TASYAHUD AWAL DAN HUKUM MENINGGALKANNYA
TASYAHHUD AWAL DAN HUKUM MENINGGALKANNYA
744) Ibnu Mas'ud ra, menerangkan:745) Rifa'ah ibn Rafi' ra, berkata:
246) Abdlullah ibn Buhainah ra. menerangkan:
SYARAH HADITS
Hadits (744) diriwayatkan oleh An-Nasa'y, dalam bab mewajibkan tasyahhud. Juga hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Daraquthny dan Al-Baihaqy. Kedua-duanya men-shahih-kan. Perkataan "apabila kamu duduk di tiap-tiap dua rakaat", terdapat dalam riwayat An-Nasa'y. Perkataan "kemudian hendaklah memilih suatu doa", diriwayatkan juga oleh Al-Bukhary.
Dalam riwayat An-Nasa'y dari Abu Hurairah terdapat perkataan "kemudian hendaklah dia berdoa dengan doa yang dikehendaki." Al- Hafizh menyatakan isnad hadits ini shahih. Hadits ini menyatakan bahwa tasyahhud pertama adalah wajib.
Hadits (745) diriwayatkan juga oleh An-Nasa'y, Ibnu Majah dan At- Turmudzy, At-Turmudzy menyatakan hadits ini hasan. Hadits ini menyatakan bahwa bacaan tasyahhud diucapkan sesudah duduk secara baik, dan menyatakan bahwa duduk ini, secara iftirasy.
Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad berkata: "cara duduk dalam duduk tasyahhud pertama, sama dengan cara duduk dalam duduk antara dua sujud. Duduk di atas kaki kiri dengan menegakkan kaki kanan. Tidak ada diriwayatkan dari Nabi, selain dari cara duduk yang tersebut ini." Hadits ini menyatakan pula, bahwa tasyahhud pertama wajib.
Hadits (746) ini dalam riwayat Ibnu Khuzaimah ada tambahan, yaitu: "maka para sahabat mengucapkan tasbih mengingatkan Nabi yang telah lupa. Nabi meneruskan berdirinya, tidak turun duduk kembali dan meneruskan shalatnya."
Hadits ini menyatakan bahwa untuk sujud karena lupa, disyariatkan juga takbir intiqal. dan menyatakan pula, bahwa tasyahhud pertama, dapat diganti dengan sujud sahwi. Sebagian ulama berpendapat, bahwa hadits ini menunjukkan kepada tidak wajib tasyahhal pertama.
Menurut pendapat Ahmad, Al-Laits, Ishaq, dan Asy-Syafi'y dalam salah satu pendapatnya, tasyahhud pertama adalah wajib. Beginilah pendapat Daud dan Abu Tsaur Diriwayatkan oleh An-Nawawy, bahwa demikianlah pendapat jumhur muhadditsin. Ath Thabary ber-hujjah untuk menetapkan tasyahhad pertama wajib de
ngan sabda Nabi: "Bahwa shalat, pada mula-mulanya difardhukan dua rakaat saja. maka ber-tasyahhad di dalamnya wajib. Sesudah rakaat ditambah, tidaklah pe nambahan itu menghilangkan apa yang telah diwajibkan."Ash-Shan'any dalam Subulus Salam berkata: "Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa tasyahhud pertama dapat diganti dengan sujud sahwi. Sabda Nabi: "shallu kamâ ra-aitumuni ushalli = shalatlah kamu sebagai mana kamu melihat aku shalat", menunjukkan kepada wajib tasyahhud awal. Dan Nabi menambahkannya dengan sujud sahwi, memberi pengertian, bahwa tasyahhud awal, walaupun wajib, dapat ditambal dengan sujud sahwi.
Namun alasan boleh ditambal dengan sujud sahwi itu untuk menandakan wajibnya, tidak dapat diterima, terkecuali kalau ada dalil yang menegaskan bahwa tiap-tiap yang wajib tidak ditambal oleh sujud sahwi, apabila ditinggalkan karena lupa.
Al-Hafizh berkata: "Menurut Ibnu Baththal, dalil yang menegaskan, bahwa sujud sahwi tidak dapat mengganti fardhu (wajib), adalah: sekiranya seseorang lupa ber-takbiratul-ihram, itu tidaklah ditambahi dengan sujud sahwi. Demikianlah pula tasyahhud. Ini, alasan pertama. Alasan kedua tasyahhud itu dzikir yang tidak di-jahar-kan. Kalau demikian halnya, tidaklah wajib, sama hukumnya dengan doa iftitah. Ada ulama yang berhujjah; untuk tidak mewajibkan, dengan peristiwa Nabi yang membiarkan para makmum mengikutinya, sesudah beliau mengetahui bahwa mereka meninggalkan tasyahhud itu dengan sengaja. Buktinya, mereka mengingatkan Nabi atas kelupaannya. Alasan-alasan ini demikian kata Al-Hafizh perlu diselidiki lebih jauh.
Di antara ulama yang mewajibkan, ialah: Al-Laits, Ibnu Sa'ad, Ishaq, Ahmad; dan itulah suatu pendapat Asy-Syafi'y dan suatu pendapat ulama Hanafiyah.
Penta'liq Al-Muntaga berkata bahwa alasan-alasan Ibnu-Baththal, tidak dapat diterima; karena tidaklah tiap-tiap yang Nabi israr-kan dalam shalat itu tidak wajib. Dan tidak ada pula dalil yang menegaskan, bahwa tiap-tiap yang wajib, tidak dapat ditambal dengan sujud sahwi. Sungguh cukup kuat dalil yang mewajibkannya, yaitu terus-menerus Nabi mengerjakannya. Nabi tidak pernah meninggalkannya terkecuali karena lupa. Al-Bukhary tidak menegaskan bahwa tasyabhud pertama, tidak wajib.
Dengan memperhatikan alasan-alasan yang dikemukakan oleh Al Hafizh, Al Ashqalany dan Al-Imam Ash-Shan'any, nyaralah bahwa tasyahhud ausath (tasyahhud pertengahan) adalah wajib. Tidak disebutkan dalam hadits Baduwi yang tidak mengetahui kaifiyat shalat yang benar, tidaklah dapat memalingkan hukum tasyahhud kepada sunnat. Khususnya jika diperhatikan hadits yang tegas-tegas me- merintahkan kita membaca tasyahhud. Hadits yang terdapat di dalamnya "qulu baca olehmu" (hadits 744) menunjukkan kepada wajib dan tidak adat yang mema lingkannya dari wajib.
Ibnu Mas'ud dengan tegas berkata: "kami sebelum difardhukan tasyahhud, kami membaca "assalamu'alallāhi, assalamu'ala jibrila wa mikä-ila", maka Nabi bersabda: Janganlah kamu membaca yang demikian, bacalah: "at- tahiyyatulillah."
Berdoa sesudah tasyahhud adalah wajib. Hanya doa yang kita ucapkan sesudah tayyahhud itu hendaknya letaknya sesudah shalawat. Diperoleh keterangan, menurut riwayat An-Nasa'y, bahwa Nabi terkadang-kadang membaca shalawat sesudah tasyahhud dalam duduk tasyahhud pertama.
Jelaslah, kalau kita membaca juga shalawat sesudah tasyahhud dalam tasyahhud pertama, hendaklah kita iringi doa. Atau kalau kita hendak berdoa dalam duduk tasyahhud pertama, kita mendahulukannya dengan shalawat.
Doa yang kita baca itu, tidaklah ditentukan dengan doa yang dinukilkan dari Nabi saja. Kita boleh berdoa dengan apa saja yang kita kehendaki.
Perbedaan duduk tasyahhud pertama dari duduk tasyahhud yang akhir, hanyalah lama dan tidaknya. Duduk pertama harus lebih pendek dari duduk tayahhad yang akhir. Menurut pentahqiqan kami, tasyahhud pertama ini, dapat diserupakan dengan amalan-amalan haji yang wajib dikerjakan, tetapi boleh diganti dengan penyembelihan binatang,