khawatim (penutup) surat Al-Baqarah atau permulaan surat Al-Hadid, atau ayat-ayat terakhir dari surat Al-Hasyr. Dan hal itu sama juga dengan berkumpul imam dan makmum, secara tetap mengerjakan dua rakaat shalat sesudah fardhu. Hal yang serupa ini, bid'ah adanya.
Apabila imam membaca ayat Al-Kursi sendirian, atau salah seorang makmum membaca sendiri- an, maka itu tidaklah mengapa, karena masing-masing membaca sekedar didengar oleh diri sendiri, tidak mengubah syi'ar agama. Boleh masing-masing membaca wiridnya, baik Al-Qur'an, baik doa maupun dzikir, asal sendiri-sendiri. Sebagaimana ada sebagian ulama menyukai supaya kita berdoa dengan doa yang tidak berasal dari sunnah sesudah salam, ada juga ulama yang tidak suka duduk barang sekejap juga sesudah shalat untuk berdzikir. Kedua-dua golongan ini, menyalahi sunnah. Yang sebagian terlalu melebih-lebikan yang ditegah. Tentang Nabi mengangkat tangan ketika berdoa, ada terdapat beberpa hadits yang shahih, tetapi tentang Nabi menyapu muka sesudah berdoa, maka hanya diperoleh dua hadits, yang tidak dapat dipegang untuk berhujah.
Sebagian ulama meringkaskan dzikir sesudah shalat fardhu yang mempunyai sunnat. Mereka mencukupi sesudah shalat fardhu, dzikir yang diriwayatkan oleh Tsauban. Sesudah shalat sunnat, barulah disempurnakan dzikir-zikir yang lain. Demikianlah pendapat Ibnul Humam dalam Fat-hul Qadir.
Ash Shan'ani berkata: "Membaca Al-Fatihah sesudah shalat dengan niat begini dan begini (ila hadhrati...., kepada hadhrat di ini dan hadhrat di itu), sebagai yang diperbuat orang sekarang, bid'ah hukumnya." Bershalawat untuk Nabi sesudah bertakbir dengan secara tetap dan menjadikannya adat yang tetap, demikian juga imam membaca doa sambil menghadap kiblat, membelakangi makmum tidaklah menurut Sunnah."
Nyata dan jelas bahwa dzikir sesudah shalat, adalah disukai, tetapi bukanlah dengan cara beramai-ramai membaca dzikir dengan mengangkat suara dzikirnya untuk menjadi pelajaran kepada hadirin. Apabila para hadirin telah dapat membaca dzikir yang telah diajarkan itu, mulailah masing-masing membaca sendiri-sendiri.
Mengenai soal berdoa bersama-sama, dibaca oleh imam dan diaminkan oleh makmum, tidaklah terdapat barang atau hadits pun yang menerangkan bahwa Nabi ada mengerjakannya. Perlu ditegaskan pula bahwa dzikir-dzikir yang sudah dibatasi syara' jumlahnya, tidaklah boleh kita lampaui batasan itu. Al-Qarafi dalam kitab Al-Qawa'id berkata: Di antara bid'ah makruhah ialah: menambah-nambahkan sunnat-sunnat yang telah ada batasnya dalam syara'. Apabila para pembesar (penguasa) membatasi sesuatu, berarti memerintahkan kita sebanyak yang dibataskan itu. Melebihi batas, dipandang menyalahi adab. Demikianlah lafazh-lafazh dzikir dan doa, harus kita sebut persis sebagai yang diterima dari Nabi; karena mengubah kepada lafazh yang lain tidak lagi memenuhi kewajiban sesuai dengan perintah. Pernah seorang sahabat mengganti perkataan "wa nabiyyika" dengan "wa rasilika", maka Nabi menghardik sahabat itu dan menyuruhnya membaca "wa- nabiyyika", yang Nabi bacakan sendiri.
Tentang cara membaca dzikir ini, adalah sebagai berikut:
- Dibaca masing-masing tiga puluh tiga kali
- Dikumpulkan tiga kalimat dalam satu rangkai, lalu dibaca rangkaian itu tiga puluh tiga kali. Rangkaian itu berbunyi "Subhanallah, wal-hamdulillah, wallahu akbar."
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-sifat Shalat Nabi Masalah Dzikir-Dzikir Sesudah Salam, Ucapan-Ucapan Lain Dan Mengeraskan Dzikir