Pembentukan Akad
Pembentukan Akad
Akad adalah salah satu sebab dari yang ditetapkan syara', yang karenanya timbullah beberapa hukum. Dengan kita memperhatikan takrif akad, dapatlah kita mengatakan, bahwa akad itu suatu: "amal iradi musytarak yaqumu alattaradi" (suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang, berdasarkan persetujuan masing-masing).
Akad itu mengikat pihak-pihak dengan beberapa hukum syara', yaitu hak dan iltizam, yang diwujudkan oleh akad. Dan akad itu terbentuk dengan adanya dua 'aqid, yang dinamakan tharafayil aqdi (dua pihak akad) adanya mahalul aqdi, yang dinamakan ma'qud 'alaihi; adanya maudhu'il agadi (ghayataul 'aqad) dan adanya rukun-rukun akad. Ada lima unsur yang harus dipenuhi.
Aqid, terkadang masing-masing pihak terdiri dari seorang saja, terkadang terdiri dari beberapa orang, seperti apabila beberapa orang waris bersepakat memberikan sejumlah tertentu kepada salah seorang dari mereka yang menerima atau memperoleh bagian dari yang menerima pembayaran itu.
Sudah diketahui kiranya masalah takharuj dalam ilmu faraid, yaitu: beberapa waris membayarkan kepada salah seorang waris, jumlah tertentu supaya bagian dari yang menerima bayaran ini menyerahkan bagiannya kepada waris-waris yang lain.
Ini, dalam ilmu faraid dikatakan: takharuj.
Ini contoh beberapa orang menghadapi orang seorang pada pihak yang lain. Aqid ini terkadang orang yang punya hak sendiri, (aqid asli) dan terkadang yang seorang merupakan wakil.
Mahallul 'aqdi atau ma'qud 'alaihi, ialah benda yang menjadi obyek akad, seperti benda-benda yang dijual dalam akad bai' (jual beli) mauhub (yang dihibah) dalam akad hibah, marhun (yang digadai) dalam akad rahn, hutang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah dan istimta' dalam akad zawaj. Ini semua masuk ke dalam akad.
Maudhu'ul 'aqdi, ialah: "tujuan akad atau maksud pokok meng- adakan akad itu." Maudlu' ini tetap satu, tidak berbeda-beda dalam akad yang serupa. Kalau berbeda akad, berbedalah maudlu'.
Maudlu dalam aqad bai' (jual beli) ialah: memindahkan barang dari si penjual kepada si pembeli. Dalam akad hibah, maudlu'nya mengalihkan pemilikan barang kepada si mauhub, tanpa iwadi (ganti). Dalam akad ijarah, memilikkan manfaat dengan adanya 'iwadl. Dalam akad i'arah, memilikkan manfaat tanpa 'iwadl.
Rukun akad, adalah ijab dan qabul. Ijab dan qabul dinamakan shighatul agdi, atau ucapan yang menunjukkan kepada kehendak kedua belah pihak. Shighatul aqdi ini memerlukan tiga syarat:
- Harus terang pengertiannya.
- Harus bersesuaian antara ijab dan qabul.
- Memperlihatkan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan."
Dan haruslah shighat ijab dan qabul memperlihatkan kesungguhan, tidak diucapkan secara ragu-ragu. Karenanya apabila shighatul aqdi tidak menunjukkan kesungguhan akad itu menjadi tidak sah. Atas dasar inilah para fuqaha mengatakan:
الْوَعْدُ بِالْبَيْعِ لاَ يَنْعَقَدُ بِهِ الْبَيْعُ وَلَا يَلْزَمُ صَاحِبَهُ قَضَاءً.
"Berjanji akan menjual belum merupakan akad penjualan, dan orang yang berjanji itu tidak dapat dipaksa menjualnya".Berdasarkan buku Pengantar Fiqh Muamalah karangan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy