Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WAKTU SHALAT HARI RAYA IDUL ADHA DAN IDUL FITRI

WAKTU SHALAT HARI RAYA

WAKTU SHALAT HARI RAYA

1336) Yazid ibn Khumair Ar-Rahby menerangkan:

إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ صَاحِبَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ خَرَجَ مَعَ النَّاسِ يَوْمَ عِيْدِ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَأَنْكَرَ ابْطَاءَ الإِمَامِ وَقَالَ: إِنَّا كُنَّا قَدْ فَرَغْنَا سَاعَتَنَا هَذِهِ. وَذَالِكَ حِيْنَ التَّسْبِيحَ

"Bahwasanya 'Abdullah ibn Busr, sahabat Rasulullah, pada hari Idul Fitri atau Idul Adha pergi bersama-sama orang lain, beliau menegur kelambatan imam, beliau berkata: bahwasanya kami dahulu telah selesai pada saat ini, dan yang demikian itu ketika shalat dhuha." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 2: 39)

1337) Abul Huwairist ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَتَبَ إِلَى عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ وَهُوَ بِنَجْرَانَ، أَنْ عَجِّلِ الْأَضْحَى وَأَخِّرِ الْفِطْرَ وَذَكِّرِ النَّاسَ

"Bahwasanya Nabi saw. menulis surat kepada Amr bin Hazm yang berada di Najran. Isi surat ini ialah: cepatkan shalat Adha, ta'khirkan shalat Fitri dan beri ingatlah kepada manusia." (HR. Asy-Syafi'y; Al-Muntaqa 2: 39-40).

SYARAH HADITS

Hadits (1336), Abu Daud dan Al-Mundziry tidak mencacat sanad hadits ini. Perawi-perawi Abu Daud tidak kepercayaan. Hadits ini diriwayatkan oleh Al- Bukhary secara ta'liq. Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan: sanad yang mu'alaq ini telah diriwayatkan dengan sanad yang mausul oleh Ahmad serta ditegaskan pula kemarfu'annya.

Diriwayatkan oleh Ahmad dari jalan Yazid: 'Abdullah ibn Busr seorang sahabat Nabi, pada hari Idul Fitri atau pada Idul Adha pergi ke tanah lapang, lalu beliau menegur imam yang datang terlambat.

Abdullah ibn Busr mengatakan: "Sesungguhnya kami pernah berada bersama Nabi dan kami telah selesai dari shalat pada saat seperti ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ahmad. Al-Hakim juga meriwayatkannya dari jalan Ahmad dan menshahihkannya.

Hadits ini menyatakan, bahwa syara' menyuruh kita menyegerakan shalat 'led dan syara' tidak menyukai kita melambatkan pelaksanaan shalat 'led tersebut.

Hadits (1337) diriwayatkan oleh Asy-Syafi'y dari jalan Ibrahim ibn Muhammad dari Abu Huwairits. Hadits ini mursal. Selain itu, Ibrahim ibn Muhammad adalah seorang yang dipandang dhaif pula oleh jumhur. 

Al-Baihaqy mengatakan: saya tidak melihat pokok hadits ini di dalam hadits-hadits Amr ibn Hazm. Dalam kitab Al-Adhahy susunan Muhsin ibn Ahmad Al-Banna dari jalan Waki' dari Al-Mu'ala ibn Hilal dari Al-Aswad ibn Qais dari Jundub, ujarnya: Nabi saw. selalu shalat bersama kami pada hari Fitri, ketika matahari setinggi dua batang lembing dan shalat Adha ketika matahari setinggi satu lembing. Hadits ini disebutkan oleh Al-Hafizh dalam At-Talkhish tanpa dibahas.

Hadits ini menyatakan, bahwa syara' menyuruh kita mencepatkan shalat Adha dan sedikit melambatkan shalat Fitri.

An-Nawawy mengatakan: "Ulama Syafi'iyah berbeda pendapat dalam me- nentukan waktu shalat hari Raya. Menurut pendapat Asy-Syirazy, pengarang Asy- Syamil, Ar-Ruyany dan beberapa Ulama lain, permulaan waktu Shalat led ialah dari permulaan terbit matahari. Tetapi lebih utama kita ta'khirkan shalat hingga matahari setinggi kadar satu lembing. 

Asy-Syaidalany, Al-Baghany dan lain-lain berpendapat bahwa permulaan waktunya ialah matahari mulai agak tinggi. Asy- Syafi'y dan Ulama-Ulama pengikutnya sepakat menetapkan: bahwa kita disukai mencepatkan shalat Adha dan melambatkan shalat Fitri. Jika seseorang tidak dapat shalat bersama imam, hendaknya dia shalat sendiri dan shalatnya itu dianggap "ada' = tunai", selama matahari belum tergelincir. 

Apabila dia tidak shalat hingga tergelincir matahari, maka luputlah shalatnya. Mengenai apakah disukai dia menggadha shalatnya itu? Dalam masalah ini ada dua pendapat: yang paling shahih disukai dia menggadhanya. Abu Hanifah mengatakan: apabila seseorang tidak dapat shalat bersama imam, maka dia tidak dituntut mengerjakannya sendiri.

Ibnu Qudamah mengatakan: "permulaan waktu shalat led, ialah matahari setinggi lembing hingga rembang. Yang demikian itu, terletak antara dua waktu yang dilarang kita shalat sunnat.

Diriwayatkan oleh Uqbah ibn Amir, ujarnya: ada tiga waktu, Rasulullah melarang kami bershalat di dalamnya dan melarang kami menguburkan jenazah, yaitu ketika sedang terbit matahari hingga ia tinggi sedikit. 

Mengingat waktu antara terbit matahari dengan setinggi lembing, kita dilarang shalat di dalamnya, maka tidaklah dapat menjadi waktu shalat led, sama dengan ketika sebelum matahari terbit. Selain itu, Nabi saw., para Khulafa' sesudahnya, tidak mengerjakan shalat 'led sebelum matahari tinggi sedikit. Ijma' menetapkan bahwa yang utama, ialah melaksanakan shalat led pada waktu itu (sesudah matahari terbit agak tinggi) dan Nabi saw. hanya mengerjakan yang utama.

Asy-Syaukany dalam Ar-Raudhah mengatakan: "waktu shalat 'led ialah sesudah matahari setinggi lembing hingga tergelincir matahari, menginget hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Al-Hasan Al-Banna (Al-Muhsin ibn Ahmad) dalam kitab Al-Adhahy dari hadits Jundub, ujarnya: "Nabi saw. selalu shalat dengan kami (sahabat) pada hari Fitri, saat matahari setinggi dua lembing, dan shalat Adha saat matahari setinggi satu lembing. 

Sudah terjadi ijma' ulama pula sesuai dengan yang dimaksud hadits-hadits ini, walaupun hadits ini satu persatunya tidak dapat men- jadi hujjah. Adapun akhir waktu shalat led ialah saat tergelincir matahari. Di- sebutkan dalam kitab Al-Bahar bahwa waktu shalat Hari Raya ialah dari saat terbit matahari hingga tergelincirnya. Saya tidak mengetahui ada khilaf dalam masalah ini.

Apabila kita perhatikan dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh fuhaqa mengenai waktu shalat led, nyata bahwa: waktu shalat led yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah lebih patut menjadi pegangan kita. Tidak ada yang ragu bahwa Nabi saw. tidak pernah sekali juga mengerjakan shalat 'led begitu matahari terbit. 

Karena itu, kita yakin bahwa permulaan waktu shalat 'led, ialah apabila matahari telah tinggi kurang-kurangnya satu galah. Mengenai pentakhiran shalat Fitri dan penyegeraan shalat Adha, hikmahnya, ialah karena kita disuruh berimsak sebelum shalat Adha. 

Maka melambatkan shalat Adha, mungkin mengganggu orang yang harus menyelesaikan shalat. Mengenai shalat Idul Fitri, tidaklah menggangu, karena tidak ada imsak dan penyembelihan korban. Menetapkan akhir waktu 'led adalah tergelincir matahari, karena Nabi saw. menyuruh orang yang mengetahui bahwa bulan telah muncul sesudah tergelincir matahari, dan supaya pergi ke tanah lapang untuk shalat pada hari esoknya.

Referensi Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum - 2 Bab Shalat Dua Hari Raya Masalah Waktu Shalat Hari Raya