KEENGGANAN WALI UNTUK MENIKAHKAN
3195) Ma'qil ibn Yassar menerangkan:
كَانَتْ لِي أُخْتٌ تُخْطَبُ إِلَيَّ، فَأَتَانِي ابْنُ عَمِّ لِي، فَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ، ثُمَّ طَلَّقَهَا طَلَاقًا لَهُ رَجْعَةً، ثُمَّ تَرَكَهَا، حَتَّى انْقَضَتْ عِدَّتُهَا فَلَمَّا خُطِبَتْ إِلَى أَتَانِي يَخْطُبْهَا، فَقُلْتُ: لَا واللهِ، لَا أُنْكِحُهَا أَبَدًا قَالَ: فَفِي نُزِلَتْ هَذِهِ الآيَةٌ وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءِ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوْ هُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ -الآية- قَالَ: فَكَفِّرْتُ عَنْ يَمِيْنِي وَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ.
"Aku mempunyai saudara perempuan yang pinangannya dilakukan kepadaku. Maka datanglah kepadaku seorang anak pamanku, lalu aku menikahkan saudaraku itu dengan dia. Kemudian suaminya menalaknya dengan talak yang masih boleh rujuk namun dibiarkannya hingga 'iddahnya berakhir. Tatkala ada orang datang meminang saudaraku, anak pamanku (mantan suaminya) datang pula meminangnya. Karena itu aku berkata: "Tidak, demi Allah, aku tidak menikahkannya (dengan engkau lagi) buat selama-lamanya. Berkatalah Ma'qil: "Maka padakulah turun ayat "waidz thallaq tumun nisa-a faba laghna ajalahunna fala ta'du lu hunna an yankinna azwajahunna" dan apabila kamu menalaki isteri-isterimu, lalu sampailah pada masa 'iddahnya berakhir, maka jangan kamu menghalanginya menikah kembali dengan bekas suaminya. Ma'qil berkata: "Karena itu, aku kafaratkan sumpah dan aku nikahkan saudaraku kembali." (HR. Al- Bukhari, Abu Daud dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 2: 512)
SYARAH HADITS
Hadits (3195) menyatakan, bahwa wali tidak boleh enggan untuk menikahkan perempuan yang berada di dalam perwaliannya, apabila dipinang oleh laki-laki sepupu dan mereka sudah saling menyukai. Hadits ini menyatakan pula, bahwa adanya wali disyaratkan dalam akad nikah.
Hadits ini adalah dalil untuk menetapkan bahwa penguasa tidak boleh menga- winkan seorang perempuan kecuali sesudah lebih dahulu wali disuruh mengawinkannya. Maka jika wali enggan, barulah penguasa (hakim) mengawinkannya.
Sebagian ulama seperti Abu Hanifah, tidak mensyaratkan sahnya nikah dengan adanya wali. Al-Auza'y berkata: "Sah perempuan menikahkan dirinya asal di- setujui oleh walinya." Abu Tsaur juga berpendapat demikian.
Secara jelas hadits ini menegaskan bahwa para wali tidak boleh enggan mengawinkan perempuan yang berada di dalam perwaliannya. Penguasa belum boleh mengawinkan seseorang sebelum jelas walinya enggan mengawinkannya.
Referensi:
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum Jilid 4 Bab Anjuran Bernikah, Pinangan dan Tata Cara Akad Masalah keengganan Wali Untuk Menikahkan