Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUKUM SHALAT FARDHU BERJAMAAH

Hadits Shalat BerjamaahHUKUM MENDIRIKAN JAMAAH SHALAT FARDHU

923) Abu Hurairah ra. berkata:

أَثْقَلُ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ باِلصَّلاةِ فَتُقَامُ، ثُمَّ اَمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّى بِا النَّاسِ . ثُمَّ انْطَلِقُ مَعِى بِرِجَالٍ، مَعَهُمْ حِزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُوْنَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوْتَهُمْ بِالنَّارِ

"Rasulullah saw. bersabda: Seberat-berat shalat bagi orang-orang munafik ialah shalat Isya' dan fajar (Shubuh). Seandainya mereka mengetahui apa yang terkandung oleh kedua shalat tersebut, tentu mereka mendatanginya, walaupun dengan merangkak, sesungguhnya saya berkeinginan menyuruh orang mendirikan jamaah beserta para hadirin, kemudian saya pergi dengan beberapa orang yang membawa berkas kayu api kepada orang-orang yang tidak menghadiri jamaah shalat, lalu saya bakar rumah-rumah mereka, sedang mereka berada didalamnya."(HR. Al- Bukhary dan Muslim, Al-Muntaqa 1: 594).

924) Abu Hurairah ra. berkata:

 قَالَ رَسُولُ الله : لَوْلَا مَا فِي الْبُيُوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالذُّرِّيَّةِ أَقَمْتُ الْعِشَاءَ وَأَمَرْتُ فِتْيَاتِي يُحَرِّقُونَ فِي الْبُيُوتِ بِالنَّارِ

"Rasulullah saw. bersabda: Sekiranya bukan karena mengingat bahwa di dalam rumah- rumah itu terdapat para perempuan dan anak-anak, pastilah saya mendirikan Jamaah Isya' (di sini) dan memerintahkan para pemuda saya pergi membakar semua isi rumah itu dengan api." (HR. Ahmad, Al-Muntaqa 1: 594)

925) Abu Hurairah ra. menerangkan:

 إِنَّ رَجُلًا أَعْمَى قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ﷺ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُوْدُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُوْلُ الله ﷺ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّى فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ، فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهِ، فَقَالَ: هَلْ تَسْمَعُ النَّدَاءِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأَجِبْ

"Bahwasanya seorang laki-laki buta bertanya kepada Rasulullah: "Ya Rasulullah, aku tidak punya orang yang menuntun ke masjid. Dia meminta kepada Rasul supaya membenarkan dia tidak mendatanginya dan bershalat di rumah saja. Permintaan orang tersebut dibenarkan Nabi. Sesudah orang tersebut keluar, Nabi memanggilnya masuk kembali, lalu Nabi bertanya: "Apakah engkau dapat mendengar suara adzan?" Jawabnya: Dapat. Nabi bersabda: Kalau demikian penuhilah seruan itu." (HR. Muslim dan An-Nasa-y, Al-Muntaqa 1: 595)

926) Amr ibn Ummi Maktum ra. berkata:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا ضَرِيرُ شَامِعُ الدَّارِ وَلِى قَائِدٌ لَا يُلَائِمُنِي، فَهَلْ تَجِدُ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّى فِي بَيْتِي؟ قَالَ: أَتَسْمَعُ النَّدَاءَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً

"Saya berkata: "Ya Rasulullah, saya seorang buta dan rumah saya jauh dari masjid. Penuntun saya, tidak cocok dengan diri saya. Dapatlah kiranya-karena itu-saya bershalat di rumah saja? Maka Nabi bertanya: apakah engkau mendengar adzan? Jawabku: "Ya", Bersabda Nabi: Kalau demikian, saya tiada memperoleh jalan untuk membenarkan engkau bershalat di rumah saja." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Muntaqa 1: 596)

927) Abdullah ibn Mas'ud berkata:

لَقَدْ رَأَيْتَنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنَّا اِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ، يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

"Saya melihat semua kami (para sahabat) menghadiri jamaah. Tiada yang keting- galan menghadiri jamaah, selain orang munafik yang telah nyata kemunafikannya dan sungguhlah sekarang dibawa ke masjid dipegang lengannya oleh dua orang, seorang sebelah kanan, seorang sebelah kiri, sehingga diberdirikannya ke dalam shaf." (HR. Al-Jamaah kecuali Bukhari dan At-Turmudzi, Al-Muntaqa 1: 596)

928) Ibnu Umar ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ عَلَى صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

"Rasulullah saw. bersabda: Shalat jamaah melebihi shalat sendirian dengan 27 derajat." (HR. Bukhari dan Muslim, Al-Muntaqa 1: 597)

929) Abu Hurairah ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيْدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوْقِهِ بِضَعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

"Bahwasanya Nabi saw bersabda: Shalat seseorang dalam jamaah, melebihi shalat sendirian, baik di rumahnya, maupun di pasar (tempat dagangannya), dengan 20 derajat." (HR. Bukhari dan Muslim, Al-Muntaqa 1: 597)

930) Abu Musa Al-Asy'ari ra. berkata:

قَالَ النَّبِيُّ : إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيِّمًا صَحِيحًا

"Nabi saw bersabda: Apabila seseorang hamba sakit, atau bersafar, niscaya Allah menulis untuknya seumpama apa yang dia kerjakan ketika sehatnya, ketika ia berada di kampungnya." (HR. Ahmad, Bukhari dan Abu Daud, Al-Muntaqa 1: 597)

931) Abu Hurairah ra. berkata:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلُّوْا أَعْطَاهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

"Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa berwudhu, lalu membaguskan wudhunya dan sesudah itu ia pergi ke masjid, mendapati manusia telah bershalat, niscaya Allah menjadikan untuknya seumpama pahala yang diperoleh mereka yang telah dapat mengerjakan shalat berjamaah dan menghadirinya, sedikit pun tidak kurang." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa-y, Al-Muntaqa 1: 597)

932) Abu Said Al-Khudry ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ الله : الصَّلَاةُ فِي جَمَاعَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ صَلَاةً فَإِذَا صَلَاهَا فِي فَلَاةٍ فَأَتَمَّ رُكُوْعَهَا وَسُجُوْدَهَا بَلَغَتْ خَمْسِيْنَ صَلَاةٌ

"Rasulullah saw. bersabda: Shalat dalam jamaah menyamai 25 shalat. Apabila seseorang bershalat di tanah lapang yang luas, lalu ia menyempurnakan rukuknya dan sujudnya, sampailah shalat itu kepada imbangan lima puluh shalat." (HR. Abu Daud, Al-Muntaqa 1:598)

SYARAH HADITS

Hadits (923) diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Hadits ini menyatakan bahwa menghadiri shalat jamaah adalah wajib. Seandainya tidak wajib, tentu tidak diancam membakar rumah orang-orang yang tidak mendatanginya. Seandainya menghadiri jamaah hanya fardhu kifayah, tentu orang yang tidak hadir terlepas dari kewajiban tersebut, karena telah ada yang menghadiri dan mengerjakan shalat jamaah, yakni Nabi beserta sahabat-sahabatnya.

Hadits (924) diriwayatkan oleh Ahmad. Di dalam sanadnya terdapat seorang yang dhaif bernama Abu Ma'syar. Hadits ini juga menyatakan, bahwa menghadiri jamaah shalat adalah wajib.

Hadits (925) diriwayatkan oleh Muslim dan An-Nasa-y. Dimaksudkan dengan yang bertanya yang tidak diterangkan namanya, dalam hadits ini ialah: Ibnu Ummi Maktum yang ditegaskan namanya dalam hadits yang lain. Hadits ini juga menyatakan, bahwa datang berkumpul untuk shalat atau menghadiri jamaah shalat untuk sama-sama shalat adalah fardhu 'ain.

Hadits (926) diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ath-Thabarani. Menurut riwayat Ibnu Hibban, terdapat tambahan lagi, yaitu: "Datanglah ke masjid, walaupun dengan jalan merangkak."

Hadits (927) diriwayatkan oleh Al-Jamaah selain Al-Bukhary dan At-Turmudzy. Muslim meriwayatkan atsar ini dengan panjang. Dalam riwayat Muslim, terdapat perkataan "Barangsiapa ingin menjumpai Allah di hari kiamat kelak dalam keadaan sejahtera, hendaklah dia memelihara shalat lima di setiap saat mereka diserukan." Menyatakan, bahwa shalat berjamaah adalah sangat panjang, walaupun dengan susah payah, kita harus mengikutinya.

Hadits (928) diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Hadits ini menyatakan, bahwa menghadiri jamaah atau berkumpul untuk sama-sama mengerjakan shalat, tidaklah wajib, karena perkataan "melebihi shalat sendirian", memberi kesan, bahwa shalat sendiri-sendiri juga sah.

Hadits (929) diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim. Hadits ini menyatakan, bahwa shalat jamaah di masjid melebihi shalat di rumah dan di tempat-tempat bekerja, baik dengan berjamaah ataupun sendiri-sendiri. Tidak dapat dipahami bahwa shalat di rumah atau ditempat kerja, sama saja antara dikerjakan berjamaah dengan sendiri-sendiri. Dari lahir hadits ini, dapat dipahani pula bahwa berjamaah itu tidak wajib.

Hadits (930) diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhary dan Abu Daud. Hadits ini menyatakan, bahwa shalat yang dikerjakan sendiri tidak menghadiri jamaah, karena sakit (atau dalam safar), disamakan dengan shalat yang dikerjakan dengan berjamaah pada waktu sehat dan waktu berada di kampung.

Hadits (931) diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa-y. Hadits ini menyatakan, bahwa orang yang pergi untuk berjamaah, tetapi tidak mendapatkannya, karena jamaah telah selesai, juga memperoleh pahala jamaah.

Dipahami dari hadits ini dan hadits yang sebenamya oleh sebagian ulama, bahwa shalat yang dikerjakan sendirian adalah sah, walaupun berdosa, karena tidak menghadiri jamaah.

Hadits (932) diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah. Menurut Al- Mundziri, di dalam sanad hadits ini terdapat orang yang bernama Hilal ibn Maimun Al-Juhani Ar-Ramli, yang biasa dipanggil dengan nama Abu Mughirah.

Perawi ini dipercaya oleh Ibnu Ma'in. Menurut Abu Hatim Ar-Razi "perawi ini tidak kuat, tetapi haditsnya boleh ditulis". Menurut Ibnu Ruslan, selain Ibnu Ma'in, juga ada yang mempercayai perawi ini.

Hadits ini juga menyatakan, bahwa shalat di tanah lapang tandus, karena kebetulan masuk waktu ketika berada di sana, dengan menyempurnakan rukuk dan sujud, adalah menyamai lima puluh shalat berjamaah. Yakni mengerjakan shalat di tempat-tempat yang ada cahaya, karena kita berada di sana ketika masuk waktu, seperti orang yang berjalan kaki, melalui jalan atau tempat yang berbahaya, melebihi shalat sendiri di kampung dengan seribu dua ratus limapuluh (1250) shalat atau 1350 shalat sendiri di kampung. Maksud hadits ini menyatakan bahwa shalatnya musafir yang dilakukan dalam perjalanan ketika dia sedang shalat, adalah sangat besar keutamaannya. Hadits ini dipergunakan oleh sebagian ulama, untuk tidak mewajibkan jamaah.

Atha' ibn Rabi'ah ra. mengatakan, "Seorang makhluk Allah, baik dia berada di dalam kota atau di padang tandus, apabila mendengar adzan, tidak diperbolehkan meninggalkan shalat jamaah."

Al-Auza'y mengatakan, "Tidak diperbolehkan mentaati orang tua untuk meninggalkan jamaah dan Jum'at, baik mendengar adzan ataupun tidak."

Abu Tsaur mengatakan, "Kita wajib menghadiri jamaah shalat. Allah mernerintahkan Rasul-Nya mendirikan jamaah shalat, di dalam shalat khauf, tidak membenarkan Rasul meninggalkan jamaah di dalam khauf. Kalau demikian, berjamaah dalam keadaan aman, tentu lebih wajib lagi.

Ishak, Abu Hurairah ra. mengatakan, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Mundzir, Ibnu Hibban, Ahludh Dhahir dan sekelompok Ularna Ahlul Bait berpendapat bahwa shalat jamaah adalah fardhu 'ain. Bahkan sebagian dari Ulama-Ulama ini menjadikan jamaah sebagai syarat sah shalat. 

Di antara yang berpendapat demikian ialah Daud. Selain Daud, tidak ada yang menjadikan jamaah sebagai syarat sah shalat, walaupun menghadirinya adalah wajib. Dari Ahmad diperoleh dua riwayat, pertama, tidak menjadikan jamaah sebagai syarat sah shalat, kedua, menjadikan jamaah sebagai syarat sah shalat.

Pendapat kedua ini diriwayatkan oleh Abu Husain Az-Za'farani dalam kitab Al-Iqna' dan Abu Hasan Ath-Thabarani Tamimi. Inilah yang dipegang erat oleh Daud dan ashhabnya. Menurut Ibnu Hazim, inilah pendapat seluruh ashhabnya Asy-Syafi'y, kebanyakan dari golongan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat, bahwa menghadiri jamaah shalat adalah fardhu kifayah.

Sebagian ulama yang lain, diantaranya Abu Hanifah dan Malik, menurut Asy- Syaukani dalam An-Nail berpendapat, bahwa shalat jamaah adalah sunnah muakkadah.

Referensi Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy| Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2 Bab Hukum Shalat Berjamaah