Hukum shalat hari raya
Mengenai shalat hari raya, kami kutip kembali pentahqikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-Ikhtiyarat. Di dalam kitab itu, beliau menulis: Shalat led adalah fardhu amali.
Itulah madzhab Abu Hanifah dan demikian pula menurut suatu riwayat dari Ahmad. Dapat pula kita mengatakan, bahwa shalat 'led, wajib juga bagi kaum perempuan, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan yang lain dari Ummu Athiyah. Beliau mengatakan: "Kami kaum perempuan selalu diperintahkan mengajak kaum perempuan pergi ke mushalla."
Ibnu Qudamah Al-Maqdisy dalam Al-Mughni mengatakan: "Seluruh umat Islam sepakat terhadap shalat 'led. Shalat 'led adalah fardhu kifayah menurut lahir madzhab Ahmad. Apabila sebagian orang telah mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban tersebut terhadap orang lain. Bila penduduk suatu negeri sepakat tidak mengerjakan shalat led, penduduk negeri yang beragama Islam harus diperangi.
Demikian pendapat sebagian Ashhab Asy-Syafi'y. Abu Hanifah mengatakan: "Shalat 'led, wajib bagi tiap-tiap pribadi (wajib 'ain), bukan fardhu. Karena terhadap shalat 'led disyariatkan khutbah, maka hukum shalat ini adalah wajib 'ain, bukan fardhu seperti shalat Jum'at.
Ibnu Abu Musa mengatakan: sebagian Ulama mengatakan, shalat 'led adalah sunnah muakkaddah, bukan wajib. Inilah pendapat Malik dan sebagian Ashhab Asy-Syafi'y, mengingat sabda Rasulullah kepada orang Arab Baduwi yang bertanya tentang syariat Islam. Ketika Nabi saw. menyebutkan tentang shalat lima, orang itu berkata: "apakah diriku wajib mengerjakan shalat selainnya? Nabi menjawab, tidak, melainkan jika engkau mau mengerjakan sunnat, dan mengingat sabda Nabi saw. "lima shalat di fardhukan dalam sehari semalam bagi para hamba".
Shalat 'led hukumnya wajib. Dikarenakan pertama, Allah memerintahkannya. Firman-Nya: "Fashalli lirabbika wan har (maka bershalatlah kamu untuk Tuhanmu dan sembelihlah korban)." Perintah Tuhan wajib dilaksanakan.
Kedua, Nabi saw. tetap mengerjakannya, yang menjadi dalil bahwa shalat led, wajib. Ketiga, Shalat led adalah salah satu syiar, sama halnya dengan shalat Jum'at. Keempat, sekiranya tidak wajib, tentu tidak akan diperangi orang-orang yang me- ninggalkannya.
Hadits mengenai orang Arab Baduwi dapat dijawab dengan beberapa jawaban. Diantaranya, hadits itu menekankan tentang shalat lima dan karena wajib dikerjakan secara tetap dan terus-menerus. Hadits orang 'Arab Baduwi itu terjadi dipermulaan Islam. Sesudah itu, timbul beberapa aturan-aturan lain yang tidak di nashkan dalam hadits.
Al-'Allamah Siddiq Hasan Khan, mengatakan: para ahli Ilmu telah berselisih paham tentang: apakah shalat 'led, wajib atau tidak, terdapat yang haq dalam hal ini ialah shalat 'led adalah wajib, karena selain tetap mengerjakannya, Nabi juga memerintahkan kita pergi untuk mengerjakannya.
Dalam satu hadits, Nabi saw. memerintahkan sahabat-sahabat pergi ke mushalla sesudah mendengar kabar dari seseorang bahwa dia telah melihat bulan. Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Al- Bukhary dari Ummu Athiyah, ujarnya: Rasulullah saw. memerintahkan kami kaum perempuan supaya mengajak gadis-gadis yang masih muda, perempuan- perempuan yang sedang haid dan perempuan-perempuan yang tinggal di dalam biliknya untuk menghadiri shalat hari raya. Perempuan-perempuan yang sedang haid, mengasingkan diri dari shalat, mereka menyaksikan kebajikan dan dakwah kaum muslimin." Perintah keluar, adalah perintah shalat atas orang yang tidak udzur dengan jalan fahwal khithab, yang dapat kita pahamkan bahwa perintah keluar itu mengandung perintah shalat. Orang laki-laki lebih utama daripada perempuan. Keluar atau pergi ke mushalla, adalah wasilah kepada shalat. Wajibnya suatu wasilah mengakibatkan apa yang dimaksud dari wasilah itu menjadi wajib.
Bahkan Al-Qur'an sendiri menyuruh kita shalat led, sebagaimana yang ditegaskan oleh imam-imam tafsir mengenai firman Allah "fashalli lirabbika wanhar (maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban). "Para ahli tafsir mengatakan: yang dimaksud dengan shalat di sini adalah shalat 'led.
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan kepada wajibnya, ialah shalat 'led menggugurkan shalat Jum'at apabila jatuh pada hari yang sama. Perbuatan yang tidak wajib tidak dapat menggugurkan yang wajib. Maka dengan ringkas, kita dapat mengatakan bahwa shalat led adalah shalat yang harus diberi perhatian yang penuh dan harus dianggap wajib, bukan sunnat mengingat dalil-dalil yang sudah diterangkan itu.
Menururt pendapat Asy-Syafi'y shalat led disyariatkan berjamaah dan diikuti orang merdeka, budak sahaya, perempuan dan musafir. Orang yang shalat sendiri tidak khutbah. Imam dari orang musafir khutbah. Menurut Abu Hanifah, shalat Ted wajib bagi setiap orang yang juga wajib mengerjakan shalat Jum'at dan di syaratkan untuk shalat led, apa yang di syaratkan untuk shalat Jum'ah. Demikian di- terangkan dalam kitab Al-Musawwa.
Di dalam Al-Muhktashar, Asy-Syafi'y mengatakan: "Manwajaba 'alaihi hudhuru jum'ati wajaba 'alaihi hudhurul 'ledaini (barangsiapa yang wajib menghadiri Jum'at, maka wajib menghadiri shalat hari raya)." Lahir perkataan ini menegaskan, bahwa shalat 'led adalah fardhu 'ain bagi tiap-tiap orang yang wajib Jum'at. Pengikut Asy- Syafi'y mena'wilkan perkataan ini agar sesuai dengan pendapat mereka.
Ar-Rafi'y dalam Fathul Aziz mengatakan: led pertama dilaksanakan oleh Rasulullah saw. adalah pada tahun kedua hijriyah. Shalat 'led terus dikerjakan sampai akhir hayatnya. Rasul tidak mengerjakan shalat 'led di Mina. Al-Hafizh dalam At-Talkhis mengatakan, riwayat ini tidak saya temukan dalam hadits.
Akan tetapi telah umum diketahui bahwa permulaan led, yang disyariatkan, ialah Idul Fitri pada tahun kedua Hijriyah. Keterangan selanjutnya mungkin diambil dari istiqra' (pene- litian dan pemerikasaan). Abu Al-Awanah Al-Asfarayiny dalam shahihnya berdasarkan hadits Jabir menetapkan bahwa Nabi saw. tidak mengerjakan shalat 'led di rumah.
Di dalam hadits itu disebutkan bahwa Nabi pada hari 'led itu melempar Jumrah Aqabah. Sesudah itu, beliau pergi ke tempat penyembeliaan binatang dan menyembelih qurban beliau. Jabir tidak menerangkan bahwa Nabi shalat led. Diterangkan oleh Al-Muhibbuth Thabary menurut keterangan Imamul Haramain, bahwa Nabi pernah shalat led di Mina, Ibnu Hazm juga menerangkan pendapat Ibnu Haramain itu.
Di dalam Syarah Al-Bahjah diterangkan: permulaan 'led yang dikerjakan Nabi, ialah Idul Fitri dalam tahun kedua Hijrah. Nabi terus-menerus mengerjakannya. Disunnatkannya kita mengerjakan shalat led sebanyak dua rakaat, walaupun tidak terdapat syarat-syarat Jum'at kecuali orang yang melakukan haji di Mina. Sebagaimana dinukilkan oleh Al-Mawardi dari nash Asy-Syafi'y dan oleh An- Nawawy dalam Majmu'-nya dalam bab Udhhiyah dari Al-'Abdary, karena sibuk dengan urusan hajji. Seorang yang mengomentari Syarah Al-Bahjah mengatakan: menurut lahir, men-taqyid-kan di Mina adalah berdasar kepada Ghaliban.Karena itu, disunnatkan bagi orang yang sedang haji melaksanakan sendiri-sendiri walau- pun tidak di Mina. Ar-Rafi'y dan Al-Qadhi Zakaria Al-Anshary menyunnatkan orang yang sedang haji mengerjakan sendiri-sendiri shalat led.
Menurut pentahqiqan kami, suatu kesalahan besar meng-i'tikad-kan sunnat shalat Ted pada hari nahr. Mereka yang menyunnatkan itu berpegang kepada umum lafazh, atau qiyas. Ini, sebenarnya suatu kelalaian terhadap sunnah. Sesungguhnya Nabi saw. dan para Khulafa sama sekali tidak pernah shalat 'led di Mina. Shalat di Mina, ialah melempar jamratul Aqabah. Melempar jamratul Aqabah oleh orang yang sedang haji, adalah shalat 'led yang dilakukan oleh mereka yang tidak haji.
Karena inilah, Ahmad menyukai supaya kita melakukan shalat led ketika di Mina orang sedang menyembelih. Karena ini pula, Nabi saw. berkhutbah pada hari nahr sesudah melempar jamrah, sebagaimana yang dilakukan Nabi di tempat lain sesudah shalat 'led. Ringkasnya, melemparkan jumrah merupakan tahiyah Mina, sedangkan thawaf adalah tahiyah Al-Masjidil Haram.
Referensi Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum - 2 Bab Shalat Dua Hari Raya Masalah Mengerjakan Shalat Ted Sebelum Khutbah Dan Tidak Ada Adzan Serta Iqamat Pada Shalat Ted