Iltizam Sebab Akad dan Hukum Asli Akad
Perbedaan Iltizam Sebab Akad dengan Hukum Asli bagi Akad
Iltizam yang ditimbulkan oleh setiap membuat akad, bukanlah hukum asli bagi akad, karena setiap akad menimbulkan dua macam bekasan. Pertama, hukum asli bagi akad. Kedua, iltizam yang bermacam rupa yang ditimbulkan oleh akad. Dua hal ini masing-masingnya mempunyai ciri-ciri sendiri.
Hukum asal bagi akad, ialah: tujuan yang asasi yang untuk mewujudkan diadakan akad, supaya akad itu menjadi jalan sampai pada tujuan itu. Ini yang dikatakan hukum asli bagi akad.
Iltlizam yang ditimbulkan oleh akad, ialah: "keharusan membuat sesuatu, atau keharusan meninggalkan sesuatu lantaran muqtadlal agdi atas salah seorang aqid untuk kepentingan pihak yang kedua atau pihak lain".
Umpamanya menyerahkan barang yang dijual, mengganti kerugian lantaran ada cacat, membayar tsaman (harga) barang, tidak memakai barang wadi'ah. (kita tidak menggunakan barang-barang yang dititipkan pada kita).
Alasan kita membedakan hukum asli dengan iltizam, ialah;
Pertama, hukum asli dengan sendirinya berwujud dengn berwujudnya akad yang sah, tidak memerlukan tanfidz lagi. Dengan terjadinya akad yang sah, beralihlah pemilikan dari si penjual ke- pada si pembeli.
Dengan terjadinya akad dalam masalah ijarah (sewa menyewa), masalah nikah dan shuluh (perdamaian) antara pihak- pihak yang bersengketa, dapatlah yang menyewa menggunakan manfaat yang disewa, halallah 'isyrah zaujiyah bagi suami istri dan hilanglah hak menyelesaikan perkara oleh hakim dalam perkara-perkara yang dicapai perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa. Inilah yang membedakan hukum asli dan iltizam.
Kedua, ketika terjadi perselisihan para aqid (pihak-pihak) dalam mentanfidzkan sebagian iltizam, dipandanglah iltizam itu belum ditanfidzkan, sehingga si multazim dapat membuktikan bahwa dia telah mentanfidzkannya. Jika si musytari mengatakan, bahwa dia belum menerima barang yang dibeli, maka wajiblah si penjual membuktikan bahwa ia telah menyerahkannya.
Referensi Dari Tulisan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Pengantar Fiqh Muamalah