Tata Cara sujud sahwi sesudah salam
Apakah diperlukan takbiratul-ihram untuk sujud sesudah salam? Atau cukup dengan takbir intiqal saja? Jumhur ulama mencukupi dengan takbir intiqal. Malik berkata. "Tiap-tiap yang disudahi dengan salam, dimulailah dengan takbiratul ihram."
Rasulullah saw. telah mengadakan aturan, apabila kita melakukan kekurangan dalam shalat, maka hendaklah mengerjakan dua sujud sahwi untuk menambal kekurangan yang sudah terjadi.
Di antara nikmat-nikmat Tuhan kepada umat Muhammad ini, ialah terjadi kelupaan bagi Rasul dalam shalatnya. Dengan demikian, dapatlah kita ketahui secara praktek apa yang kita lakukan apabila kelupaan dalam shalat. Nabi pernah lupa, lima kali.
Menurut pentahqiqan kami, bahwa sangatlah baik bagi kita untuk menyempurnakan shalat yang telah dikerjakan apabila diketahui ada kelupaan di dalamnya, dengan syarat jarak waktu setelah salam belum lama, dan belum diselangi oleh perbuatan-perbuatan yang sengaja dilakukan.
Mengenai tempat-tempat sujud sahwi, hendaklah kita menempatkan sujud itu sesuai dengan tuntunan hadits dan perbuatan Nabi saja. Maka sujud yang dipautkan sebelum salam, kita lakukan sebelum salam. Yang dipautkan sesudah salam, kita lakukan sesudah salam. Yang tidak dipautkan dengan salah satunya, hendaklah kita memilih dengan tidak membedakan antara yang lebih dengan yang kurang, mengingat riwayat Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi bersabda: "Apabila seseorang melebihkan atau mengurangkan shalatnya, hendaklah dia melakukan dua sujud." Demikian ini lebih utama.
Dan apabila kita melakukan sujud sesudah salam, hendaklah kita ber-takbiratul-ihram, ber-tasyahhud dan bersalam lagi, mengingat hadits Imran ibn Hushain yang selain diriwayatkan oleh Abu Daud, juga diriwayatkan oleh At-Turmudzy dan dipandangnya sebagai hadits hasan oleh Ibnu Hibban dan dipandang sebagai hadits shahih oleh Al-Hakim.
Kata Al-Hakim hadits itu, shahih menurut syarat Al-Bukhary dan Muslim. Pendapat yang shahih dari Al-Hakim disetujui oleh Adz-Dzahaby dalam Muhtashar. Sujud Sahwi itu disyariatkan juga, apabila meninggalkan sesuatu yang disunnatkan. Menamakan sesuatu sunnat dengan hai'ah tidaklah mengeluarkan sunnat itu dari yang mandub (yang disunnatkan).
Menentukan wajibnya sujud sahwi karena meninggalkan apa yang dinamakan sunnat ab'adh tidak mempunyai dalil, terutama apabila diingat, bahwa istilah-istilah itu terjadi kemudian. Al-masnun (yang disunnatkan) dan al-mandub (yang digerakan kita melakukannya), maknanya menurut bahasa lebih luas dari maknanya menurut istilah.
Lagi pula membedakan al-masnun dengan al-mandub adalah istilah sebagian ahli ushul saja. Paling tinggi dapat dikatakan bahwa masnun adalah mandub muakkad.
Kalau demikian, maka perkataan lupa, itu mencakup tentang meninggalkan mandub, sebagaimana mencakup tentang meninggalkan masnun. Lantaran itu, masuklah semuanya ke bawah hadits likulli sahwin sajdataani" (bagi tiap-tiap lupa, dua kali sujud).
Mereka yang membedakan, di antara sunnat-sunnat itu, diharuskan men- datangkan dalil. Apalagi mengingat, bahwa sebagian yang mereka namakan sunnat hai'ah, tidak dapat dipastikan demikian, seperti tidak meletakkan tangan atas dada. Sudah jelas disyariatkan sujud sahwi, karena kelebihan rakaat dan keraguan dalam bilangan rakaat. Dan apabila kita lupa melakukan sujud sahwi, maka dikerjakannya apabila teringat, walaupun sudah diselangi oleh pembicaraan asalkan belum larna berselangnya.
Referensi Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2 Bab Hukum Seputar Sujud Sahwi Masalah Sujud Sahwi Karena Terjadi Kekurangan Dalam Shalat