Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HADITS SUJUD TILAWAH LANTARAN MENDENGAR ORANG MEMBACA AYAT SAJDAH

Apa Hadits sujud tilawah?

SUJUD TILAWAH LANTARAN MENDENGAR ORANG MEMBACA AYAT SAJDAH

912) Ibnu 'Umar ra. berkata:

كَانَ رَسُولُ الله ﷺ يَقْرَأُ عَلَيْنَا السُّورَةَ فَيَقْرَأُ السَّجْدَةَ فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ مَعَهُ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُنَا مَكَانًا لِمَوْضِعِ جَبْهَتِهِ

"Rasul saw. membaca satu surat di hadapan kami (untuk kami dengar) lalu beliau membaca ayat sajdah. Maka beliau bersujud dan bersujudlah kami besertanya, sehingga kami tidak mendapati tempat untuk dahi kami (lantaran ba- nyak orang yang bersujud)." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 573)

913) Atha' ibn Yasar ra. menerangkan:

إِنَّ رَجُلاً قَرَأَ عِنْدَ النَّبِيِّ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ، فَسَجَدَ النَّبِيُّ ﷺ ثُمَّ قَرَأَ آخَرُ عِنْدَهُ السَّجْدَةَ فَلَمْ يَسْجُدْ فَلَمْ يَسْجُدِ النَّبِيُّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَرَأَ فُلَانٌ عِنْدَكَ السَّجْدَةَ فَسَجَدْتَ، وَقَرَأْتُ فَلَمْ تَسْجُدْ. فَقَالَ النَّبِيُّ : كُنتَ اِمَامَنَا، فَلَوْ سَجَدْتَ سَجَدْنَا

"Seorang laki-laki membaca ayat sajdah di hadapan Nabi lalu ia bersujud. Maka bersujudlah Nabi. Kemudian seorang lain membaca pula ayat sajdah, tetapi dia tidak bersujud. Maka Nabi pun tidak bersujud. Orang itu bertanya: Ya Rasulullah, si Fulan tadi membaca ayat sajdah, Tuan bersujud, dan ketika saya membaca- nya, Tuan tidak bersujud." Nabi menjawab: "Kamu imam kami. Sekiranya kamu bersujud, tentulah saya juga bersujud." (HR. Asy-Syafi'y; Al-Muntaqa 1: 575).

914) Zaid ibn Tsabit berkata:

قَرَأْتُ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَالنَّجْمِ، فَلَمْ يَسْجُدْ فَيْهَا

"Saya membaca surat Wan Najmi di hadapan Nabi, maka beliau tidak bersujud padanya." (HR. Al-Jama'ah, selain dari Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 576)

SYARAH HADITS

Hadits (912) dalam riwayat Muslim yang sebuah lagi terdapat perkataan "di bukan shalat" Menurut Ath-Thabrany, kejadian ini ialah ketika Nabi membaca surat Wan Najmi di Mekkah Al-Hafizh berkata: "Mungkin Ibnu 'Umar ketika menerangkan tidak ada tempat meletakkan dahi adalah untuk mubalaghah (kata penegasan yang berlebihan-Ed.). Menurut susunan hadits, mungkin kejadian yang serupa ini terjadi beberapa kali. Perkataan: di luar shalat, dipergunakan oleh golongan yang tidak membolehkan sujud tilawah dalam shalat."

Hadits ini menyatakan bahwa sujud tilawah, disyariatkan juga kepada orang yang mendengar ayat sajdah, apabila si pembaca sendiri, bersujud.

Hadits (913) diriwayatkan oleh Asy-Syafi'y dalam musnad-nya secara mursal. Diriwayatkan oleh Al-Bukhary secara ta'liq, "bahwa Ibnu Mas'ud pernah berkata kepada Tamim ibn Hazlam yang masih keci. yang membaca Al-Qur'an di hadapannya: "Bersujudlah, kamu imam kami."

Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary secara ta'liq dan diriwayatkan oleh Sa'id ibn Manshur secara maushul dari riwayat Al-Mughirah dari Ibrahim, ujarnya: Tamim ibn Hazlam berkata: "Saya membaca Al-Qur'an di hadapan Ibnu Mas'ud sedang saya pada kala itu masih muda sekali, lalu saya membacakan ayat sajdah. Mendengar ayat itu, Abdullah berkata: "Bersujudlah kamu, kamu imam kami." Ringkasnya, hadits ini dapat dijadikan hujjah.

Hadits ini menyatakan bahwa sujud tilawah tidak disyariatkan bagi orang yang mendengar, terkecuali apabila pembacanya bersujud juga.

Hadits (914), menurut riwayat Ad-Daraquthny, dalam hadits ini terdapat perkataan: dan tidaklah bersujud seseorang pun dari antara kami. At-Turmudzy menyatakan hadits ini shahih. Hadits ini menyatakan bahwasannya sujud tilawah tidak wajib.

At-Turmudzy berkata pula: "Sebagian ahli ilmu men-ta'wil-kan hadits ini." Mereka berkata: "Nabi meninggalkan sujud, lantaran Zaid meninggalkannya." Mereka berkata: "Sujud diwajibkan atas yang mendengar, tidak boleh meninggal- kannya." Mereka berkata pula: "Apabila seseorang mendengar ayat Sajdah, sebelum berwudhu, hendaklah dia bersujud sesudah ia berwudhu."

Demikianlah pendapat Sufyan, ulama Kufah dan Ishaq. Sebagian ahli ilmu berkata: "Sujud itu atas orang mau bersujud, yang mau mencari keutamaan. Kalau demikian, kita dibolehkan meninggalkannya." Golongan ini ber-hujjah dengan hadits Zaid ini. Mereka berkata: "Sekiranya sujud itu wajib, tentulah Nabi tidak membiarkan Zaid tidak bersujud." Tentulah Zaid disuruh bersujud lalu Nabi pun bersujud. 

Golongan ini ber-hujjah pula dengan hadits 'Umar yang menerangkan, bahwa Nabi pernah membaca ayat sajdah di atas mimbar, lalu turun mengerjakan sujud tilawah. Pada Jum'at berikutnya beliau membaca lagi. Ketika para hadirin bersiap untuk bersujud, Nabi pun bersabda: "Sujud itu tidak diwajibkan atas kita, terkecuali jika kita inginkan." Nabi tidak bersujud. Sahabat pun tidak bersujud. Sebagian ulama ahli ilmu termasuk Asy-Syafi'y dan Ahmad, memegang hadits ini.

Al-'Ainy dalam Umdatul Qari' berkata, bahwa pengarang Al-Hidayah menetapkan wajibnya sujud tilawah dengan dalil, bahwa Nabi bersabda: "Sujud itu 'atas' orang yang mendengarnya dan 'atas' orang yang membacanya. Kalimat 'ala = atas, memberi faedah wajib. Pula hadits ini tidak diikat dengan qasad (= kehendak, bagi siapa yang mau-Ed.)." 

Al-'Ainy berkata pula: "Riwayat pengarang Al-Hidayah, syadz (menyimpang). Hadits yang demikian, tidak ada. Yang ada, ialah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya dari Ibnu 'Umar, ujarnya: "Sujud itu atas orang yang mendengarnya." 

Dan diterangkan pula dalam Al-Bukhary, bahwa Utsman berkata: "Sujud itu hanya atas orang yang men- dengar". Pengarang Al-Hidayah berdalil dengan firman Allah: fa mâ lahum là yu'minuna wa idzā quri'a 'alaihimul qurânu la yasjudûna (surat Al-Insyiqaq [84]: 21) dan dengan firman Allah: wasjud waqtarib (surat Al-Alaq [96]: 19)."

Golongan Hanafiyah berkata, bahwa pencelaan yang dikandung oleh ayat ini berpautan dengan meninggalkan sesuatu pencelaan yang diwajibkan. Dan perintah dalam ayat yang kedua ini, menunjukkan kepada wajib.

Al-Mubarakfuri, dalam menangkis pendapat Al-'Ainy di dalam Syarh At- Turmudzy, berkata: "Pendapat 'Umar yang mengisyaratkan bahwa sujud itu atas orang yang mendengarnya", dan pendapat Utsman yang menunjukkan "hanyasanya sujud atas orang yang mendengar", jika itu diterima dan menunjukkan kepada wajib, namun ia tidak dapat dijadikan hujjah untuk mewajibkan sujud, karena pendapat itu bukanlah hadits marfu'. Pendapat kedua sahabat ini tidak diikuti oleh sahabat-sahabat yang lain.

Ibnu Qudamah berkata: "Allah mencela mereka yang tidak bersujud, karena sikap mereka itu menujukkan ketakaburan mereka. Mereka tidak menganggap sujud itu sebagai suatu perbuatan utama dan disuruh."

Al-Bukhary berkata: "Ini suatu bab yang menerangkan pendapat orang yang menetapkan, bahwa Allah tidak mewajibkan sujud tilawah."

Al-Hafizh dalam mengomentari pendapat ini mengatakan bahwa beliau tidak mengaitkannya kepada sunnat atau kepada sujud di dalam shalat. Atau sujud dalam shalat, dihukumkan wajib dan dalam tilawah dihukumkan sunnat. Di antara dalil yang mewajibkan, ialah bahwa ayat-ayat yang di dalamnya disebut sujud tilawah, ada yang disampaikan dengan lafazh amr (perintah) ada yang dengan lafazh yang mengandung perintah sujud, seperti yang terdapat pada ayat yang kedua dalam surat Al-Hajj, akhir surat An-Najm dan akhir surat Al-Alaq. 

Apakah pada ayat-ayat tersebut ada sujud atau tidak? Sekiranya sujud tilawah itu hukumnya wajib, tentulah ayat yang datang denga lafazh yang memerintahkan kita bersujud itu lebih utama kita mufakati untuk bersujud padanya dari pada bersujud pada ayat yang datang dengan lafazh khabar.

Asy-Syafi'y berkata: "Saya tidak menganjurkan kepada orang yang mendengar ayat sajdah, sebagaimana saya menganjurkan kepada orang yang sengaja mendengarnya."

Tidak dapat diragukan lagi, bahwa Nabi saw. kadang-kadang bersujud di sebagian ayat Sajdah, dan tidak di sebagianrıya, sebagaimana yang diterangkan Zaid ibn Tsabit. Demikian pula para sahabat ada yang bersujud, ada yang tidak, atau kadang-kadang bersujud, kadang-kadang tidak, sebagaimana yang dinukilkan tentang sujud 'Umar dalam surat An Nahl yang dinukilkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. 

Maka karena itu kita tidak dapat menetapkan wajibnya, walaupun ber- sujud itu sangat diutamakan benar dan kita melalui ayat-ayat sajdah tanpa kita ber- sujud padanya untuk menyatakan ketundukkan kita kepada Allah yang menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an itu.

Referensi dari Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum - 2 Bab Hukum Seputar Sujud Tilawah dan Sujud Syukur