Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BERSUJUD DI ATAS PUNGGUNG BINATANG (KENDARAAN)

BERSUJUD DI ATAS PUNGGUNG BINATANG (KENDARAAN)

BERSUJUD DI ATAS PUNGGUNG BINATANG (KENDARAAN)

915) Ibnu 'Umar menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَرَأَ عَامَ الْفَتْحِ سَجْدَةً فَسَجَدَ النَّاسُ كُلُّهُمْ، مِنْهُمُ الرَّاكِبُ وَالسَّاجِدُ فِي الأَرْضِ، حتَّى إِنَّ الرَّاكِبَ يَسْجُدُ عَلَى يَدِهِ

"Nabi saw. pada tahun Fat-hu Mekkah membaca ayat sajdah, lalu karenanya seluruh manusia bersujud. Di antara mereka ada yang bersujud di atas kendaraan dan ada yang bersujud di atas tanah, sehingga orang yang berkendaraan itu bersujud atas tangannya." (HR. Abu Daud; Al-Muntaqa 1: 575)

916) Abdullah ibn 'Umar menerangkan:

اِنَّ عُمَرَ قَرَأَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ سُورَةَ النَّحْلِ حَتَّى جَاءَ السَّجْدَةَ، فَنَزَلَ وَسَجَدَ وَسَجَدَ النَّاسُ، حَتَّى إِذَا كَانَتِ الْجُمُعَةُ القَابلَةُ قَرَأَبِهَا حَتَّى إِذَا جَاءَ السَّجْدَةَ، قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُوْدِ، فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

"Umar di atas mimbar pada hari Jum'at pernah membaca surat An-Nahl, sehingga (waktu bacaan beliau) sampai ke ayat sajdah, beliau turun bersujud dan karenanya bersujudlah segala orang yang hadir. Pada Jum'at yang berikutnya beliau membaca (surat itu) lagi. Ketika sampai pada ayat sajdah, beliau berkata: Wahai hadirin, kita ini melalui ayat sajdah, maka barangsiapa sujud, berarti ia telah mengerjakan sunnah dan barangsiapa tidak bersujud, ia tidak berdosa." (HR. Bukhari; Al-Muntaqa 1: 576)

SYARAH HADITS

Hadits (915) di dalam sanad-nya ada seorang perawi yang dikritik oleh sebagian ulama hadits. Hadits ini menyatakan kebolehan orang yang mengendarai binatang (kendaraan) untuk melakukan sujud tilawah di atas punggung binatangnya tidak perlu turun dari kendaraannya.

Hadits (916) yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary, menurut suatu lafazh bermakna: "Allah tidak memfardhukan sujud tilawah atas kita, terkecuali jika kita mau." Atsar ini diriwayatkan juga oleh Malik dalam Al-Muwaththa' dan oleh Al- Baihaqy, Abu Nu'aim dalam Al-Mustakhraj dan Ibnu Syaibah. Hadits ini menyatakan bahwa sujud tilawah tidak wajib.

Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan bahwa lafazh: "Allah tidak mem- fardhukan sujud tilawah, menunjukkan bahwa sujud tilawah itu tidak wajib. Sebagian ulama Hanafiyah berkata: tidak fardhu, tidak berarti tidak wajib. Membedakan wajib dengan fardhu, adalah istilah baru. Para sahabat tidak membedakannya. 

Sesungguhnya perkataan 'Umar. "Barangsiapa tidak bersujud tidak berdosa", telah cukup sebagai dalil untuk tidak mewajibkannya. Dan perkataan: "Tidak berdosa orang yang sengaja meninggalkannya" menunjukkan kepada tidak wajibnya sujud tilawah. 

Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini, untuk menetapkan bahwa apabila seseorang telah memulai sujud, wajiblah dia menyempurnakannya.

Dapat dipahamkan dari hadits ini, bahwa khatib boleh membaca Al-Qur'an di dalam khutbahnya dan boleh turun dari mimbar untuk bersujud tilawah, apabila tidak mungkin bersujud di atas mimbar. Pendapat Malik yang tidak membolehkan khatib bersujud ditolak oleh atsar ini.

Pendapat ulama Hanafiyah, yang mewajibkan sujud, nyata pula lemahnya oleh atsar ini. Ringkasnya, sujud tilawah "tidak difardhukan", walaupun sangat disukai.

Referensi Dar Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum Seputar Sujud Tilawah dan Sujud Syukur Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum-2 masalah Bersujud di atas punggung binatang (kenderaaan)