Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BILANGAN TAKBIR DALAM SHALAT HARI RAYA

HADITS BILANGAN TAKBIR DALAM SHALAT HARI RAYA
BILANGAN TAKBIR DALAM SHALAT 'IED

1344) Amr ibn Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya menerangkan:

إنَّ النَّبِيُّ ﷺ كَبَّرَ فِي الْعِيدِ اِثْنَتَى عَشْرَةَ تَكْبِيرَةً فِي الأُوْلَى سَبْعًا وَخَمْسًا فِي الْآخِرَةِ، وَلَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا

"Bahwasannya Nabi saw. bertakbir pada shalat 'led 12 kali. Rakaat pertama, tujuh dan rakaat kedua lima; dan Nabi saw. tidak shalat sebelum shalat 'led dan tidak sesudahnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 2:41)

1345) Amr ibn 'Auf Al-Muzany ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ: فِي الْأُولَى سَبْعًا قَبْلَ الْقِرَأَةِ، وَفِي الثَّانِيَةِ خَمْسًا قَبْلَ الْقِرَأَةِ

"Bahwasarıya Nabi saw. pada dua hari raya (shalat hari Raya) bertakbir, pertama tujuh kali sebelum membaca Al-Fatihah dan yang kedua lima kali sebelum membaca Al-Fatihah." (HR. At-Turmudzy; Al-Muntaqa 2:42)

SYARAH HADITS

Hadits (1344). Al-Hafizh dalam At-Talkhis mengatakan: hadits ini dishahihkan oleh Ahmad, 'Ali ibnul Madiny dan Al-Bukhary menurut riwayat At-Turmudzy. 

Diriwayatkan oleh Al-Aqily bahwa Ahmad mengatakan: "tidak ada riwayat hadits shahih dan marfu' mengenai takbir dalam shalat hari raya. Dalam suatu riwayat, berbunyi: "Nabi saw. bersabda: takbir pada shalat Idul Fitri, tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua. Sedang qira'ah dibaca sesudah takbir- takbir itu." Lafazh ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ad-Daraquthny.

Hadits ini menyatakan, kita disukai membaca tujuh kali takbir pada rakaat pertama dan lima kali takbir pada rakaat kedua sebelum qira'ah.

Hadits (1345). At-Turmudzy mengatakan: Hadits inilah yang paling baik dalam masalah ini yang diterima dari Nabi saw. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dengan tidak menyebutkan ada qira'ah. Al-Hafizh dalam At-Talkhis mengatakan: segolongan Ulama tidak membenarkan pentashhihan At-Turmudzy. Karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi bernama Katsir ibn 'Abdullah.

Menurut pendapat Asy-Syafi'y dan Abu Daud, Katsir adalah pendusta. An- Nawawy dalam Khulashah membenarkan pendapat At-Thurmudzy. Dia mengatakan: mudah-mudahan At-Turmudzy menghasankan hadits ini, karena di bantu oleh beberapa syawahid.

Al-'Iraqy mengatakan: At-Turmudzy meng-hasan-kan hadits ini adalah mengikuti Al-Bukhary. Dalam kitab Al-'Ilalul Mufradah, At-Turmudzy mengatakan: Saya bertanya kepada Muhammad ibn Ismail tentang hadits ini, beliau menjawab: tidak ada dalam masalah ini, hadits yang lebih shahih dan dengan hadits ini aku berfatwa. Dalam masalah ini, banyak hadits yang di riwayatkan dari Nabi saw. Hanya tidak ada yang shahih yang marfu'. Diantaranya ada yang mursal dan yang dhaif.

Hadits ini menyatakan, kita disukai membaca tujuh kali takbir pada rakaat pertama dan lima kali takbir pada rakaat kedua.

At-Turmudzy mengatakan: kandungan hadits ini diamalkan oleh para sahabat dan orang-orang lain. Al-Baihaqy dalam Syarah As-Sunnah sesudah menerangkan pendapat At-Turmudzy mengatakan: pendapat seperti ini diriwayatkan dari Abu- Bakar, 'Umar, 'Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Said Al-Khudry dan begini pula pendapat-pendapat Ulama Madinah. Az-Zuhry, Umar ibrnul Abdul Aziz, Malik, Al-Auza'y, Asy-Syafi'y, Ahmad dan Ishak, berpendapat demikian juga.

Diterangkan oleh Al-Hafizh dalam At-Talkhis, Ibnu Mas'ud menghendaki supaya kita berdiam antara dua takbir sekedar membaca satu kalimat. Mengangkat kedua belah tangan pada takbir-takbir 'led adalah sunnat, menurut mayoritas Ulama. Dalam menentukan bilangan takbir shalat 'led, di kedua rakaat dan tentang tempat takbir, para Ulama mempunyai sepuluh macam pendapat:

  1. Bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum qira'ah dan pada rakaat kedua lima kali sebelum qira'ah. Al-Iraqy mengatakan: "inilah pendapat kebanyakan ahli Ilmu dari para sahabat, tabi'in dan para imam. Itu pula yang diriwayatkan dari 'Umar, 'Ali, Abu Hurairah, Abu Said, Jabir, Ibnu 'Umar, Ibnu 'Abbas, Abu Ayyub, Zaid ibn Tsabit dan 'Aisyah. Itu pula pendapat tujuh fuqaha Madinah; Ibnu Abdul Aziz, Az-Zuhry, dan Makhul. Dengan pendapat ini juga, Malik, Al-Auzay, Asy-Syafi'y, Ahmad dan Ishak berfatwa.
  2. Takbiratul ikhram dihitung salah satu dari takbir yang tujuh pada rakaat pertama. Demikian pendapat Malik, Ahmad, Al-Muzany dan itulah pendapat pengarang Al-Muntaqa.
  3. Takbir pada rakaat pertama tujuh kali dan pada rakaat kedua tujuh kali juga. Pendapat ini diriwayatkan dari Anas ibn Malik, Al-Mughirah ibn Syu'bah, Ibnu Abbas, Said ibn Musayab dan An-Nakha'y.
  4. Dalam rakaat pertama tiga kali sesudah takbiratul ikhram, sebelum qira'ah. Dalam rakaat kedua tiga kali sesudah qira'ah. Pendapat ini diriwayatkan dari sebagian sahabat, Ibnu Mas'ud, Abu Musa dan Abu Mas'ud Al-Anshary. Demikianlah pula pendapat Ats-Tsaury dan Abu Hanifah.
  5. Bertakbir dalam rakaat pertama enam kali, sesudah takbiratul ihram sebelum qira'ah. Pendapat ini adalah salah satu dari dua riwayat yang diterima dari Ahmad dan diriwayatkan oleh pengarang Al-Bahar dan Malik.
  6. Bertakbir pada rakaat pertama empat kali sesudah takbiratul ihram dan pada rakaat kedua empat kali. Inilah pendapat Muhammad ibn Sirin dan yang demikian itu diriwayatkan juga dari Al-Hasan, Masruq, Al-Aswad, Asy-Sya'by dan Abu Qilabah. Juga dihikayatkan oleh pengarang Al-Bahar dari Ibnu Mas'ud, Hudzaifah dan Said ibn 'Ash.
  7. Sama dengan pendapat pertama. Hanya pada rakaat pertama dibaca sesudah takbiratul ihram dan pada rakaat kedua sesudah qira'ah. Inilah pendapat Al-Qasim dan An-Nashir.
  8. Membedakan antara Idul Fitri dengan Idul Adha. Pada Idul Fitri dibaca sebelas kali, enam pada rakaat pertama lima pada rakaat kedua. Pada shalat Idul Adha, tiga pada rakaat pertama, dua pada rakaat kedua. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Mushannaf oleh ibn Abi-Syaibah, dari riwayat Al- Harits Al-A'war.
  9. Membedakan antara Idul Fitri dengan Idul Adha dengan cara yang lain lagi, yaitu pada shalat hari Raya Fitri dibaca sebelas kali takbir dan pada shalat Idul Adha, sembilan kali takbir. Pendapat ini diriwayatkan dari Yahya ibn Ya'mar.
  10. Sama dengan pendapat pertama, takbir itu hanya dibaca sesudah qira'ah. Demikian pendapat Al-Hadi, Al-Muayyad Billahi dan Abu Thalib.
Para Ulama berbeda pendapat pula: apakah disyariatkan muwalah (beriring-iring) antara takbir-takbir shalat led itu, ataukah dipisahkan antara takbir-takbir itu dengan satu witir seperti dengan tahmid, tasbih dan yang seperti ini.

Abu Hanifah, Al-Auzay dan Malik berpendapat: kita disyariatkan membaca takbir dengan muwalah, seperti takbir dalam rukuk dan sujud. Mereka mengatakan: sekirannya ada dzikir yang disyariatkan di antara takbir-takbir itu, tentu hal itu di nukilkan kepada kita, seperti keadaan takbir shalat.

Asy-Syafi'y mengatakan: hendaknya kita berhenti ditiap dua takbir dengan membaca tahlil dan tahmid. Asy-Syafi'y berbeda pendapat mengenai apa yang di ucapkan antara dua takbir itu. Kebanyakan mereka mengatakan: yang di ucapkan adalah: "Subhanallahi, walhamdu lillahi wala ilaha illallahu wallahu Akbar." Sebagian mereka mengatakan yang diucapkan, ialah "la ilaha illallah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa 'ala kuli syai-in qadır."

Al-Hadi dan sebagian ashhab Asy-Syafi'y mengatakan: "dipisahkan antara takbir-takbir itu dengan bacaan: "Allahu Akbar Kabiraw walhamdulillahi katsiraw wasubha nallahi bukrataw wa ashila."

Para Ulama juga berselisihan paham tentang hukum takbir shalat hari Raya. Al-Hadawiyah mengatakan: takbir-takbir tersebut adalah fardhu. Seluruh Ulama yang lain berpendapat, takbir-takbir itu sunnat; tidak bathal shalat karena mening- galkannya, baik dengan sengaja, maupun karena lupa.

An-Nawawy mengatakan: "shalat led, dua rakaat dengan ijma' Ulama. Sifatnya yang sekadar cukup, sama dengan sifat shalat yang lain. Sunnat-sunnatnya dan haiah-haiahn-nya sama dengan shalat-shalat yang lain juga. Inilah sekurang-kurangnya. 

Adapun yang paling sempurna, ialah sesudah takbiratul ihram membaca doa iftitah. Sesudah itu, takbir pada rakaat pertama tujuh kali selain takbiratul ikhram, tidak termasuk takbir rukuk. Dalam rakaat kedua, lima kali takbir, selain takbir bangun dari sujud dan turun kepada rukuk. 

Al-Muzany mengatakan: "takbir-takbir ini enam kali pada rakaat pertama. Diriwayatkan oleh Ar-Rafi'y, suatu pendapat yang syadz yaitu doa iftitah dibaca sesudah takbir-takbir ini. Pendapat pertama: itulah pendapat yang benar, yakni membaca iftitah sebelum takbir dan itulah yang terkenal dari nash-nash Asy-Syafi'y. Dengan demikian, jumhur Ulama menetapkannya. Asy-Syafi'y dan Ulama Syafi'iyah mengatakan: "Kita disukai berhenti antara tiap-tiap dua takbir sekadar membaca suatu ayat yang sederhana. Kita membaca tahlil, takbir, tahmid dan tamjid. 

Demikian Asy-Syafi'y menjelaskan dalam Al-Umm dan Mukhthashar Al-Muzany. Perkataan "dan tamjid", hanya terdapat dalam Mukhthashar Al-Muzany saja." Jumhur Ularna Syafi'iyah mengatakan: antara dua takbir dibaca "Subhanallahi wal hamdu lillahi wala illaha illallahu wallahu Akbar." Jika ditambah lagi dengan ucapan-ucapan yang lain, juga bolehkan. Ash-Shaidalany mengatakan: antara dua takbir itu dibaca "Lailaha illallahu wahdahu la syarika lahu lahul mulku walahul hamdu biyadihil khairu wahuwa 'ala kulli syai'in qadir."

Ibnush Shabbagh mengatakan: "Seandainya dibaca apa yang telah dibiasakan oleh orang ramai, yaitu Allahu Akbar kabiraw walhamdu lillahi kastsiraw wasubhanallahi bukratan wa alihi washalallahu a'la Muhammadin wa allihi wassalama katsira, juga baik. 

Al-Iman Abu Abdillah Muhammad ibn Abdillah ibn Mas'ud Al-Mas'udy dari Ashhab Al-Qaffal mengatakan: membaca "Subhanakalahumma wabihamdika, tabarakasmuka wa ta'ala jadduka wa jalla tsanauka wala ilaha ghairuka." Dzikir ini tidak dibaca lagi sesudah takbir ketujuh dan kelima, namun terus ber-ta'awudz. Tidak dibaca pula antara takbiratul ihram dengan takbir pertama dari takbir takbir zawa'id (tambahan) ini, sebagaimana tidak dibaca pada rakaat kedua sebelum takbir pertama dari lima takbir itu.

Menurut pendapat Imam Al-Haramain, dzikir ini dibaca sebelum takbir pertarna dan takbir-takbir zawaid. Asy-Syafi'y dalam Al-Umm mengatakan: seandainya disambung-sambung takbir zawa'id, tidak dipisah, saya tidak menyukainya.

An-Nawawy mengatakan pula: sesudah ta'awudz dibaca Al-Fatihah, sesudah itu, surah Qaf. Pada rakaat kedua sesudah Qaf dibaca surah Iqtarabatis sa'atu. Dalam Shahih Muslim menurut riwayat An-Nu'man ibn Basyir diterangkan bahwa Rasulullah saw. dalam shalat 'led membaca "Sabbihisma rabikal a'la dan "Hal ataka haditsul ghasiyah." Maka keduanya ini sunnah. Disukai supaya kita mengangkat tangan ke tentang dua daun teliga setiap membaca takbir. Asy-Syafi'y dalam Al- Umm mengatakan: tidak mengangkat tangan pada takbir-takbir itu atau pada se- bagiannya, hukumnya makruh.

Jika seseorang shalat di belakang imam yang bertakbir tiga kali atau enam kali, maka Ulama-Ulama Syafi'iyah mempunyai dua pendapat:

  1. Hendaknya makmum membaca tujuh kali takbir pada rakaat pertama, lima kali takbir pada rakaat kedua sebagaimana apabila imam mening- galkan ta'awudz.
  2. Yang shahih menurut dua pendapat adalah janganlah si makmum me nambah supaya tidak menyalahi imam dan jika dia meninggalkan takbir-takbir zawa'id dengan sengaja atau dengan lupa, tidak perlu sujud sahwi dan shalatnya sah. Hanya kita dimakruhkan meninggalkan takbir atau salah satunya. Demikian juga menambah takbir. Para Ulama telah ijma', bahwa qira'ah dan takbir-takbir zawaid, dijaharkan, sedang dzikir- zikir yang dibaca antara takbir-takbir itu di-israr-kan.
Kalau seseorang lupa membaca takbir-takbir zawdid dalam shalat led dan dia ingat dalam rukuk atau sesudahnya, hendaknya dia meneruskan shalatnya, dia tidak bertakbir lagi dan tidak diqadha. Jika dia kembali berdiri untuk takbir, maka shalatnya batal jika dia mengetahui, yang demikian itu haram. Kalau tidak diketahui, tidak batal. Seandainya dia teringat sebelum rukuk, baik dalam qira'ah atau sesudahnya, maka menurut Al-Jadid tidak dibaca lagi, karena sudah lewat saatnya, yaitu sebelum qira'ah. 

Menurut Al-Qadim takbir itu diucapkan baik teringat dalam qira'ah atau sesudahnya selama belum rukuk. Menurut pendapat Asy-Syafi'y dalam Al-Qadim: tempat takbir-takbir zawa'id adalah di dalam berdiri, maka masih ada tempatnya kalau belum lagi rukuk. Menurut pendapat Al-Qadhim, kalau teringat di pertengahan Al-Fatihah, hendaknya dia putuskan Al-Fatihah, lalu bertakbir, kemudian membaca Al-Fatihah kembali dan kalau teringat sesudah Al- Fatihah hendaknya dia bertakbir dan di sukai dia membaca Al-Fatihah kembali. 

Ulama Syafi'iyah sepakat menetapkan, jika teringat sesudah ta'awudz sebelum Al- Fatihah, masih boleh mengucapkannya karena tempatnya sebelum qira'ah. Mendahulukan takbir-takbir itu atas ta'awudz hanya sunnat bukan syarat. Jika dia mendapatkan imam di pertengahan Al-Fatihah atau sesudah takbir beberapa kali, menurut Al-Jadid tidak dibaca lagi takbir yang telah luput. Menurut Al-Qadhim, dibaca juga. Kalau dia mendapatkan imam dalam rukuk, hendaknya dia rukuk tanpa membacakan takbir zawa'id. Kalau dia mendapatkan imam dalam rakaat kedua, hendaknya ia bertakbir bersama imam, lima kali menurut Al-Jadid. Dalam rakaat kedua sesudah salam, dia takbir lima kali juga.

Menurut madzhab kami, demikian juga kata An-Nawawy, ialah membacakan tujuh kali takbir dalam rakaat pertama dan lima kali takbir dalam rakaat kedua. Mazhab ini diriwayatkan oleh Al-Khaththaby dalam Mualimus Sunan dari mayoritas Ulama.

Diriwayatkan dari pengarang Al-Hawi dari kebanyakan sahabat dan tabi'in. Diriwayatkan pula yang demikian dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Said Al-Khudry, Yahya Al-Anshary, Malik, Az-Zuhri, Al-Auza'y, Ahmad dan Ishak. Diriwayatkan oleh Al-Muhamily dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, 'Ali, Zaid ibn Tsabit dan 'Aisyah. Diriwayatkan oleh Al-Abdari dari Al-Laits, Abu Yusuf dan Daud.

Mengenai tempat takbir, menurut Ulama Syafi'iyah diletakkan antara doa iftitah dan ta'awudz. Demikian pendapat seluruh Ulama, kecuali Abu Hanifah. Beliau berpendapat, dalam rakaat kedua, dibaca sebelum rukuk, sesudah Al-Fatihah dan surat. 

Diriwayatkan dari Ibnus Sabbagh dan selainnya dari Abu Yusuf bahwa hendaknya kita berta'awudz sebelum takbir, agar bersambung antara ta'awudz dan doa iftitah. Diriwayatkan oleh Asy-Syeikh Abu Hamid dari Muhammad Ibnul Hasan, supaya kita membaca takbir terlebih dahulu, sesudah itu, kita membaca doa iftitah kemudian ta'awudz.

Mengenai hukum mengangkat tangan, menurut Ulama Syafi'iyah disunnat- kan sebagaimana disunnatkan dzikir antara takbir-takbir itu. Beginilah pendapat Atha', Al-Auza'y, Abu Hanifah, Muhammad ibn Hasan, Daud, Ahmad dan Ibnu Mundzir, Malik, Ats-Tsaury, Ibnu Abu Laila dan Abu Yusuf. Tangan tidak diangkat melainkan pada takbir-takbir zawa'id. 

Demikian pendapat Ibnu Mas'ud, Ahmad dan Ibnu Mundzir. Malik dan Al-Auza'y mengatakan, tidak dibaca dzikir antara takbir-takbir itu. Dalam madzhab kami, doa iftitah dalam shalat 'led dibaca sebelum takbir-takbir zawa'id. Al-Auza'y mengatakan sesudah takbir zawa'id.

Mengenai ta'awudz, menurut madzhab kami dibaca sesudah takbir zawaid sebelum Al-Fatihah. Demikian pendapat Ahmad dan Muhammad ibn Hasan. Abu Yusuf mengatakan: Ta'awudz dibaca sesudah doa iftitah sebelum takbir. Menurut madzhab Al-Jadid, apabila kita lupa membaca takbir-takbir zawaid hingga kita masuk ke dalam qira'ah, maka luputlah takbir itu dan tidak perlu diulang lagi.

Demikian pula pendapat Ahmad ibn Hanbal, Al-Hasan ibn Ziyad, Al-Lu'lu'y, teman Abu Hanifah. Menurut Al-Qadim, dibaca sebelum rukuk sesuai pendapat Abu Hanifah dan Malik.

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan: Abu Abdilah mengatakan, takbir dibaca pada rakaat pertama tujuh kali beserta takbiratul ihram dan tidak dihitung takbir rukuk, karena antara keduanya ada qira'ah. Pada rakaat kedua dibaca lima kali dan tidak dihitung takbir bangun. Sesudah takbir rakaat kedua maka dibaca Al-Fatihah dan surah. Sesudah itu, takbir untuk rukuk. 

Pendapat ini diriwayatkan dari tujuh fuqaha Madinah, diantaranya: 'Umar ibnul Abdil Aziz, Az- Zuhri, Malik dan Al-Muzany. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abu Said Al- Khudry, Yahya Al-Anshary dan Ibnu 'Umar, bahwa mereka mengatakan: takbir pertama dibaca tujuh kali dan pada rakaat kedua lima kali. 

Begini pula pendapat Al-Auza'y, Asy-Syafi'y dan Ishak. Mereka mengatakan: takbir tujuh kali diucapkan pada rakaat pertama, selain takbiratul ihram; mengingat perkataan 'Aisyah: Rasulullah saw. bertakbir pada dua hari Raya dua belas kali, selain dari takbir iftitah.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Anas dan Al-Mughirah ibnu Syu'bah, Said ibnul Musayyab dan An-Nakha'y menyatakan, takbir itu dibaca tujuh kali. Abu Hanifah dan Ats-Tsaury mengatakan, dalam rakaat pertama dan kedua diucapkan tiga kali. 

Ibnu Abdil Barr mengatakan, telah diriwayatkan dari Nabi saw. dari jalan yang baik, bahwa beliau takbir pada shalat led tujuh kali pada rakaat pertama, lima kali pada rakaat kedua mengingat hadits 'Abdullah ibn Amar, Ibnu 'Umar,

Jabir, Aisyah, Abu Waqid dan Amar ibn Auf Al-Muzani. Tidak ada riwayat dari Nabi dengan jalan yang kuat maupun yang lemah yang berlainan dengan ini. Inilah yang lebih utama kita amalkan. Hadits 'Aisyah yang terkenal yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah menyatakan bahwa Rasulullah takbir pada shalat Idul Fitri dan shalat Idul Adha tujuh kali dan lima kali, selain takbir rukuk.

Hadits Abu Musa yang diriwayatkan oleh Abu 'Aisyah yang menerangkan bahwa Rasululah saw. takbir seperti takbir dalam shalat jenazah, dhaif. Kemudian Ibnu Qudamah mengatakan pula: hendaknya kedua tangan diangkat ketika mem- baca takbir seperti takbiratul ihram. Demikian pendapat Atha', Al-Auza'y, Abu Hanifah dan Asy-Syafi'y. Malik dan Ats-Tsaury mengatakan, tangan tidak diangkat pada takbir-takbir tersebut, karena takbir-takbir tersebut merupakan takbir-takbir sujud. 

Diriwayatkan oleh Al-Atsram bahwa Umar mengangkat kedua tanganya pada takbir-takbir shalat 'led sebagaimana beliau mengangkat kedua tangannya pada takbir-takbir shalat jenazah. Tidak diketahui bahwa ada sahabat yang menentang pendapat Umar itu. Kita hendaknya beriftitah sesudah takbir pertama (takbiratul ihram) kemudian mengucapkan takbir-takbir led, kemudian membaca ta'awwudz, sesudah itu membaca Al-Fatihah. Ini sesuai dengan madzhab Asy- Syafi'y. 

Dari Ahmad diperoleh suatu riwayat yang lain, doa iftitah dibaca sesudah takbir 'led. Riwayat ini dipilih oleh Al-Khallal dan teman-temannya. Ini sesuai dengan pendapat Al-Auzay, karena iftitah beriringan dengan isti'adzah (ta'awudz). Isti'adzah adalah sebelum qira'ah. Abu Yusuf mengatakan, membaca ta'awwudz sebelum takbir supaya jangan terpisah antara iftitah dan isti'adzah. Sesudah selesai dari iftitah, hendaknya kita memuji Allah dan membaca shalawat kepada Nabi saw. di antara tiap dua takbir. 

Sebaiknya, jika dibaca dzikir antara dua takbir, ialah yang sudah diterangkan oleh Al-Khiraqy, yaitu "Allahu Akbar kabira wal hamdu lillahi katsira wasubhanallahi bukratan wa ashila washallallahu 'ala muhammadinin nabiyyil ummiyyi wa 'ala alihi wasallam." Boleh juga membaca dzikir yang lain. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Asy-Syafi'y. Abu Hanifah, Malik dan Al-Auza'y mengata- kan, hendaknya takbir-takbir itu dibaca bersambung-sambung, tidak ada dzikir di- antaranya, karena kalau ada dzikir yang disyariatkan, tentu ada dinukilkan dari Nabi, sebagaimana yang dinukilkan mengenai takbir.

Kemudian Ibnu Qudamah mengatakan lagi: kami mempunyai dalil yang diri- wayatkan oleh Al-Qamah, bahwa 'Abdullah ibn Mas'ud, Abu Musa dan Hudzaifah didatangi Al-Walid ibn Uqbah sehari sebelum led. Lalu Al-Walid berkata kepada mereka: Sesungguhnya hari 'led telah dekat, bagaimana cara bertakbir di dalamnya. Abdullah menjawab: Engkau memulai dengan takbir untuk shalat, engkau memuji Tuhan engkau, engkau bersalawat kepada Nabi, kemudian engkau berdoa, engkau bertakbir dan engkau berbuat seperti itu, kemudian engkau membaca qira'ah, kemudian engkau bertakbir, engkau rukuk kemudian engkau bangun, lalu engkau memuji Tuhan, bershalawat kepada Nabi saw, kemudian engkau berdoa, engkau bertakbir dan engkau berbuat seperti itu, kemudian engkau rukuk.

Mendengar itu, Hudzaifah dan Abu Musa mengatakan: "Benar apa yang di- terangkan oleh Abu 'Abdurahman. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Atsram di dalam Sunan-nya, karena takbir-takbir dilakukan sambil berdiri, maka disukailah supaya diselingi dengan dzikir. Sama dengan takbir-takbir shalat jenazah, berbeda dengan tasbih, karena tasbih itu dzikir yang tersembunyi, berbeda dengan takbir. 

Al-Qadhi mengatakan: Hendaknya kita berhenti antara tiap-tiap dua takbir sekadar satu ayat yang sederhana. Namun demikian, takbir dan dzikir diantaranya hanyalah sunnat, bukan wajib, tidak batal shalat dengan meninggalkanya, baik disengaja atau tidak. Tidak ada perselisihan Ulama dalam masalah ini.

Mengenai bilangan takbir, kita menemukan sepuluh pendapat. Masing-masing pendapat mempunyai hujjah, kecuali pendapat ketiga dan kesembilan. Hujjah yang terkuat, ialah hujjah yang dipegang oleh pendapat pertama, baik mengenai bilangan takbir maupun tempat membacanya. 

Disebut dalam kitab Al- Hujjah, takbir pada rakaat pertama, tujuh kali sebelum qira'ah, dan pada rakaat kedua, lima kali, sebelum qira'ah pula. Ulama-Ulama Kufah membaca empat takbir saja seperti takbir shalat jenazah dalam rakaat pertama sebelum qira'ah dan di rakaat kedua sesudah qira'ah. Keduanya sunnah. Amalan ulama Haramain (Mekkah dan Madinah), lebih kuat.

Mengenai berhenti sejenak di antara tiap dua takbir, kita dapat berpegang kepada perbuatan Ibnu Mas'ud.

Mengenai mengangkat tangan ketika membaca takbir, kita dapat berpegang kepada perbuatan Ibnu 'Umar dan dapat pula kita masukkan masalah mengangkat tangan ini ke dalam umum hadits; "Kanan nabiyyu yarfa'u yadaihi ma'at takbiri (Rasulullah mengangkat kedua tangannya bersama takbir)", sebagaimana dipahamkan oleh Ahmad.

Mengenai hukum membaca takbir dalam shalat led, menurut lahir hadits, tidak diwajibkan. Terdapat riwayat dari Malik dan Abu Hanifah, bahwa kepada orang yang meninggalkannya dituntut untuk bersujud sahwi.

Para Ulama mengambil pendapat-pendapat sahabat dalam masalah ini, karena tidak diperoleh hadits yang shahih mengenai takbir zawa'id.

Hadits yang menerangkan, bahwa dalam rakaat pertama dibaca tujuh kali takbir, mungkin termasuk takbir iftitah (takbiratul ihram) mungkin tidak masuk.

Diterangkan oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad, bahwa takbiratul ihram masuk ke dalam tujuh takbir itu. Dalam pada itu, Ibnul Qayyim tidak membawakan dalil yang khusus. 

Maka yang lebih dekat kepada kebenaran, ialah kita mengamalkan hadits Amar ibn Syu'aib. Walaupun dhaif, tetapi diterima dari banyak sumber yang menjadikannya kuat. Karena pendapat-pendapat yang lain, tidak didasarkan pada suatu sunnah yang diamalkan.

Mengenai dzikir antara dua takbir, yang diriwayatkan dari Nabi, sebenarnya hanya diam sejenak, tidak ada riwayat tentang dzikir tertentu. Karena itu, pendapat Abu Hanifah dan Malik dalam masalah ini cukup kuat.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2 Bab Shalat 'ledain (Dua Hari Raya)